Mohon tunggu...
Olivia Armasi
Olivia Armasi Mohon Tunggu... Mengurus Rumah Tangga -

Peduli politik itu peduli terhadap sesama..... Nulis itu sulit, merangkai kata itu susah.... Mantan pelajar yang sedang belajar membaca, belajar komentar & belajar menulis..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Golkar di Ambang Kehancuran Jika…

22 Januari 2016   19:48 Diperbarui: 22 Januari 2016   19:48 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya udah males beropini tentang Golkar. Akan tetapi kalau dipikir-pikir bagaimanapun Golkar adalah partai runner up. Bagaimana jika berhasil dikuasai orang-orang yang pragmatis?. Kekacauan yang ditimbulkan segelintir oknum PDIP saja sudah cukup mengganggu dan membuat gaduh. Gimana kalau PDIP faksi pragmatis dan Golkar faksi pragmatis bersatu. Bahaya dong buat negeri kita… :(

Golkar Masa Kritis I

1999 adalah masa kritis Partai Golkar. Karena dianggap sebagai representasi Soeharto dan Orde Baru, tuntuan & tekanan Golkar dibubarkan bahkan menjadi Partai terlarang sangat kencang. Pada posisi Partai Golkar sedang terjepit, BJ Habibie selaku Presiden membuat kebijakan ekstrim reformasi birokrasi dan TNI/ABRI netral tidak berpolitik. Akbar Tanjung diminta memilih jadi menteri atau ketua Golkar. Otomatis kebijakan itu membuat Golkar limbung seperti anak kehilangan induknya.  

Dengan situasi tekanan eksternal yang luar biasa, Partai Golkar di tangan Akbar Tanjung berhasil melewati turbolensi politik. Dan akhirnya Golkar menjadi partai nasionalis modern ideal yang pernah ada di Indonesia. Representasi dari Bhinneka Tunggal Ika. Tidak ada kultus individu di Partai Golkar. Tidak ada tokoh yang menjadi patron alias tokoh-tokoh Golkar dari berbagai daerah setara tidak ada yang mendominasi satu sama lain. Pemilihan Caprespun melalui konvensi, ketua umum tidak otomatis menjadi bakal capres. Sehingga tokoh-tokoh Golkar yang merasa berpengaruh dan mempunyai keinginan berkuasa tetapi tidak mendapatkan tempat, memisahkan diri membidani lahirnya partai baru. Seperti Wiranto-Hanura, Prabowo Subiyanto-Gerindra, Tutut dan Hartono-PKPB, Edi Sudrajat & Bang Yos-PKPI, Surya Paloh-Nasdem.

Masa kritis I yang disebabkan oleh faktor eksternal bisa dilalui dengan selamat.

ARB sukses mengantarkan ke Masa Kritis II

2014, disaat kepercayaan publik terhadap Partai Demokrat sampai titik terendah karena kasus-kasus korupsi yang menjerat elit PD, sayangnya momentum Pileg 2014 disia-siakan oleh Partai Golkar.

Ditangan ARB, Partai Golkar hanya sekedar menjadi kuda tunggangan tidak lebih. Disaat popularitas, elektabilitas hanya milik Jokowi & Prabowo Subiyanto yang mendominasi disetiap survey ilmiah.  Golkar malah bertindak konyol memunculkan gambar ARB disetiap media kampanyenya. Sepertinya ARB mengalami gangguan narsistik. Ingat kan foto ARB dengan boneka beruang, ARB dengan Zalianty bersaudara.^_^

Media kampanye Partai Golkar pada Pileg 2014 dari mulai TVC di media elektronik, baliho, spanduk bahkan bendera kuning pasti ada gambar ARB. Padahal saat itu ARB identik dengan kasus Lapindo dan kasus Pajak Gayus. ARB jadi sasaran empuk & sansak tinju lawan-lawannya. Berakibat masyarakat menjadi tidak simpatik. Strategi menampilkan gambar ARB tidak menambah suara malah mengurangi minat masyarakat memilih Partai Golkar. Terbukti prestasi ARB 2014 berhasil mengurangi kursi Golkar di DPRI dengan sukses dan gemilang.

Dan strategi konyol seperti itu tak pernah ada sebelumnya. Bahkan dijaman orde baru era keemasan Golkar. Disaat Soeharto mempunyai kekuatan sangat dahsyat. Seorang Soeharto tidak pernah memerintahkan bendera Golkar di sablon gambar wajahnya.. ^_^

Golkar Masa Kritis II

1999 Golkar kritis karena faktor eksternal. Dan Akbar Tanjung berhasil meyakinkan kader-kader ideologis melewati masa sulit. Di tahun 2014 Kepemimpinan ARB justru sukses menyemai benih-benih krisis internal. ARB sukses menabur angin dan Golkarpun menuai badai memasuki masa kritis ke II.

Benih-benih kisruh Golkar diawali oleh apa yang dilakukan ARB di Munas Bali serta bagaimana ARB memperlakukan kader-kader Golkar yang berbeda pendapat. Pelaksanaan Munas Bali yang tidak fair, tidak demokratis dan adanya politik uang. Kekecewaan yang bertumpuk-tumpuk menjadikan kader-kader idealis & ideologis seperti Nusron Wahid, Poempida H, Agus Gumiwang K melakukan perlawanan. Perbedaan itu tidak diselesaikan secara bijak oleh ARB. Bahkan kader-kader muda potensial itu diganjar pemecatan.

Seandainya saja ARB menyadari, kepengurusan DPD di Tingkat I dan II sebenarnya telah mempersiapkan kepengurusan baik versi ARB maupun AL, sebagai antisipasi siapapun yang menang tidak perlu ada kisruh lanjutan di tingkat I & II. Artinya kekisruhan itu hanya di level DPP. Mestinya ARB tidak perlu repot-repot mengkondisikan dan memanipulasi peserta Rapimnas dengan uangnya agar tidak setuju diadakan Munas Bersama. Tidak perlu ngotot dan berdebat siapa benar atau salah menurut AD/ART & hukum yang berlaku.

Yang dibutuhkan seorang ARB menghadapi dan menyelesaikan masa kritis ke II adalah sikap gentle, benar-benar mempunyai niat tulus peduli keberlangsungan Golkar dan percaya diri atas prestasinya sehingga layak dipertahankan dalam Munas Rekonsiliasi semata-mata untuk menyelamatkan Golkar dari kehancuran.

 

Kalau ARB pede dan mau tapi lho ….. ^_^

 

 

 

foto:viva.co.id

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun