Mohon tunggu...
Olivia Armasi
Olivia Armasi Mohon Tunggu... Mengurus Rumah Tangga -

Peduli politik itu peduli terhadap sesama..... Nulis itu sulit, merangkai kata itu susah.... Mantan pelajar yang sedang belajar membaca, belajar komentar & belajar menulis..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ijon Anggaran dan Upeti Proyek, Orde Baru hingga Orde Reformasi

14 Januari 2016   23:30 Diperbarui: 15 Januari 2016   13:26 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diberlakukannya otonomi daerah dan kepala daerah berasal dari Partai Politik, adalah dimulainya ZAMAN KEEMASAN DEMOKRASI & KEBEBASAN. Akan tetapi di dunia perproyekan dan anggaran justru sebaliknya, lahirnya ZAMAN KEGELAPAN. Perubahan dari satu the ruling party hanya Golkar, pasca reformasi menjadi multi partai. Penguasa di daerah belum tentu sama dengan di pusat. Hal ini berimbas juga pada politik anggaran khususnya dunia perproyekan. Kekuasaan terbagi bukan hanya kepala daerah sebagai penentu akan tetapi juga DPRD yang mempunyai hak budgeting. Maka, kalau di zaman orde baru hanya bisa melalui satu pintu, di era reformasi justru pintu menjadi semakin banyak itupun masih ditambah jendela-jendela yang selalu terbuka. Pintu itu bisa melalui birokrat atau anggota DPR, jendela itu melalui calo-calo anggaran.

Diera orde baru, jumlah kontraktor maupun perusahaan yang bergerak di bidang pengadaan barang pemerintah di suatu kabupaten/kota rata-rata 50-100 buah perusahaan. Pasca reformasi satu kabupaten/kota meningkat rata-rata menjadi 500-1000 buah perusahaan. Peningkatan perusahaan itu bukan semata-mata karena meningkatnya anggaran proyek dengan masuknya komponen DAU & DAK di APBD, akan tetapi perusahaan-perusahaan baru didirikan oleh tim sukses dan para anggota dewan. Sebagai balas budi dan sarana balik modal.

Dalam situasi persaingan semakin ketat karena bertambahnya perusahaan baru. Pola pendekatan/ lobbying pengusaha mengalami perubahan. Jika Orde baru lebih karena kedekatan & kemampuan lobbying, Orde reformasi lahirlah PRAKTEK IJON anggaran.     

Zaman Kegelapan itu menjadi lebih gelap lagi yaitu setelah tahun 2009 Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Pemilihan anggota legislatif berdasarkan nomer urut menjadi suara terbanyak. Hal ini berakibat pada membengkaknya biaya kampanye masing-masing caleg otomatis berimbas terhadap pengembalian modal pencalegan.

Pasca reformasi, kebijakan perencanaan pembangunan melalui musrenbang diberbagai tingkatan menjadi tidak berlaku. Musrenbang tetap dilaksanakan akan tetapi sebatas formalitas. Adanya praktek Ijon anggaran diarahkan tergantung si pembeli ijon. Untuk proyek infrastruktur dipilih lokasi-lokasi yang tidak menyulitkan saat pengerjaan. Untuk pengadaan barang seperti Alat kesehatan, UPS, Pupuk Pertanian, dll dalam dokumen lelang diarahkan pada spesifikasi tertentu.  Dampak buruk IJON selain terjadinya tindak pidana korupsi adalah TIDAK TERCAPAINYA PEMERATAAN PEMBANGUNAN.

Praktek Ijon anggaran APBN untuk konstruksi & pengadaan barang berkisar antara 3 s/d 5%, di APBD Provinsi 7% s/d 10% di APBD Kabupaten/Kota 10%-12.5% belum termasuk upeti yang berkisar antara 5%-10%. Untuk jasa konsultasi (konsultan), Ijon plus upeti berkisar 30%-40%.

Walapun sejak diberlakukannya e-procurement sudah berkurang akan tetapi praktek Ijon dan Upeti masih berlangsung hingga saat ini.

Praktek Ijon yang nyata terjadi adalah kasus pengadaan UPS di Pemprov DKI. Dan yang terkini adalah tertangkapnya DWP karena OTT KPK.

Zaman Kegelapan Harus Berakhir

Penyebab lahirnya Zaman Kegelapan dimana REJEKI itu tidak mengenal HALAL & HARAM, bukan orde baru lebih baik atau sistim politiknya (demokrasi) yang keliru akan tetapi rekruitmen para calon anggota DPR dan calon kepala daerah yang keliru. Adanya persaingan tidak sehat dalam pemilihan melahirkan budaya instan saat penggalangan suara menggunakan money politics.

Agar zaman kegelapan tidak terus-terusan berlangsung tidak ada jalan lain, selain penindakan (OTT) yang lebih penting adalah belajarlah dari negara-negara minim korupsi yaitu membangun sistim PENCEGAHAN yang baik.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun