Terjadi apabila ditujukan untuk tujuan tertentu, dan memilih sumber yang mengandung dukungan terhadap tujuan itu.
- Kesalahan ad  hominem
Ad hominem sendiri ialah merujuk pada seseorang. Kesalahan ini ketika kita mengumpulkan sumber, namun kita memilih orang, otoritas, profesi, pangkat, atau jabatan. Untuk menghindari kesalahan ini sejarawan perlu melakukan wawancara dari berbagai sudut pandang.
- Kesalahan kuantitatif
Kesalahan ini kerap terjadi seba orang sering kali percaya pada dokumen angka-angka daripada testimoni biasa. Padahal statistika mudah membuat orang tertipu.
- Kesalahan estetis
Kesalahan estetis sama dengan kesalahan pragmatis. Kesalahan ini dapat terjadi apabila sejarawan hanya memilih sumber-sumber yang mempunyai efek estetis. Misalnya, sejarawan hanya memilih sumber yang memiliki efek dramatis ketika disusun menjadi tulisan sejarah. Sumber tersebut misalnya, karya sastra.
Kesalahan VerifikasiÂ
Sebenarnya sejarawan hanya tahu sepotong kebenaran, maka dari itu sejarawan harus benar-benar menerpakan kritik sejarah serta menghindari kesalahan.
- Kesalahan pars pro toto
Kesalahan ini terjadi saat menganggap suatu bukti yang ada itu berlaku untuk seluruhnya, padahal hanya berlaku untuk sebagian saja.
- Kesalahan toto pro pras
- Kesalahan ini kebalikan dari kesalahan pars pro toto, yang mana terjadi saat menganggap suatu bukti yang ada itu berlaku hanya untuk sebagian, bukan untuk seluruhnya.
- Kesalahan pendapat umum sebagai fakta
Sering kali sejarawan beranggapan bahwa pendapat umum itu sebagai fakta. Seperti halnya pernyataan tentang Cina, yang mana Cina itu terkenal dengan kepandaian berdagangnya, namun tanpa menengok Cina yang berada di Bangka yang menjadi pekerja rumah tangga.
- Kesalahan menganggap pendapat pribadi sebagai fakta
Kesalahan pandangan sejarawan yang melihat bahwa pendapat dan kesenangan pribadi itu berlaku umum dan sebagai fakta sejarah.
- Kesalahan perincian angka yang persis
Perincian hanya kan menimbulkan pertanyaan, maka dari itu banyak data tradisional yang tidak memungkinkan untuk diperinci angkanya.
- Kesalahan bukti yang spekulatif
Sejarah sebagai ilmu empiris, menyatakan bahwa tidak diperbolehkan adanya bukti di luar jangkauan sejarah. Jika tidak ada bukti sejarah, sejarawan pun harus berani mengakui bahwa itu berada di luar jangkauan sejarah.