Kami datang satu jam lebih lambat dari janji pertemuan dengan Elena  karena menunggu beberapa kawan yang perjalanannya tersendat oleh  kemacetan di Senin pagi ke tempat berkumpul di Malaysia Tourism Centre  (MaTiC). Matahari mulai meninggi. Agar tak berlama-lama terpapar matahari, Elena mengajak kami untuk berkumpul di seberang Kuala Lumpur City Gallery.
Ia mengenalkan dirinya dan dua lelaki yang menemaninya pagi itu, Sin  Tai Lim dan Kookkeong Fong a.k.a KK. Mereka bertiga akan mengawani kami  dari rombongan media, blogger, dan influencer yang diundang oleh Kuala Lumpur Tourism dan Gaya Travel Magazine; berkeliling Kuala Lumpur dengan bersepeda.
Elena Mei Yun yang  senang bepergian dengan bersepeda, mengenalkan Bike with Elena dengan mengemas paket perjalanan wisata bersepeda di Kuala Lumpur dan sekitarnya sejak 2015 lalu. Untuk memudahkan pejalan, Elena juga  menyediakan sepeda untuk dipinjamkan.
Karena pagi itu semua sepedanya sudah keluar, kami diberi kemudahan mendapatkan sepeda dengan menggunakan sharing bike yang ada di Kuala Lumpur. Untuk itu, Elena memastikan kami sudah mengunduh aplikasi oBike dari Apps Store atau Play Store di gawai masing-masing karena  aplikasi inilah yang akan digunakan meminjam sepeda.
Ia lalu mengajak  kami berjalan ke samping KL City Gallery, ke tempat parkir sepeda.  Sepeda-sepeda yang ada di sana masih terkunci. Untuk membuka kuncinya, calon pengguna harus memindai kode QR yang ada pada sepeda yang akan  dipakai lewat aplikasi oBike.
Biaya sewa sepeda selama 30 menit hanya RM  1. Tak mahal. Bayarnya dari dana yang tersimpan di dalam dompet akun  pengguna oBike. Jadi, pastikan untuk mengisi dompet sebelum digunakan.
Kayuhan pertama dimulai dari KL City  Gallery menyuri Jl Raja. Bagi pejalan yang terburu-buru sehingga tak  banyak waktu untuk berkeliling kota, dapat berkunjung ke KL City Gallery  untuk mengenal sejarah Kuala Lumpur dan perkembangannya dalam waktu  singkat. Di depan Dataran Merdeka kami berhenti.Â
Di sini Elena  menceritakan sejarah tempat dan bangunan lama yang masih berdiri gagah  di sekitar Dataran Merdeka seperti Gedung Sultan Abdul Samad,  Gereja Katedral St Mary, The Royal Selangor, Masjid Jamek juga sejarah  berdirinya Kuala Lumpur di pertemuan dua sungai Gombak dan Klang.
Kemudian Elena mengajak kami mampir ke salah satu gerai busana yang menjual  berbagai macam busana tradisional Melayu.
Keluar dari kawasan India, kami kembali mengayuh sepeda menuju Chow Kit.  Kebetulan sekali, selama di Kuala Lumpur saya menginap di daerah yang  namanya diambil dari nama seorang pengusaha tambang Cina yang terkenal  pada abad 19; Loke Chow Kit.
Bersepeda di sini serupa mengayuh sepeda ke  Bendungan Hilir (Benhil) yang kiri kanannya banyak kedai makanan  Indonesia dari Restoran Padang Sederhana, Kedai Ayam Penyet, Bank Rakyat  Indonesia, gerai pulsa Telkomsel, dan lainnya.
Kami memarkir sepeda di  depan Pasar Chow Kit dan memasuki pasar basah yang besar dan terkenal di  Kuala Lumpur ini. Makin berasa mengubek-ubek pasar Benhil bertemu  dengan sebagian besar penjual yang masih keturunan Indonesia sehingga  yang terdengar suara-suara dengan dialek tak asing. Barang-barang  yang dijual pun banyak dijumpai di keseharian pasar basah di Indonesia. Untuk mengurangi haus, saya memesan satu cup Es Cendol Pulut yang  kedainya bersebelahan dengan kedai Sate Padang Takanajuo. De javu!
Bersyukurlah di tujuan akhir  kami hari itu bisa duduk sedikit lebih lama dan meluruskan kaki di  pekarangan rumah tradisional Melayu di kampung modern Melayu abad 19,  kampung Melayu tertua di Malaysia; Kampung Baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H