Mohon tunggu...
Olga Maisha
Olga Maisha Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar SMA

(ノ◕ヮ◕)ノ*:・゚✧

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Pribumi Merdeka dan Srikandi Wonokromo

1 Oktober 2021   17:32 Diperbarui: 1 Oktober 2021   19:29 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai buah kesusastraan pascakolonialisme, Pramoedya bermaksud untuk mengilustrasikan hubungan antara kaum borjuis dan kaum proletar semasa periode peralihan abad 20 di Nusantara melalui Bumi Manusia. Karya tersebut berhasil memperlihatkan betapa jayanya bangsa Eropa sebagai masyarakat kelas tertinggi yang menguasai Hindia serta kaum pribumi yang dianggap hina. Pertentangan kelas tersebut jelas terlihat dari kepongahan Robert Mellema yang merasa berderajat lebih tinggi ketimbang Nyai dan Annelies serta aksi hakim berkulit putih yang berniat untuk mempermalukan Minke di hadapan pengadilan sewaktu pemuda pribumi itu diminta menerangkan hubungan asmara-nya. Namun, kedekatan Annelies dengan para pekerjanya dan pembelaan Tuan Mellema terhadap Nyai Ontosoroh justru menunjukkan bahwa terdapat sejumlah keturunan darah Eropa yang memperlakukan kaum pribumi sederajat dengan mereka. Karakter Nyai Ontosoroh pada Bumi Manusia juga berhasil mengubah pandangan khalayak umum seperti Minke bahwa tidak semua gundik berwatak hina. Perlawanan kaum proletar terhadap bangsa Eropa pun dapat dilihat dalam karya tersebut, dimana Minke menyuarakan pertentangannya terhadap hukum Belanda melalui warta-warta yang ditulisnya.

Pemakaian diksi asing dan serapan dalam Bumi Manusia pun digunakan sebagai bentuk ilustrasi berbahasa sesuai strata sosial kala itu. Istilah hukum dan administrasi negara banyak menggunakan bahasa asing seperti bahasa Inggris dan Belanda yang dianggap lebih superior sebab menyangkut hal-hal bersifat modern dan terpelajar (Ardianto, 2020: 44). Diksi asing yang kerap Minke gunakan dalam kesehariannya pun menggambarkan kebanggaan Minke akan pendidikan Eropa yang diterimanya semasa bersekolah. Hal tersebut dapat dilihat dari perilaku Minke yang cenderung menganggap remeh anggota keluarganya yang tak dapat berbahasa Belanda.

Bumi Manusia juga berhasil menggambarkan ideologi feminis poskolonial dimana tokoh-tokoh perempuan dikisahkan mengalami penindasan yang lebih berat, baik secara fisik maupun psikologis. Salah satu bukti digambarkannya hal tersebut dalam cerita ialah pekerjaan yang banyak dilakukan oleh Nyai Ontosoroh sebagai seorang pribumi wanita. Semasa penjajahan kolonial, hanya laki-laki pribumi saja yang bekerja dan mencari nafkah sementara perempuan hanya perlu berdiam di dalam rumah (Taqwiem, 2018: 136). Perempuan-terlebih gundik-seperti Nyai yang bekerja tentu tidak selaras dengan kondisi sosial masyarakat pribumi kala itu sehingga menimbulkan desas-desus dan gunjingan di tengah publik yang menyaksikannya. Pramoedya pun turut mengilustrasikan para perempuan Asia yang secara sukarela menjadi pekerja seks komersial di berbagai rumah prostitusi guna memperoleh upah yang cukup besar melalui tokoh Maiko. Hal tersebut menunjukkan betapa rendahnya derajat wanita semasa kolonialisme dimana perempuan lebih banyak dipandang sebagai objek belaka.

Penulisan Bumi Manusia menggunakan diksi arkais yang berlimpah dan beragam terminologi asing sehingga pembaca awam cenderung memerlukan waktu yang lebih lama untuk memahami alur kisahnya. Dimensi buku yang tergolong tebal pun dapat membuat pembaca kehilangan minat untuk membaca karya tersebut. Pembaca dengan waktu luang terbatas akan turut mempertimbangkan buku ini sebab kisah yang diceritakan cukup berat dan jumlah halaman buku begitu banyak. Roman dewasa yang terkandung di dalam Bumi Manusia juga membuatnya tidak sesuai apabila dibaca oleh anak-anak maupun remaja muda.

Di balik segala kekurangan yang dimilikinya, Bumi Manusia menyajikan alur yang sulit ditebak dan menarik untuk dibaca hingga akhir halaman. Segala persoalan dan konflik yang terjadi dikisahkan dengan sedetail mungkin sehingga kekosongan plot tidak ditemukan dalam penulisannya. Buku ini juga mengajarkan berbagai hal penting seperti sejarah kolonialisme dan situasi sosial kala itu yang menarik untuk dipelajari. Berbagai macam amanat disampaikan dengan begitu baik melalui percakapan dan aksi antartokoh di dalam buku. Secara keseluruhan, Bumi Manusia dikemas dengan sangat baik dan pantas dibaca oleh masyarakat yang ingin lebih mendalami sastra Indonesia di tengah waktu senggangnya.

---

Daftar Pustaka

Ardianto, Ardik. 2020. Gaya Kepenulisan Pramoedya: Stilistika atas roman Bumi Manusia. KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 25(1), 39-48. Tersedia di https://doi.org/10.14710/humanika.v25i1.18128. Diakses pada 26 September 2021 pukul 18:02.

CNN Indonesia. "Sinopsis 'Tetralogi Pulau Buru' Karya Pramoedya Ananta Toer" di https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20190808120356-241-419476/sinopsis-tetralogi-pulau-buru-karya-pramoedya-ananta-toer. Diakses pada 30 September 2021 pukul 20:15.

Fike, Ascencia. "Anak Semua Bangsa (Sinopsis)" di https://www.kompasiana.com/fikekomala/552b07e3f17e610d64d623e2/anak-semua-bangsa-sinopsis. Diakses pada 30 September 2021 pukul 20:18.

Hastuti, Nur. 2018. Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer Kajian Sosiologi Sastra. HUMANIKA, 25(1), 64-74. Tersedia di https://doi.org/10.14710/humanika.v25i1.18128. Diakses pada 26 September 2021 pukul 17:42.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun