Mohon tunggu...
Olga Maisha
Olga Maisha Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar SMA

(ノ◕ヮ◕)ノ*:・゚✧

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Pribumi Merdeka dan Srikandi Wonokromo

1 Oktober 2021   17:32 Diperbarui: 1 Oktober 2021   19:29 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi penerbit Lentera Dipantara

Identitas Buku

Judul Buku    : Bumi Manusia

Penulis           : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit         : Lentera Dipantara

Cetakan          : XXXV, Oktober 2019

Tebal               : 535 halaman

Dimensi         : 135 mm x 200 mm x 30 mm

ISBN                : 978-979-97312-3-4

Harga              : Rp 132.000,-

Nama Pramoedya Ananta Toer tidaklah asing di telinga pengkritik maupun penikmat sastra Indonesia. Karya Pramoedya yang berani membuatnya nyaris menghabiskan separuh hidupnya sebagai seorang tahanan. Jeruji penjara yang memerangkapnya tak mampu membatasi Pramoedya dalam menulis hingga lebih dari 50 karya dilahirkannya. Sastrawan fenomenal yang karyanya acap kali menyindir situasi sosial dan humanisme di Nusantara itu pun sempat mengguncang seisi dunia kesusastraan Indonesia melalui Tetralogi Buru yang ditulisnya sewaktu mendekam di Pulau Buru.

Bumi Manusia merupakan buku roman sejarah pertama dari Tetralogi Buru yang diterbitkan pertama kali pada pertengahan tahun 1980 oleh Penerbit Hasta Mitra. Karya sastra berhias kritik sosial semasa kolonialisme tersebut sempat dilarang oleh Jaksa Agung pada tahun 1981 akibat dianggap memuat ajaran komunis dalam tulisannya. Namun, Bumi Manusia kembali beredar pada triwulan ketiga tahun 2005 dan telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa asing hingga saat ini. Tak hanya membubuhkan imajinasi belaka melalui novel yang dikarangnya itu, Pramoedya pun turut memperlihatkan kebolehannya dalam menelusuri dokumen pergerakan awal abad 20. Berkat kepiawaiannya dalam menulis, Pramoedya berhasil membawa pembaca ke masa kolonialisme Belanda dengan mengisahkan fiksi sejarah yang meliputi pertentangan kelas sosial berbumbu roman yang ditulis dengan gayanya sendiri.

Pribumi Yang Merdeka

Berlatar belakang sejarah kebangkitan Indonesia semasa kolonialisme Belanda, kisah yang dimuat dalam Bumi Manusia berpusat pada revolusi sosial dan pemberontakan yang dikerahkan oleh kaum proletar terhadap kedudukan bangsanya di hadapan penjajah. Kisah berporos pada kehidupan seorang pribumi muda bernama Minke yang tengah mengenyam pendidikan di HBS, Surabaya. Wawasan luas dan pemikiran kritis yang dimilikinya menjadikan Minke pelajar revolusioner yang lebih dewasa ketimbang murid sebayanya. Pengetahuan serta peradaban Eropa yang diperoleh Minke semasa bersekolah pun turut memengaruhi pola pikir dan kepribadiannya sebagai pribumi Jawa yang perlahan terus memudar seiring kisah berjalan.

Diawali dengan taruhan yang melibatkan Minke dan salah satu kawannya, pemuda pribumi itu bertemu dengan gundik milik seorang Eropa totok yang bernama Nyai Ontosoroh dan Annelies-anaknya-yang jelita di Wonokromo. Berkat kesederhanaan dan kepandaiannya dalam memuji, Minke berhasil menyenangkan hati Annelies hingga keduanya saling jatuh cinta. Awal mula kisah cinta tersebut pun mendapat persetujuan dari Nyai Ontosoroh yang kemudian mengundang Minke untuk menetap di kediamannya. Menyadari kedudukannya sebagai pribumi terpelajar, Minke tentu mempertimbangkan ajakan tersebut sebab ia takut menjadi bahan gunjingan masyarakat setempat. Namun, Jean Marais selaku sahabatnya meyakinkan Minke untuk memenuhi undangan itu dan meninggalkan asramanya.

Berada di Wonokromo dalam tempo yang cukup lama membuat Minke semakin mengenal keluarga yang mendiami rumah tersebut. Satu demi satu konflik yang terjadi di kediaman Mellema pun terungkap. Tuan Herman Mellema menderita sakit jiwa akibat tuntutan pengadilan yang diajukan oleh istri dan anak sah-nya. Hal tersebut membuat Tuan Mellema sering meninggalkan Nyai Ontosoroh beserta kedua anak mereka begitu saja. Beruntung, Tuan Mellema sempat mendidik Nyai dan mengajarkan gundik yang dibelinya dari seorang juru tulis-ayah Nyai-tersebut cara mempertahankan perusahaan serta kebun yang dimilikinya.

Di lain sisi, Nyai Ontosoroh adalah wanita proletar yang gigih dan mendendam kaum borjuis yang semena-mena. Annelies sendiri merupakan seorang gadis 'pribumi' seusia Minke yang manja, cengeng, dan memiliki masa kecil yang sangat singkat. Nyai mengeluarkannya dari sekolah guna mendidik Annelies secara mandiri supaya gadis itu dapat membantunya bekerja dan meneruskan perusahaan. Berbeda dengan sang adik, Robert Mellema menetapkan dirinya sebagai peranakan Belanda dengan kedudukan yang lebih tinggi dari Annelies dan Nyai. Lambat laun, pribadi Robert semakin mendekati perilaku sang ayah yang gemar menghamburkan uang dan sering mendatangi lokalisasi milik tetangga mereka.

Setelah sekian lama Minke menetap di kediaman Mellema, isu-isu pun mulai bermunculan. Semakin bertumbuhnya perasaan cinta Annelies dan Nyai terhadap Minke menimbulkan kecemburuan di hati Robert hingga pemuda itu berniat untuk membunuh Minke. Rumor menyimpang mengenai dirinya yang beredar pun membuat Minke terancam dikeluarkan dari sekolah. Situasi semakin memanas usai ditemukannya mayat Tuan Mellema di rumah prostitusi milik Babah Ah Tjong. Minke dan Nyai Ontosoroh harus berupaya sebaik mungkin dalam menentang fitnah publik yang keliru serta memperjuangkan keadilan mereka sebagai rakyat pribumi di hadapan pengadilan. 

Usaha keduanya pun membuahkan hasil yang manis. Minke yang sempat dikeluarkan dari sekolah pun kembali diterima sebagai murid berkat bantuan Tuan Asisten Residen Herbert de la Croix yang menyenangi Minke sejak keduanya bertemu di upacara pengangkatan ayahanda Minke sebagai bupati. Walau tak lagi diakui oleh sang ayah, Minke berhasil lulus dengan prestasi yang gemilang dan menikah dengan Annelies kemudian. Namun, kebahagiaan tersebut tak berlangsung lama dan prahara kembali terjadi. Maurits Mellema-anak sah Tuan Mellema-menghendaki hak waris yang mencakup harta dan perusahaan peninggalan mendiang Tuan Mellema serta hak perwalian atas Annelies. 

Minke dan Nyai Ontosoroh pun terdesak. Menyadari posisi keduanya yang lemah di hadapan hukum Belanda, tak banyak hal yang dapat mereka perbuat. Menyewa pengacara dan juru tulis handal guna menanggapi keputusan pengadilan pun sia-sia. Pernikahan Minke dan hak asuh Nyai Ontosoroh yang dianggap tidak sah menurut hukum Belanda membuat keduanya kalah dalam pengadilan. Kisah pun ditutup dengan kepergian Annelies dari tanah Hindia menuju Amsterdam dan tangis Minke yang hanya dapat merelakan dara kesayangannya tersebut.

Catatan Poskolonialis

Layaknya bagian dari serangkaian tetralogi, Bumi Manusia memiliki kisah yang bersinambung pada jilid berikutnya. Deskripsi lugas mengenai pertentangan kelas dan kondisi pribumi di bawah hegemoni bangsa Eropa yang dikisahkan dalam Bumi Manusia menjadi dasar persoalan bagi buku selanjutnya. Sama halnya jilid pertama, Anak Semua Bangsa-jilid kedua dari Tetralogi Buru-banyak mengisahkan birokrasi pribumi yang dengan sukarela diperbudak oleh bangsa Eropa dan ketidakadilan di wajah hukum kolonial yang berlaku di seluruh penjuru Hindia (Tim CNN Indonesia, 2013. https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20190808120356-241-419476/sinopsis-tetralogi-pulau-buru-karya-pramoedya-ananta-toer). Namun, Anak Semua Bangsa menyajikan kisah dengan fokus yang berbeda dimana roman tak lagi menjadi problem utama sebab Annelies telah menjemput ajalnya sehingga kisah kehidupan Minke lebih berporos pada kariernya sebagai penulis revolusioner (Fike, 2013. https://www.kompasiana.com/fikekomala/552b07e3f17e610d64d623e2/anak-semua-bangsa-sinopsis).

Sebagai buah kesusastraan pascakolonialisme, Pramoedya bermaksud untuk mengilustrasikan hubungan antara kaum borjuis dan kaum proletar semasa periode peralihan abad 20 di Nusantara melalui Bumi Manusia. Karya tersebut berhasil memperlihatkan betapa jayanya bangsa Eropa sebagai masyarakat kelas tertinggi yang menguasai Hindia serta kaum pribumi yang dianggap hina. Pertentangan kelas tersebut jelas terlihat dari kepongahan Robert Mellema yang merasa berderajat lebih tinggi ketimbang Nyai dan Annelies serta aksi hakim berkulit putih yang berniat untuk mempermalukan Minke di hadapan pengadilan sewaktu pemuda pribumi itu diminta menerangkan hubungan asmara-nya. Namun, kedekatan Annelies dengan para pekerjanya dan pembelaan Tuan Mellema terhadap Nyai Ontosoroh justru menunjukkan bahwa terdapat sejumlah keturunan darah Eropa yang memperlakukan kaum pribumi sederajat dengan mereka. Karakter Nyai Ontosoroh pada Bumi Manusia juga berhasil mengubah pandangan khalayak umum seperti Minke bahwa tidak semua gundik berwatak hina. Perlawanan kaum proletar terhadap bangsa Eropa pun dapat dilihat dalam karya tersebut, dimana Minke menyuarakan pertentangannya terhadap hukum Belanda melalui warta-warta yang ditulisnya.

Pemakaian diksi asing dan serapan dalam Bumi Manusia pun digunakan sebagai bentuk ilustrasi berbahasa sesuai strata sosial kala itu. Istilah hukum dan administrasi negara banyak menggunakan bahasa asing seperti bahasa Inggris dan Belanda yang dianggap lebih superior sebab menyangkut hal-hal bersifat modern dan terpelajar (Ardianto, 2020: 44). Diksi asing yang kerap Minke gunakan dalam kesehariannya pun menggambarkan kebanggaan Minke akan pendidikan Eropa yang diterimanya semasa bersekolah. Hal tersebut dapat dilihat dari perilaku Minke yang cenderung menganggap remeh anggota keluarganya yang tak dapat berbahasa Belanda.

Bumi Manusia juga berhasil menggambarkan ideologi feminis poskolonial dimana tokoh-tokoh perempuan dikisahkan mengalami penindasan yang lebih berat, baik secara fisik maupun psikologis. Salah satu bukti digambarkannya hal tersebut dalam cerita ialah pekerjaan yang banyak dilakukan oleh Nyai Ontosoroh sebagai seorang pribumi wanita. Semasa penjajahan kolonial, hanya laki-laki pribumi saja yang bekerja dan mencari nafkah sementara perempuan hanya perlu berdiam di dalam rumah (Taqwiem, 2018: 136). Perempuan-terlebih gundik-seperti Nyai yang bekerja tentu tidak selaras dengan kondisi sosial masyarakat pribumi kala itu sehingga menimbulkan desas-desus dan gunjingan di tengah publik yang menyaksikannya. Pramoedya pun turut mengilustrasikan para perempuan Asia yang secara sukarela menjadi pekerja seks komersial di berbagai rumah prostitusi guna memperoleh upah yang cukup besar melalui tokoh Maiko. Hal tersebut menunjukkan betapa rendahnya derajat wanita semasa kolonialisme dimana perempuan lebih banyak dipandang sebagai objek belaka.

Penulisan Bumi Manusia menggunakan diksi arkais yang berlimpah dan beragam terminologi asing sehingga pembaca awam cenderung memerlukan waktu yang lebih lama untuk memahami alur kisahnya. Dimensi buku yang tergolong tebal pun dapat membuat pembaca kehilangan minat untuk membaca karya tersebut. Pembaca dengan waktu luang terbatas akan turut mempertimbangkan buku ini sebab kisah yang diceritakan cukup berat dan jumlah halaman buku begitu banyak. Roman dewasa yang terkandung di dalam Bumi Manusia juga membuatnya tidak sesuai apabila dibaca oleh anak-anak maupun remaja muda.

Di balik segala kekurangan yang dimilikinya, Bumi Manusia menyajikan alur yang sulit ditebak dan menarik untuk dibaca hingga akhir halaman. Segala persoalan dan konflik yang terjadi dikisahkan dengan sedetail mungkin sehingga kekosongan plot tidak ditemukan dalam penulisannya. Buku ini juga mengajarkan berbagai hal penting seperti sejarah kolonialisme dan situasi sosial kala itu yang menarik untuk dipelajari. Berbagai macam amanat disampaikan dengan begitu baik melalui percakapan dan aksi antartokoh di dalam buku. Secara keseluruhan, Bumi Manusia dikemas dengan sangat baik dan pantas dibaca oleh masyarakat yang ingin lebih mendalami sastra Indonesia di tengah waktu senggangnya.

---

Daftar Pustaka

Ardianto, Ardik. 2020. Gaya Kepenulisan Pramoedya: Stilistika atas roman Bumi Manusia. KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 25(1), 39-48. Tersedia di https://doi.org/10.14710/humanika.v25i1.18128. Diakses pada 26 September 2021 pukul 18:02.

CNN Indonesia. "Sinopsis 'Tetralogi Pulau Buru' Karya Pramoedya Ananta Toer" di https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20190808120356-241-419476/sinopsis-tetralogi-pulau-buru-karya-pramoedya-ananta-toer. Diakses pada 30 September 2021 pukul 20:15.

Fike, Ascencia. "Anak Semua Bangsa (Sinopsis)" di https://www.kompasiana.com/fikekomala/552b07e3f17e610d64d623e2/anak-semua-bangsa-sinopsis. Diakses pada 30 September 2021 pukul 20:18.

Hastuti, Nur. 2018. Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer Kajian Sosiologi Sastra. HUMANIKA, 25(1), 64-74. Tersedia di https://doi.org/10.14710/humanika.v25i1.18128. Diakses pada 26 September 2021 pukul 17:42.

Taqwiem, Ahsani. 2018. Perempuan dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer. Jurnal Tarbiyah: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 7(2), 133-143. Tersedia di https://dx.doi.org/10.18592/tarbiyah.v7i2.2217. Diakses pada 26 September 2021 pukul 18:00.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun