Mohon tunggu...
Okza Hendrian
Okza Hendrian Mohon Tunggu... Dosen - Electoral Analyst di Sygma Research and Consulting

Membaca dan sebagai coloumnis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketenaran dan Koneksi Keluarga dalam Parlemen Indonesia

8 Oktober 2024   16:40 Diperbarui: 8 Oktober 2024   16:40 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kompaspedia.com

Literasi Politik yang Rendah

Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh demokrasi di Indonesia adalah literasi politik yang relatif rendah di kalangan masyarakat. Pemilih yang memiliki pemahaman politik yang terbatas sering kali cenderung memilih berdasarkan populisme, bukan berdasarkan kualifikasi atau program kebijakan kandidat. Dalam konteks ini, artis dan anak pejabat mendapatkan keuntungan karena nama mereka sudah dikenal luas dan dianggap sebagai figur "aman" atau "terpercaya."

Anthony Downs, dalam teorinya tentang pilihan rasional dalam demokrasi, berpendapat bahwa pemilih sering kali mengambil keputusan politik dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat secara minimal. Di Indonesia, pemilih mungkin tidak selalu memiliki akses atau kesempatan untuk memahami kebijakan yang ditawarkan kandidat, sehingga mereka cenderung memilih figur yang mereka kenal. Akibatnya, artis dan anak pejabat lebih mudah memenangkan suara, meskipun kualitas atau kualifikasi politik mereka dipertanyakan.

Implikasi terhadap Demokrasi

Fenomena ini memiliki implikasi besar bagi kualitas demokrasi di Indonesia. Di satu sisi, masuknya artis dan anak pejabat ke parlemen mungkin mencerminkan keterbukaan politik di mana siapa pun, terlepas dari latar belakangnya, dapat mencalonkan diri dan terpilih. Ini mencerminkan prinsip kesetaraan dalam demokrasi di mana semua warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam politik.

Namun, di sisi lain, fenomena ini juga mengungkap kelemahan dalam demokrasi Indonesia. Ketika popularitas dan koneksi politik lebih diutamakan daripada kompetensi, maka kualitas pengambilan kebijakan bisa terpengaruh. Kebijakan yang dihasilkan mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan kebutuhan masyarakat, melainkan lebih dipengaruhi oleh kepentingan elit atau popularitas semata.

Masalah ini juga diperparah oleh polarisasi politik yang diperkuat oleh media sosial. Di era digital saat ini, informasi yang disebarkan melalui media sosial sering kali tidak akurat atau dipengaruhi oleh kepentingan tertentu. Hoaks, disinformasi, dan kampanye hitam menjadi alat bagi pihak-pihak tertentu untuk menggiring opini publik, yang sering kali membuat pemilih tidak dapat membuat keputusan yang benar-benar rasional.

Masuknya artis dan anak pejabat ke dalam parlemen Indonesia mencerminkan beberapa karakteristik yang unik dalam sistem demokrasi kita. Meskipun hal ini menunjukkan keterbukaan demokrasi, di mana siapa pun bisa mencalonkan diri dan terpilih, ada kekhawatiran bahwa fenomena ini dapat menurunkan kualitas pengambilan kebijakan.

Sebagai langkah maju, penting untuk memperkuat literasi politik di kalangan masyarakat dan memastikan bahwa partai politik lebih fokus pada kualifikasi dan program kebijakan, bukan hanya popularitas. Selain itu, perlu ada upaya yang lebih besar untuk mengurangi pengaruh dinasti politik dan memastikan bahwa kekuasaan politik tidak hanya diwariskan dari generasi ke generasi, tetapi terbuka bagi semua warga negara yang kompeten.

Demokrasi Indonesia adalah sebuah perjalanan panjang, dan fenomena ini adalah bagian dari proses evolusi politik yang harus dihadapi dengan hati-hati dan kritis.

Okza Hendrian., M.A

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun