Mohon tunggu...
Okza Hendrian
Okza Hendrian Mohon Tunggu... Dosen - Electoral Analyst di Sygma Research and Consulting

Membaca dan sebagai coloumnis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kabinet Zaken, Idealisme vs Realitas Politik Indonesia

14 September 2024   08:20 Diperbarui: 14 September 2024   08:21 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teori Good Governance dan Tantangan Prabowo

Jika kita mengacu pada Good Governance Theory yang diusung oleh Rosenbloom (2015), pemerintahan yang efektif harus mengedepankan tiga prinsip utama: efisiensi, partisipasi, dan akuntabilitas. Kabinet zaken pada dasarnya bisa memenuhi prinsip efisiensi, karena menteri-menteri yang diangkat memiliki kompetensi teknis dan keahlian di bidangnya. Namun, partisipasi dan akuntabilitas adalah dua aspek yang bisa menjadi masalah.

Partisipasi dalam konteks pemerintahan Indonesia tidak hanya berarti keterlibatan rakyat, tetapi juga partai politik sebagai elemen penting dalam demokrasi. Dalam sistem multipartai yang plural, mengesampingkan partai politik dari pemerintahan sama saja dengan meminggirkan bagian penting dari representasi politik di Indonesia. Partai-partai besar seperti Golkar, PAN, Partai Prabowo sendiri Gerindra maupun semua partai yang tergabung dalam KIM plus dan lainnya memiliki basis dukungan yang kuat di masyarakat. Jika partai-partai ini tidak mendapatkan bagian dalam pemerintahan, mereka bisa memilih untuk menarik dukungannya di parlemen, yang pada akhirnya dapat melemahkan stabilitas pemerintahan.

Selain itu, akuntabilitas juga menjadi isu penting dalam pemerintahan kabinet zaken. Meskipun teknokrat mungkin lebih berkompeten di bidang teknis, mereka mungkin tidak memiliki pengalaman politik yang cukup untuk menghadapi dinamika parlemen dan menjaga hubungan dengan konstituen. Politisi, di sisi lain, mungkin tidak memiliki keahlian teknis, tetapi mereka lebih berpengalaman dalam menghadapi tekanan politik dan mengelola hubungan dengan pemilih serta parlemen. Ini adalah dilema yang harus dihadapi oleh Prabowo jika ia benar-benar ingin membentuk kabinet zaken.

Dalam bukunya Governing in Europe (1999), Fritz W. Scharpf menguraikan bagaimana pemerintahan berbasis teknokrasi sering kali menghadapi kesulitan dalam mengimplementasikan kebijakan di tengah tekanan politik. Scharpf berpendapat bahwa teknokrat mungkin memiliki keahlian teknis yang diperlukan untuk merumuskan kebijakan yang baik, tetapi tanpa dukungan politik, kebijakan tersebut sulit untuk dieksekusi. Hal ini relevan dalam konteks Indonesia, di mana parlemen memiliki kekuasaan yang cukup besar dalam menentukan arah kebijakan.

Keahlian teknis saja tidak cukup untuk memimpin kementerian. Menteri juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang dinamika sosial-politik di Indonesia, yang sering kali sangat kompleks. Keterampilan manajerial dan kemampuan untuk bernegosiasi dengan berbagai pemangku kepentingan juga sangat penting dalam memimpin kementerian yang efisien dan efektif.

Jika kita melihat ke belakang, kabinet-kabinet yang pernah ada di Indonesia, termasuk yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo, selalu merupakan campuran antara teknokrat dan politisi. Hal ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan untuk keseimbangan antara keahlian teknis dan keterampilan politik. Kabinet yang sepenuhnya diisi oleh teknokrat mungkin terlihat ideal di atas kertas, tetapi dalam praktiknya, memerlukan lebih banyak kompromi.

Apakah Kabinet Zaken Bisa Terwujud di Indonesia?

Kesimpulannya, kabinet zaken adalah ide yang menarik dan memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas pemerintahan di Indonesia. Dengan menunjuk menteri yang kompeten di bidangnya, pemerintahan dapat bergerak lebih cepat dan efektif dalam menangani berbagai masalah bangsa. Namun, tantangan terbesar bagi Prabowo adalah bagaimana ia bisa menyeimbangkan antara idealisme kabinet zaken dengan realitas politik Indonesia yang menuntut adanya kompromi dengan partai-partai politik.

Dalam konteks ini, kabinet zaken mungkin tidak bisa sepenuhnya terlepas dari pengaruh politik, tetapi bisa menjadi langkah pertama menuju pemerintahan yang lebih profesional dan berbasis kompetensi. Prabowo perlu berhati-hati agar kabinet zaken yang diusulkannya tidak hanya menjadi gimik politik untuk meraih dukungan, tetapi benar-benar diterapkan demi kepentingan bangsa dan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun