Mohon tunggu...
Oky Nugraha Putra
Oky Nugraha Putra Mohon Tunggu... Freelancer - Universitas Padjadjaran

Alumnus Prodi Sejarah Unpad. Hobi membaca, menulis, olahraga (bersepeda, jogging, sesekali hiking), tertarik pada dunia kesejarahan (sosial-budaya, politik-militer).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Papajar 1437 H

23 April 2019   14:03 Diperbarui: 23 April 2019   14:29 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ohh akang uninga daging rendang ning. Aya kang, aya. Di gudang aya sababaraha tong anu eusina daging nu geus diawtkeun", Saviola menanggapi pertanyaan rendang Ridwan.

 

"Wah hoyong nyobian atuh kang. Kaleresan teu acan emam ieu. Heuheuheu".

 

"Mangga, mangga, gampil. Tapi sakedap. Sim kuring nemb eungeuh yn nami akang th sigana nami orang-orang Moro[2] nya. Berarti akang th kafir, nya !" Raut wajah Saviola yang tadinya ramah mendadak berubah menjadi beringas, penuh kebencian serta permusuhan.

 

Ridwan baru sadar bahwa ini bisa gawat bagi dirinya. Sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, Ridwan mengambil langkah seribu. Kabur !

 

"Pokokna kumaha carana urang kudu kabur ti kapal ieu. Bisa gawat mun dicacag di ieu kapal. Mana rendangna aing teu ngahakan deuih !,". Tanpa pikir panjang, Ridwan melompat dari buritan kapal menceburkan diri ke lautan. Beberapa saat setelah berada di dalam air.... Dia pun terbangun. Ridwan bermimipi. "Euh sugan th enyaan euy keur di Portugis. Boro mah hayang ngadahar rendang asli ditu. Aya-aya wa". Sambil kepayahan mengumpulkan kesadaran dia pun bangun dan segera masuk ke kamar mandi.

 Hari itu hari Rabu. Satu hari sebelum Ridwan, Hendra, dan Galih melaksanakan kegiatan Papajar. Setelah mencuci muka, Ridwan bersiap untuk melakukan olah raga di pagi hari. Apalagi hari sedang cerah. Ridwan pun melihat pemandangan sekitar kosannya. Gunung Geulis seperti sedang menyapa kepadanya. Manglayang seperti melambaikan tangan padanya. Tanpa pikir panjang, Ridwan pun ber-jogging menuju kampus. Kebetulan hari itu perkuliahan sedang libur. Setelah 15 menit berlari dari kosan ke kampus, Ridwan pun tiba di GOR kampus. Dia langsung melakukan pemanasan sebelum melakukan sprint  di sana. Ridwan menghabiskan waktu sekitar 1 jam di sana untuk berolah raga. Sekitar pukul 9 pagi dia memutuskan untuk pergi ke kosan Hendra.

 Kosan temannya itu berada di daerah Cikuda. Sebelum tiba di kosan temannya, Ridwan harus melewati jembatan yang sering disebut Jembatan Cincin. Dulunya jembatan ini merupakan jalur kereta api di masa kolonial menuju Tanjungsari, Sumedang. Di jembatan tersebut Ridwan berhenti sejenak dan menikmati pemandangan di bawahnya. "Indah sekali petak-petak sawah ini. Namun sayang, tidak lama lagi, sawah-sawah ini akan tergerus atas nama pembangunan", Ridwan melirik ke sebelah kiri di mana terdapat apartemen yang baru dibangun. Ridwan pun kembali berjalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun