Apa mauku, Â kau tanya
Apa Inginku, kau menyeranta
Aku ingin merongrong padamu selalu,
seperti malam merongrong fajar untuk segera kembali
seperti matahari ingin kembali dekat dengan bulan dalam gerhananya.
Apa aku bisa? Apa kau bisa? Apa kita bisa?
Aku berhenti bertanya; mengatupkan kata kata indahku.
Setiap malam, jeritan hatiku melonglong merusak fajar,
menghancurkan sendunya subuh.
Perlahan.
Aku terjaring rindu,
seperti barat dan timur rindu untuk bersatu,
seperti hatiku rindu akan kata kata rayuan mautmu.
Engkau menghilang, wahai sanubari.
Telah lama aku menantikan cahaya yang melegakan hausku,
telah lama aku bermandikan kekeringan hati dalam kesedihan.
Aku katakan, senyummu jauh menggairahkan daripada senja di pegunungan.
Kata katamu bijak ketika membelai rambutku perlahan.
Ah, aku rindu. Nyatanya.
Entah bagaimana aku perlakukan kopi ini tanpamu.
Kopi ini perlahan tak lagi mampu melawan dinginnya.
Air sudah tercemari segarnya.
Ah, aku rindu.
Rindu engkau yang lucu, namun memotivasiku.Â
Sekarang, perawakanku menakutkan orang.
Aku keras di luar, lembut di hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H