Mohon tunggu...
Oky
Oky Mohon Tunggu... Lainnya - Housewife

Self Development

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi Indah Romusha

21 Agustus 2024   15:31 Diperbarui: 21 Agustus 2024   17:13 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

               Mata Suwarno berkunang-kunang. Dia tak lagi bertenaga meski hanya untuk mengangkat kakinya. Suwarno menggeser badannya dengan susah payah demi bersandar ke tempat yang sekiranya tidak terlihat oleh serdadu berseragam coklat yang mondar-mandir di sepanjang waktu.

            "Suwarno, apa yang kau lakukan?"

            "Biarkan aku istirahat sejenak," jawab Suwarno dengan nafas terengah.

              Jantung Slamet berdegup kencang mendengar jawaban Suwarno. Slamet juga tak kalah lelahnya, tapi tak sedikitpun ada keberanian untuk melakukan hal yang sama.

           "Nekad kamu Suwarno."

            Suwarno menanggapi rekannya dengan seringai senyuman.

            Slamet tak ingin bertindak gegabah seperti Suwarno. Dia harus tetap bertahan dalam teriknya sengatan matahari.

           "Air..air.."

            Slamet mendengar dengan jelas rintihan Suwarno. Terlalu berisiko jika dia membantu Suwarno karena isi senjata dari serdadu bisa-bisa mengarah padanya.

           "Maafkan aku. Aku harus selamat demi keluargaku," ucap Slamet dan berjalan menjauh dari Suwarno.

------------------------------------------------

            Hari sudah gelap ketika Suwarno terbangun. Suwarno melihat di sekeliling namun tak menemukan siapapun.

            "Apa pekerjaan ini sudah dihentikan?" tanyanya pada dirinya sendiri.

            Suwarno bangkit dari tempatnya tertidur. Suwarno melakukan peregangan pada tubuhnya. Dia merasa tidak lagi lemas ataupun haus.

            "Ternyata tidur memang bisa membuat badan kembali segar," katanya dengan mengepalkan tangan kanannya pertanda pulihnya tenaga.

            Suwarno berjalan menyusuri area pertambangan. Udara malam itu lebih segar dari biasa dia rasakan. Bulan dan bintang yang bersinar seakan menemani langkah Suwarno.

            "Jika pekerjaan ini sudah selesai aku harusnya mendapat upah beras untuk keluargaku,"

            Suwarno sedikit menyesali tindakannya yang tidur sepanjang siang. Jika saja dia bertahan dia sudah mendapat jatah beras bahkan sudah bisa pulang kembali ke rumah dan bertemu dengan ibunya.

            "Bodoh!harusnya aku tetap terjaga tadi. Sekarang pasti sudah tidak ada orang."

            Area penambangan sedemikian sepinya, tak ada teman-teman sesama pekerja bahkan penampakan para serdadu. Tak ada yang bisa Suwarno lakukan selain merelakan upahnya dan memilih mencari jalan keluar untuk kembali pulang.

------------------------------------------------

            "Pak, arah ke Desa Saman kemana ya?"

            Malam begitu gelap hingga membuat Suwarno buta arah. Suwarno mendapati seorang pria tua dalam perjalanannya memasuki jalan yang dipenuhi lebatnya pepohonan.

            "Apa kamu tersesat Nak?"

            "Iya Kek."

            Kakek tua itu terlihat mengamati Suwarno dan mengambil nafas panjang.

            "Berjalanlah lurus dan jangan berhenti meski teramat lelah. Ibumu sudah lama menunggu!"

            "Eh iya Kek,"

            "Kamu sudah tersesat terlalu lama. Kamu anak yang berbakti, doa Ibumu akan membawamu ke surga," kata si Kakek sambil mengalihkan pandangan ke arah langit.

            Meski tak paham bagaimana Kakek itu tahu dia tinggal hanya bersama Ibunya, Suwarno menuruti arah yang diberikan. Angin malam ternyata membuatnya menggigil. Batang besar pohon seolah menawarkan tempat agar Suwarno bisa beristirahat untuk menghangatkan tubuhnya.

            "Tidak, tidak aku sudah kehilangan upah gara-gara tertidur sekarang aku tidak ingin kehilangan waktu untuk bertemu Ibu," ujar Suwarno teringat pesan Kakek.

------------------------------------------------

            Gapura penanda Desa Saman sudah terlihat. Suwarno menghela nafas lega. Cahaya bulan dan bintang masih setia menemani. Suwarno terheran dengan malam yang terasa amat panjang padahal dia yakin telah menempuh perjalanan yang lama namun langit tak kunjung berarah terang.   

            Suwarno terkejut ketika terdengar kentongan dari dalam desa dibunyikan. Suwarno merangsak masuk dan melihat Pak Nurdin yang ternyata membunyikan kentongan. Tak beberapa terlihat para warga keluar dari rumah.

            "Ahmad, ada apa?" tanya Suwarno ketika melihat tetangganya berpapasan jalan dengannya, namun sayangnya Ahmad hanya berlalu tanpa menggubris pertanyaan Suwarno.

            "Pak Yadi, Pak Yadi!"

            Teriakan panggilan untuk Pak Yadi juga tidak mendapat tanggapan. Orang-orang rupanya terlalu sibuk berlari untuk berkumpul mendengarkan berita penting yang dibawa oleh Pak Nurdin. Suwarno terpaksa berhenti untuk ikut menyimak sebelum dia berjalan ke rumah.

            "Indonesia telah merdeka! Soekarno telah membacakan proklamasi kemarin pagi. Memang terlambat desa kita mengetahuinya. Kita telah merdeka! Tak ada lagi Nippon di tanah ini!"

            "Ini isi proklamasi yang saya salin. PROKLAMASI. KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENJATAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA. HAL-HAL JANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN D.L.L., DISELENGGARAKAN DENGAN TJARA SEKSAMA DAN DALAM TEMPO JANG SESINGKAT-SINGKATNJA. DJAKARTA, HARI 17 BOELAN 8 TAHUN 05. ATAS NAMA BANGSA INDONESIA. SOEKARNO/HATTA.

            Berita yang disampaikan Pak Nurdin membuat gempar seluruh warga. Sorak sorai dan isak tangis tak terelakkan. Para warga berpelukan bahkan sebagian besar sudah berlari untuk memberi kabar ke rumah mereka masing-masing.

            Suwarno tak kalah senangnya namun tak lama tersadar ketika mendengar penanggalan yang disebutkan Pak Nurdin.   

            "05? Apa tidak salah?"

            "Pak Nurdin, apa tidak salah tahunnya?"

            Pak Nurdin tidak menjawab pertanyaan Suwarno bahkan bergegas membalikkan badan dan berjalan dengan cepat.

            "Bukankah tahun sekarang masih 03?2603 kan?"

            Suwarno terus bertanya dan mengikuti Pak Nurdin dari belakang. Suwarno terhenyak ketika ternyata Pak Nurdin berhenti di depan rumah Ibunya.

            Tok tok.

            Tok tok.

            "Iya sebentar."

            Terdengar sahutan dari suara yang Suwarno rindukan selama ini.

            "Ibu. Aku pulang!" teriak Suwarno

             Suwarno yakin mata Ibunya berarah padanya namun sedetik kemudian beralih ke Pak Nurdin seolah-olah hanya ada Pak Nurdin yang ada dihadapannya.

            "Indonesia sudah merdeka Bu. Sudah tak ada lagi Nippon. Kehidupan desa ini akan tenang," terang Pak Nurdin.

             Alih-alih senang, si Ibu menangis dengan kencang. Tubuh Ibu terpaksa ditopang Pak Nurdin. Suwarno berusaha mendekat tapi kakinya tak bisa dimajukan seolah ada sekat besar antara dia dan Ibunya.

            "Saya mengerti perasaan Ibu. Andai Suwarno masih ada berita ini akan menjadi berita yang membahagiakan. Mari kita berdoa agar Suwarno tenang di surga."

            Seketika mata Suwarno kembali berkunang-kunang dan merasakan tubuhnya melemah.

------------------------------------------------

            Suwarno membuka mata di tengah panasnya sinar matahari. Nafasnya sungguh berat. Rasa dahaga terasa menjadi-jadi.

            "Air.. air..!" teriak Suwarno sejadi-jadinya.

            "Air? Ka-mu be-ra-ni min-ta air!!"

            Permintaan Suwarno ditanggapi begitu ketus oleh serdadu yang sedang berdiri dihadapannya. Slamet hanya mampu melihat kejamnya perlakuan Nippon kepada pribumi.

            "Ini!minumlah!"

            Serdadu Nippon itu mengguyurkan air kotor dari atas kepala Suwarno.

            Suwarno tak peduli dengan rasa air yang sudah masuk ke tenggorokannya.

            Suwarno tersenyum mengingat mimpi yang terasa sangat nyata. Mimpi yang begitu indah untuk seorang romusha yang berada di ambang kematian.

           Mimpi tentang masa depan kemerdekaan Indonesia.

------------------------------------------------

           

            Biodata:

            Hai, saya Oky seorang yang sedang mencoba mengembangkan diri untuk mengasah kreativitas di bidang penulisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun