Mohon tunggu...
Oky
Oky Mohon Tunggu... Lainnya - Housewife

Self Development

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pencari Pendaki yang Hilang

30 Juni 2024   14:09 Diperbarui: 30 Juni 2024   14:18 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ibu.. Danang minta restu untuk turun ke Merapi hari ini, " ucap Danang bersimpuh dan mencium tangan Ibunya.

            Semalaman Danang tidak bisa tidur dan selalu seperti itu setiap hendak turun ke Merapi. Usapan tangan Ibu di kepalanyalah yang mampu membuat perasaannya sedikit tenang. Ibunya tak berkata apa-apa namun anggukan kepala Ibu menandakan Danang sudah mendapat restunya.

            Gusti, lindungilah anak saya dalam perjalanannya. 

            Bapak, jaga dan dampingi anak kita.

            Ibu berujar dalam hati sambil menyeka air mata yang menetes tepat ketika melihat putra satu-satunya hilang dari pandangan. Dilihatnya langit bergelayut awan-awan hitam. Hari itu dia tidak akan tidur sampai Danang kembali ke rumah.

--------------------------------------------------

            "Mas Danang, kita turun jam berapa?" tanya seorang pria berseragam oranye.

            "Sebentar kita tunggu cuacanya, sepertinya akan turun hujan," ujar Danang.

            Benarlah firasat Danang. Tak lama hujan turun dengan deras. Danang dan Tim SAR yang bertugas menunggu hujan reda di dalam tenda.

            "Rokok?" tanya Rizky.

            Danang mengambil sebatang rokok yang ditawarkan padanya.

            "Kopi memang harus dengan rokok," ujar Danang.

            "Inilah resiko pendaki pemula. Mereka pikir gunung mudah ditaklukan," kata Rizky.

            "Apa mereka semua benar-benar baru pertama kali ke sini?" tanya Danang.

            "Iya. Katanya mereka sudah sering lihat Youtube pendakian jadi merasa yakin kalau bisa melakukan pendakian dengan selamat. Cih," jelas Rizky dengan senyuman sinis.

            Danang menghisap rokoknya dalam-dalam. Kemarin dia mendapat kabar tentang adanya dua orang pendaki dari Jakarta yang melaporkan bahwa satu temannya hilang karena tersesat. Tim SAR sudah sempat melakukan penyisiran tapi tak mendapatkan hasil hingga Komandan Tim SAR menghubungi Danang untuk membantu proses pencarian. Siapapun tahu Danang adalah penduduk asli Merapi yang akan gigih untuk menemukan pendaki yang hilang, meski masih dalam keadaan selamat ataupun yang sudah menjadi mayat.

            "Siapa nama yang tersesat?"

            "Abdul."

            Jantung Danang berdegup kencang. Anak itu harus ditemukan.

 --------------------------------------------------

            Matanya terbuka, dadanya terasa sakit seperti ditekan-tekan, dan pipinya terasa panas seakan ditampar.

            "Nama kamu siapa? Ke sini dengan siapa?"

             Samar-samar dia melihat bayangan banyak orang. Tubuhnya terlalu ringkih untuk bangkit. Tenggorokannya terasa kering.

            "Kasih air minum dulu," ucap pria berkepala plontos.

            "Saya Danang Pak. Ke sini sama Bapak," mulutnya sudah mampu berucap setelah meminum air namun tubuhnya sungguh tak berdaya. Danang pingsan.

            Tahu-tahu Danang sudah berada di tempat tidur di rumah sakit. Ibunya girang ketika melihat anaknya sudah terbangun.

            "Bu.. Bapak mana?" tanyanya seketika menyadari bahwa Bapak tidak ada disamping Ibu.

            "Bapak masih dicari Nang. Kita doa buat Bapak ya," kata Ibu sambil memijit tangan Danang.

--------------------------------------------------

            "Bapak saya harus ditemukan!!" teriak Danang ketika petugas Tim SAR datang ke rumah untuk mengabarkan perihal berhentinya proses pencarian bapaknya.

            "Nak Danang kami sudah berusaha. Kami memiliki batas waktu untuk menelusuri gunung. Saat ini aktivitas gunung sedang berbahaya, jika ini dilanjutkan maka akan mengancam yang lain juga," jelas petugas.

            Setiap malam Danang mendengar Ibunya menangis. Danang tak tahan mendengarnya. Danang mendendam kepada alam karena telah mengambil Bapaknya dan membuat dirinya dan Ibunya larut dalam kesedihan.

            Danang masih berusia 15 tahun ketika peristiwa memilukan itu terjadi. Demi membalaskan dendamnya kepada alam, Danang bertekad untuk mencari Bapaknya hingga ketemu.

            "Menaklukan gunung itu perlu ilmu. Emosi hanya akan membuatmu tersesat," kata Pak Andika.

            Berbekal kata-kata Pak Andika, Danang rajin berlatih untuk menjadi pendaki yang handal.

            "Jangan Nang. Jangan diteruskan. Bapak sudah tenang di sana," Ibunya kala itu memohon agar Danang menghentikan langkahnya untuk menjadi pendaki.

            "Tidak Bu, Danang harus menemukan Bapak," tukas Danang.

            "Buat apa Nang. Kamu mau hilang seperti Bapak dan meninggalkan Ibu?" tanya Ibu.

            "Bukan.. bukan itu Bu. Alam tidak boleh menang. Danang tidak ingin jadi pecundang. Danang tidak akan menyerah mencari Bapak sampai darah penghabisan."

            Kata-kata Danang terakhir rupanya membuat Ibunya terdiam. Danang memang anak Bapak. Karakternya sangat kuat jika sudah bertekad.

            "Pergilah jika itu maumu. Ibu tidak akan melarang. Jadilah pendaki yang hebat."

--------------------------------------------------

            Tujuh tahun sudah Danang menjadi pendaki. Dendamnya kepada alam membuatnya tumbuh menjadi pendaki yang handal.  Tujuan Danang tidak lagi hanya untuk menemukan Bapaknya tetapi juga bergabung menjadi tim penyelamat untuk mencari dan menemukan pendaki yang hilang.

            "Aku tak ingin kejadian Bapakku terulang. Betapa sedihnya ketika keluarga tidak bisa melihat korban untuk terakhir kali. Meski dalam kondisi mati, paling tidak keluarga bisa menguburkan jenazah dan menyambangi makamnya. Aku akan terus mencari Bapakku dan berjuang untuk mereka yang hilang," tegas Danang.

            "Aku turut sedih atas kejadian Bapakmu. Siapa nama Bapak?"

            "Nama Bapakku, Abdul."

--------------------------------------------------

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun