Kedua sahabatku cepat-cepat mendahului aku untuk menyiapkan daging itu untukku. Aku merasa diistimewakan oleh kedua sahabatku ini. Setibanya aku di sana, mereka langsung menyodorkan semangkok yang dalam sudah dipenuhi daging. Aku tak menolak. Aku pun langsung mengambil mangkok itu dari salah satu tangan sahabatku itu. Namun sebelum aku memakan daging di mangkok itu. Aku menatap ke arah wajah kedua sahabatku itu dan aku bertanya.
"Apa nama daging ini?" Tanyaku. Sambil menunjuk daging yang ada dalam mangkok itu.
"Ohh,, itu namanya daging buruan!" Jawab salah satu sahabatku. Tangannya ia garuk-garukkan pada kepalanya.
"Di mana kalian memburu daging buruan kalian ini?" tanyaku lagi. Â
"Di hutan putri malu." Jawab sahabatku yang satu lagi.
"Tetapi tubuh kalian tak ada cakaran dari durinya putri malu??" Tanyaku penuh penasaran.
"Iya, tubuh kami tidak kena cakaran dari putri malu, karena kami membunuh buruan itu dengan senapan bukan dengan tubuh kami." Jawab mereka terhadapku. Tatapan mereka sangat tajam melihatku. Sepertinya mereka tidak mau ditanyakan lagi.
"Bukankah kalian juga menggunakan tubuh kalian untuk memegang senapan untuk membunuh buruan kalian itu?" Tanyaku penuh dengan ketelitian.
"Iya itu benar! Tapi yang mematikan buruan kami itu yang keluar dari senapan itu. Kami hanya menggunakannya untuk memburu buruan kami!!" Jawab mereka terhadapku. Di wajah mereka sudah kemerah-merahan tandanya mereka tak mau ditanyakan lebih lanjut lagi.
Aku memilih diam tak mau mempertanyakan hasil buruan mereka lagi. Apalagi kedua sahabatku ini sangat hebat. Aku tak mau membuat mereka marah dengan pertanyaan-pertanyaanku dan membuat mereka akan membicarakan namaku di antara mereka. Aku memilih diam dan selerah makanku sudah hilang. Aku tak mau memakan daging buruan mereka itu.
Sahabatku yang satu memaksakan aku untuk memakan daging buatan mereka itu. Namun aku menolak untuk memakannya.