Mohon tunggu...
Okti Winarti Aulia Fazrin
Okti Winarti Aulia Fazrin Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Book and Music enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Fenomena Kidfluencer, Mengasah Bakat atau Mengejar Likes?

23 Juni 2024   09:41 Diperbarui: 23 Juni 2024   13:37 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak sedang membuat konten media sosial. (Sumber: Freepik)

Istilah influencer sudah tidak asing dalam masyarakat sekarang ini. Influencer sendiri merujuk pada seseorang yang memberi pengaruh kepada masyarakat melalui konten media sosial yang menarik. 

Umumnya influencer memiliki suatu tema konten tertentu, contohnya beauty influencer, food influencer, parenting influencer, lifestyle influencer, dan lain-lain. 

Melalui konten-konten tersebut seorang influencer berusaha mempengaruhi masyarakat agar meniru gaya hidup serta tingkah laku mereka, termasuk membeli atau menggunakan suatu barang dan jasa.

Perkembangan media sosial di era digital seperti sekarang merangkul semua kalangan untuk dapat terlibat di dalamnya, termasuk anak-anak. Maka dari itu, muncullah istilah kidfluencers. 

Selayaknya influencer dewasa, kidfluencers juga terlibat dalam mempromosikan suatu barang atau jasa dalam konten yang dibalut menarik. Masyarakat dapat dengan mudah menyaksikan konten menggemaskan mereka melalui akun atas nama mereka sendiri yang dikelola oleh orangtua.

Munculnya kidfluencer biasanya diawali oleh orangtua yang hanya ingin mendokumentasikan momen anaknya di akun pribadi. Lalu tanpa sengaja video tersebut disukai banyak orang, yang pada awalnya video tersebut hanya untuk konsumsi pribadi, akhirnya menjadi konsumsi publik. 

Video unggahan tersebut ternyata menghasilkan pundi-pundi rupiah yang membuat orangtua terus mengunggah video-video lainnya. Bukan hanya faktor ketidaksengajaan, kidfluencer juga muncul dari orangtua yang berprofesi sebagai influencer atau artis terkenal.

Menurut jurnal yang ditulis oleh Afdal dan Annisa dari Universitas Mercu Buana, orangtua memiliki beberapa motif dalam mengunggah foto atau video anak di sosial media. 

Pertama, ingin mendokumentasikan tumbuh kembang sang anak, namun karena keterbatasan memory card handphone mereka mengunggah foto dan video anak ke sosial media. 

Kedua, orangtua ingin anaknya dikenal oleh banyak orang. Ketiga, tuntutan untuk berbagi momen terutama kepada keluarga yang berada jauh. Keempat, sebagai wujud rasa bangga dan bersyukur atas apa yang mereka miliki.

Dikutip dari artikel Gizellajuf di Kompasiana, kidfluencer memiliki perbedaan dengan artis cilik. Jika artis cilik harus berpura-pura menjadi orang lain atau berakting. Sedangkan kidfluencer tampil sebagai dirinya sendiri. Hal ini dilakukan dengan dalih berbagi kebahagiaan atau untuk mengasah bakat anak. 

Namun, dibalik semua itu, terdapat tujuan lain, yaitu memperoleh popularitas dan keuntungan finansial. Akibatnya, muncullah kontroversi seperti eksploitasi dan cyberbullying. Lalu apakah fenomena kidfluencer ini murni hanya untuk mengasah bakat anak atau untuk mengejar likes demi mendapatkan pundi-pundi rupiah?

Bagi orang yang pro terhadap fenomena kidfluencer ini menganggap media sosial adalah wadah yang tepat untuk mengasah potensi dan bakat anak. Anak-anak dapat mengekspresikan kreativitas mereka, melatih keterampilan berbicara, serta meningkatan kepercayaan diri. Anak-anak berbicara di depan kamera dan berinteraksi dengan penggemar dapat membangun karakter yang kuat dan rasa percaya diri tinggi.

Di sisi lain, terdapat dampak negatif dari fenomena ini. Anak-anak akan menghadapi tekanan karena terus-menerus menghasilkan konten demi mendapatkan likes dan followers. 

Mungkin, anak-anak belum memahami apa dampak dari popularitas mereka karena yang mereka lakukan hanya melakukan sesuatu di depan kamera. 

Tetapi, hal tersebut dapat berdampak pada psikologis mereka. Selain itu, anak-anak juga akan cenderung kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya karena terlalu fokus membangun citra di media sosial. Maka dari itu orangtua harus tetap memberi ruang kepada anak untuk bersosialisasi di dunia luar.

Kemudian muncul sebuah pertanyaan, apakah fenomena kidfluencer termasuk eksploitasi anak? 

Dr. Nur Ainy Fardana N, Pakar Psikologi anak memberikan tanggapan bahwa hal tersebut dapat dikatakan eksploitasi jika sampai menghilangkan hak-hak anak. 

Beliau juga menambahkan, jika anak-anak melakukannya dengan senang hati tanpa rasa tertekan atau tidak nyaman, maka itu tidak termasuk ke dalam eksploitasi anak. Meskipun begitu, kondisi psikologis anak harus menjadi fokus utama.

Maka dari itu, orangtua berperan penting untuk memperhatikan hak dan tumbuh kembang anak secara optimal. Orangtua harus memastikan bahwa anak-anak mereka tetap menikmati masa kecil mereka dan tidak terlalu terobsesi dengan popularitas online. 

Memiliki jadwal yang seimbang antara pembuatan konten dan waktu bermain serta belajar sangat penting untuk memastikan bahwa anak-anak tetap mendapatkan pengalaman masa kecil yang sehat.

Fenomena kidfluencer adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ini dapat menjadi cara yang bagus untuk mengasah bakat dan kreativitas anak-anak. Di sisi lain, tekanan untuk mengejar likes dan popularitas dapat berdampak negatif pada perkembangan mereka. Oleh karena itu, keseimbangan adalah kunci. 

Orangtua harus memainkan peran aktif dalam membimbing dan melindungi anak-anak mereka, memastikan bahwa mereka tidak kehilangan masa kecil yang berharga dalam upaya untuk menjadi bintang media sosial.

Dengan pendekatan yang tepat, kidfluencer dapat mengembangkan bakat mereka tanpa harus mengorbankan kebahagiaan dan kesejahteraan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun