Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pendidikan Politik Buat Anak Muda, Perlu!

26 Oktober 2023   13:52 Diperbarui: 30 Oktober 2023   21:35 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Politik (Unsplash, Parker Johnson)

Tahun depan kita akan menjalani pesta demokrasi Indonesia. Dengan ingar-bingar dan berbagai drama politik yang terjadi selama 2023, sepertinya kita akan menghadapi Pilpres dan Pileg 2024 yang sengit dan lebih seru dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Tidak seperti pada zaman kita atau orang tua kita dulu, kaum muda kini jadi pihak yang sangat dibidik oleh partai-partai politik untuk Pemilu 2024 guna mendulang sejumlah besar suara (suara milenial + gen Z pada Pemilu 2024 diperkirakan mencapai.52%). 

Dengan jumlah dan peranan mereka yang makin signifikan di tengah masyarakat, suara milenial dan Gen Z pun dianggap makin penting. Ini bisa dilihat dari makin seringnya parpol atau bacapres & bacawapres datang ke berbagai komunitas anak muda serta menggunakan influencer anak muda dalam kegiatan kampanye mereka. 

Jelas, anak muda bukan lagi kaum marginal dalam arena Pemilu. Seperti berbagai golongan masyarakat dan kelompok usia lainnya, keberadaan mereka penting dan berdampak.

Nah, karena Pilpres dan Pileg merupakan cara demokratis untuk menentukan perjalanan bangsa 5 tahun ke depan, penting juga dong supaya anak-anak muda ini punya wawasan politik untuk menentukan suaranya nanti. Jangan sampai di TPS nanti mereka asal coblos atau menggunakan rumus cap cip cup karena sama sekali buta perihal capres-cawapres dan partai-partai pendukungnya.

Dalam konteks inilah pendidikan politik menjadi perlu bagi anak muda. Pendidikan politik sendiri adalah tools atau sarana yang melaluinya anak muda dapat memperoleh wacana, idealisme, dan preferensi yang benar dan diperlukan guna memilih dan bersuara. 

Kaum muda setidaknya perlu paham mengapa mereka (perlu) memilih, apa dan siapa yang mereka pilih, serta etika politik agar mereka tidak menjadi pemilih yang asal dan bertanggung jawab dalam menentukan nasib bangsa. 

Dengan makin banyaknya anak muda yang paham politik dan dunia politik, semakin besar pula kesempatan kita untuk tidak mendapat "kucing dalam karung" dari hasil Pemilu.

Jelas, sekolah tidak memiliki kurikulum pendidikan politik untuk diberikan kepada peserta didik. Meski ada pelajaran sejarah atau materi-materi lain yang terkait dengan politik dalam pelajaran sekolah, tetapi tentu saja itu tidak cukup untuk membuat anak muda memahami politik. 

Keluarga, berbagai komunitas dan organisasi masyarakat (dan keagamaan), LSM, bahkan partai-partai politik perlu berperan dalam hal ini. Anak muda perlu diajak untuk mengenal apa itu politik, teori-teori politik, tujuan politik, serta berbagai aktivitas dan peran dari pihak yang terlibat dalam politik.

Buku, ceramah, seminar, diskusi, dan ngobrol bareng dalam tema politik yang dilakukan secara onsite maupun dalam berbagai platform online bisa jadi sarana dan media yang baik dalam menyediakan pendidikan dan literasi politik bagi anak muda. 

Dalam keluarga, orang tua juga bisa mengajak anak berdiskusi tentang masalah dan situasi politik yang tengah terjadi dalam berbagai kesempatan. 

Ilustrasi Politik (Unsplash, Parker Johnson)
Ilustrasi Politik (Unsplash, Parker Johnson)

Bergabung dalam organisasi kemasyarakatan atau politik bahkan dapat membantu anak muda untuk langsung terjun di dunia politik. Ada banyak wakil rakyat, tokoh politik nasional, atau pemimpin kita yang memiliki latar belakang sebagai aktivis politik atau pergerakan saat mereka masih menempuh pendidikan. Sukarno adalah satu contoh pemimpin bangsa yang sejak mudanya sudah tertarik pada dunia politik dan terjun di dalamnya.

Dalam pendidikan politik, penting juga untuk disampaikan kepada anak muda agar mengedepankan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, kesetiaan, keadilan, moral, dan etika sebagai standar utama dalam menentukan sikap atau memberikan suara. Mengapa? Sebab, kita semua pasti ingin mendapatkan pemimpin dan wakil rakyat yang benar, jujur, adil, dan setia dalam memimpin bangsa kita ke depan. 

Dengan konteks yang demikian maka pemimpin dengan track record baik, jejak rekam bersih, serta yang benar-benar memiliki integritas yang baik dalam masyarakatlah yang perlu kita pilih. Tanpa filter dari nilai-nilai tersebut, sulit untuk mendapatkan pemimpin yang mau melayani dan bebas dari ambisi pribadi.  

Saya sendiri mendapat pendidikan politik dari ayah saya. Beliau gemar bercerita dan diskusi tentang situasi, tokoh, kondisi, peristiwa, serta berbagai intrik politik yang terjadi saat itu. Tentu saja, pandangan ayah saya bisa sangat bias dan tidak objektif karena ia cenderung memiliki preferensi pada partai atau tokoh tertentu. Namun, tumbuh dengan pengetahuan seperti itu, sedikit banyak membuat saya jadi lebih kritis dalam melihat pergerakan politik, ide dan gagasan yang diusung parpol dan capres-cawapres, serta arah dan tujuan mereka.

Dengan memiliki wawasan politik yang cukup, anak muda jadi punya modal untuk mampu memilih dan menentukan pilihan dengan bijak. Harapannya, mereka kemudian akan berusaha memilih wakil rakyat, partai, dan pemimpin yang terbaik, bukannya asal pilih. Dengan melakukannya, mereka sudah berkontribusi bagi terwujudnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.

Satu hal lagi. Meski politik seringnya dinilai kotor, identik dengan kecurangan, banyak drama, serta sering berakhir dengan ending yang ga happy ending, tetapi jangan sampai kita menjadi anti-politik. Sebab, seperti kata Aristoteles, politik merupakan usaha yang ditempuh warga negara demi mewujudkan kebaikan bersama. Tanpa politik, bagaimana kebaikan bersama dalam sebuah bangsa dapat terwujud?

Kaum muda sekarang adalah calon pemimpin masa depan. Pada tahun 2045, Indonesia akan meraih bonus demografi, di mana jumlah penduduk usia produktif akan melampaui penduduk usia nonproduktif. Jika anak muda tidak memiliki wawasan politik atau tahu tentang dunia politik, bagaimana nasib bangsa kita pada masa depan?

Jadi, jangan enggan belajar politik. Sebaliknya, gunakan wawasan politik itu untuk mampu memilih yang terbaik, bersuara, dan mewujudkan kebaikan bersama bagi masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun