Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Bijak Menggunakan Uang Sama dengan Sumbangsih Bagi Keadilan Sosial dan Kelestarian Lingkungan

3 Agustus 2021   19:45 Diperbarui: 4 Agustus 2021   04:01 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menabung (Unsplash, Visual Stories || Micheile)

Dalam tulisan sebelumnya "Minimalis, Frugalis, atau Milenialis?", saya menyinggung tentang gaya hidup frugal living. 

Saya sendiri bukan penganut frugal living, tetapi ada beberapa hal yang saya setujui dari konsep hidup ini, di mana salah satu di antaranya adalah kesadaran dalam menggunakan uang.

Nah, apakah kita sudah memiliki kesadaran dalam menggunakan uang?

Kesadaran di sini bukan berarti sekadar sadar dengan jumlah yang dikeluarkan, dengan apa yang dibeli, atau sadar dengan jumlah uang yang dimiliki. 

Kesadaran menggunakan uang dalam bahasa saya sendiri berarti berhikmat atau bijak dalam menggunakan uang. 

Dengan perkataan lain, di balik alasan memutuskan untuk mengeluarkan atau tidak mengeluarkan uang, kita memiliki dasar atau penilaian yang jelas, tepat, dan benar terhadap nilai, manfaat, dan dampak dari benda atau hal-hal yang untuknya kita perlu menggunakan uang. 

Ini penting, sebab tanpa kesadaran semacam ini kita akan terjebak pada impulsive buying atau menggunakan uang pada hal-hal yang tidak berguna dan berdampak.

Jika tujuan dari kesadaran menggunakan uang bagi para penganut frugal living adalah untuk mencapai kebebasan finansial, kebebasan dari utang, dan menghindari kesulitan pada masa depan akibat pengelolaan uang yang tidak bijak pada masa kini. 

Maka, menurut saya berhikmat dalam menggunakan uang juga sungguh perlu menjadi kesadaran bagi setiap orang.

Namun, bukan hanya sekadar untuk mencapai tujuan sama seperti yang disasar para penganut gaya hidup frugal living, bijak menggunakan uang akan menghasilkan dampak yang lebih besar dan mulia dalam ranah yang lebih besar. 

Sebab, selain berguna dalam pengelolaan keuangan demi mencapai kesejahteraan pribadi atau keluarga yang lebih baik, memiliki kesadaran dalam penggunaan uang juga memberi sumbangan bagi keadilan sosial masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup.

Kok bisa?

Bisa. Dan, jawabannya akan kita ketahui sembari membaca langkah-langkah yang bisa kita lakukan untuk menjadi bijak dalam menggunakan uang di bawah ini.

Pertama, selalu menabung di muka alias langsung menabung setiap kali kita menerima gaji. Tabungan ini bukan hanya berguna agar kita memiliki dana untuk berbagai keperluan pada masa depan, emergency post, atau bahkan untuk digunakan sebagai modal usaha ke depan, melainkan juga sebagai cara agar kita dapat mengendalikan diri dalam menggunakan uang setiap bulan. 

Dengan mengelola uang yang tersisa sesudah ditabung untuk berbagai keperluan hidup sebulan, maka kita "dipaksa" untuk mencukupkan diri dengan jumlah gaji (sisa) yang kita miliki.

Jangan menabung di belakang alias menabung dari sisa-sisa pengeluaran gaji. Itu biasanya tidak akan berhasil dengan adanya godaan untuk berbelanja, diskon, nongkrong, memenuhi hobi, atau pengeluaran lain yang sifatnya konsumtif dan tidak terencana. Yang lebih penting, kita juga tidak belajar untuk menggunakan uang dengan bijak jika menabung dilakukan belakangan. 

Untuk besarnya prosentase tabungan, itu bergantung pada kondisi dan situasi masing-masing orang atau rumah tangga, meski menurut beberapa pendapat 10--20% adalah angka minimal yang cukup realistis untuk menabung dari total gaji atau pendapatan yang kita miliki per bulan. 

Jadi, bagi yang belum memiliki kebiasaan menabung di muka, mulailah kebiasaan ini dari sekarang.

Kedua, jangan berutang untuk kebutuhan konsumtif. Kecuali jika kita memang membutuhkan utang untuk membiayai KPR, untuk modal usaha (dalam bentuk apa pun), atau kendaraan yang penting guna menunjang mobilitas maupun pekerjaan, jangan sekali-kali berutang. 

Ilustrasi menabung (Unsplash, Visual Stories || Micheile)
Ilustrasi menabung (Unsplash, Visual Stories || Micheile)

Upayakan memiliki mindset selalu menabung terlebih dulu demi memenuhi keinginan akan sesuatu, dan bukan mengambil jalan pintas dengan berutang. 

Selain memiliki bunga yang membuat kita harus membayar lebih besar, kebiasaan berutang juga adalah cara yang buruk dalam penggunaan uang. 

Dengan berutang, kita terbiasa untuk mengambil jalan pintas yang ujung-ujungnya bisa berakibat pada kesesatan dari tujuan, alih-alih mencapai tujuan. 

Lagi pula, dengan menabung untuk membeli atau memperoleh sesuatu akan membudayakan mindset untuk bersabar, bekerja keras, dan fokus pada tujuan.

Ketiga, masih terkait dengan utang, jangan tergoda memiliki kartu kredit jika memang tidak memerlukannya. 

Bersyukurlah jika kita tidak memiliki kartu kredit, sebab artinya kita tidak memiliki utang atau beban tagihan yang harus dipikirkan. 

Jangan memiliki mindset bahwa memiliki kartu kredit adalah suatu kebutuhan, apalagi untuk prestige. 

Sebab, ada banyak jebakan dan godaan berbahaya yang dapat berakibat fatal pada kondisi keuangan kita, jika kartu kredit dimiliki hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan berbelanja dan gengsi.

Kecuali jika memiliki kartu kredit menjadi satu kebutuhan (contoh: untuk kebutuhan travelling dalam rangka kerja, di mana beberapa negara mensyaratkan kepemilikan kartu kredit untuk berbagai jenis pembayaran), sangat tidak disarankan untuk memiliki kartu kredit.

Keempat, jangan membeli atau mengeluarkan uang karena dorongan emosi, keinginan, gengsi, atau karena ikut-ikutan (tren). 

Intentional buying, atau membeli dengan kesadaran akan nilai atau kegunaan dari barang/benda/hal bagi kebutuhan menjadi kata kunci di sini.

Belilah sesuatu karena itu merupakan kebutuhan, bukan keinginan. Gunakan uang karena sesuatu itu akan bermanfaat atau menambah nilai bagi hidup dan diri kita. 

Keluarkan uang pada saat itu memang harus dikeluarkan, karena kita tahu bahwa itu akan bermanfaat bagi orang lain.

Sebagai catatan, berapa banyak sampah di dunia ini yang terjadi sebagai akibat dari pembelian atau transaksi yang tidak berasal dari kebutuhan? 

Berapa besar kesenjangan yang terjadi di negara kita, bahkan dunia, karena banyak orang berpikir lebih baik membeli barang-barang mahal dan bermerk, dibandingkan mendonasikan uang dengan jumlah yang sama bagi yang membutuhkan? 

Betapa banyak makanan yang menjadi sumber penyakit dan sampah bagi lingkungan, karena kita hanya memikirkan kenikmatan bagi diri sendiri dan kurang memperhatikan mereka yang lapar dan kekurangan? 

So, be mindful with our money. Itu bisa menjadi bencana atau berkah, baik bagi diri sendiri maupun banyak orang, tergantung dari cara kita menggunakannya.

Kelima, selalu pikirkan nilai atau dampak yang dimiliki sesuatu sebelum kita mengeluarkan uang untuk hal-hal tersebut. 

Sebagai contoh, untuk apa membeli tissue, detergent, sabun cuci piring, obat pembersih lantai, buah, sayur, dsb dengan merk impor yang lebih mahal, jika dampak yang dihasilkannya tidak signifikan dibandingkan jika kita memakai produk lokal yang lebih murah dan memiliki manfaat sama? 

Apakah sabun cuci piring yang lebih wangi memiliki dampak yang lebih besar pada piring atau gelas yang kita gunakan? Apakah apel impor memiliki kandungan serat dan vitamin yang lebih tinggi dari apel Malang lokal? 

Sebaliknya, jika memang kualitas suatu barang memang jauh lebih baik dan akan bertahan lebih lama, atau mengikuti kursus membuat kue akan memberi kita keterampilan yang lebih baik untuk berjualan kue, maka mengeluarkan uang dalam jumlah yang lebih besar akan sah-sah saja untuk dilakukan. Uang yang kita keluarkan akan worth it dengan dampak atau manfaat yang kita peroleh.

Keenam, jangan hidup untuk membuat orang lain terkesan. Kenapa? Capek. Tidak ada untungnya. Sebab, bukan orang lain yang akan menanggung atau membiayai hidup kita, dan kita juga hidup bukan hanya demi memperhatikan pendapat orang lain tentang bagaimana gaya hidup dan penampilan kita. 

Hidup sederhana is ok. Tidak punya baju, tas, sepatu, make up, barang bermerk, masak sendiri, atau bahkan belum/tidak pernah liburan ke luar negeri, bukan masalah sama sekali. 

Diri kita bukan ditentukan dari barang-barang yang kita punya. Tidak perlulah ngoyo demi gengsi, pamer, or sekadar punya postingan keren di medsos. 

Dan, ini bukan hanya soal perilaku konsumtif atau hidup ekonomis semata. Ada banyak teman, saudara, tetangga, atau orang lain yang hidup dalam kesulitan dan pergumulan. Kita perlu berbela rasa terhadap mereka. 

Daripada hanya sekadar menghabiskan uang untuk kepuasan dan kepentingan diri sendiri, cobalah sekali-kali peduli pada kebutuhan orang lain. Bukankah Tuhan memberi kita rezeki agar itu juga bisa berguna buat yang lain? 

Dalam hal ini, Cinta Laura perlu diberi pujian dan menjadi contoh bagi para wanita, ibu-ibu, atau sosialita yang suka mengumpulkan benda-benda bermerk nan mahal, tetapi suka lupa beramal.

Ketujuh, jangan boros listrik, air, gas, bensin, atau memiliki banyak sampah rumah tangga. 

Menghemat pemakaian energi dan membatasi jumlah sampah (sebagai hasil dari barang yang kita beli), selain membantu kita untuk tidak boros pengeluaran pada hal-hal tersebut, juga berpengaruh pada kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. 

Hemat energi dan mengkonsumsi secukupnya berarti juga memikirkan kepentingan orang lain, sebab kita tidak sembarangan menggunakan energi yang sangat diperlukan oleh banyak pihak atau membuang banyak sampah yang menyebabkan kerusakan lingkungan. 

Ingat, saat kita tamak dalam menggunakan energi atau dalam mengkonsumsi, berarti kita sudah menghilangkan hak atau mengurangi jatah orang lain untuk mendapatkan manfaat yang sama dari hal tersebut.

Delapan, miliki kebiasaan berbelanja mingguan atau bulanan dibanding belanja harian. Selain menghemat waktu, tenaga, dan energi (termasuk bensin, jika menggunakan kendaraan), berbelanja mingguan atau bulanan juga dapat lebih menghemat pengeluaran. 

Sebagai contoh, jika kita setiap hari ke pasar dan membeli bawang putih seharga seribu rupiah untuk masak, maka dengan sekaligus membeli 1/4 kg bawang putih seharga lima ribu rupiah pada saat belanja mingguan akan dapat digunakan untuk seminggu memasak. 

Ini berarti penghematan dari sisi uang belanja, yang jika dikali sebulan, tiga bulan, setahun akan memiliki selisih yang besar, dan uang selisih tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan yang lain.

Sembilan, jangan punya hobi ke mall, nongkrong di cafe, nonton bioskop, jajan di luar, atau kegiatan yang bersifat konsumtif lainnya. Itu hanya akan membuang banyak budget dan menguras keuangan kita setiap bulan. 

Miliki hobi yang lebih produktif, hobi yang tidak menghabiskan terlalu banyak uang, atau hobi yang bermanfaat bagi pengembangan diri.

Sepuluh, bertemanlah dengan orang-orang yang "tepat", alias teman-teman yang tidak suka "memanfaatkan" atau mempengaruhi kita untuk memiliki gaya hidup konsumtif, impulsive buying, atau berbagai hobi dan kegiatan yang mengarahkan kita untuk menggunakan uang secara tidak bijak dan bermanfaat. 

Teman yang baik akan membantu kita bertumbuh dan mencapai tujuan kita, bukannya menyesatkan atau menjerumuskan kita dalam perilaku yang tidak sehat dan berguna, termasuk dalam hal penggunaan uang.

Dari uraian di atas, sudah jelas bagaimana berhikmat dalam menggunakan uang dan mengelola keuangan memiliki dampak yang sangat baik, bukan hanya pada diri sendiri, melainkan juga bagi orang lain, bagi lingkungan hidup, bahkan pada kesejahteraan banyak orang, jika banyak dari kita yang memiliki dan menjalani prinsip ini.

Masih mau ceroboh atau tidak mindful dalam mengeluarkan uang? 

Pikir-pikir lagi deh. Sebab, nyatanya, itu punya dampak yang sangat besar di dunia kita hidup sekarang, bahkan dunia yang "akan datang".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun