Melalui media sosial, kita sering menjumpai postingan orangtua yang berusaha menunjukkan bagaimana mereka mengasihi anak-anaknya. Entah lewat kata-kata dalam caption, dalam bentuk pelukan dan ciuman kasih, dalam cerita tentang pola asuh yang diterapkan, dalam pemberian bentuk apa pun kepada sang anak, dalam kesempatan liburan yang disukai anak, melalui masakan/makanan yang menjadi favorit anak, melalui pemilihan kebijakan, pengajaran, disiplin, sekolah, atau apa pun, yang intinya ingin menyatakan bahwa mereka (dan saya, dan Anda juga, mungkin) menyayangi dan memberi yang terbaik kepada anak-anak kita.
Tidak ada yang salah dengan itu, kalau maksudnya tulus. Tulus dalam arti di sini bahwa memang kita ingin menunjukkan perasaan kasih dan kecintaan kita kepada anak-anak kita. Atau, mungkin kita bermaksud untuk sharing momen kepada yang lain melalui pengalaman yang kita miliki. Namun, akan menjadi tidak pas jika itu hanya menjadi ajang show off saja, atau sekadar menunjukkan bahwa kita orangtua yang lebih baik dari yang lain. Ya, tidak ada salahnya sih menjadi bangga. Tapi, seringnya, bukan itu yang sebenarnya terjadi. Itu hanya yang "tampak" saja, tetapi tidak sungguh-sungguh dirasakan dan berdampak kepada anak.Â
Namun, bukan persoalan postingan di medsosnya yang sebenarnya ingin saya tekankan. Yang justru ingin saya soroti adalah apakah benar semua hal yang sudah disebutkan dalam paragraf pertama tadi adalah bentuk kasih kepada anak yang tepat?
Tampaknya, bagi kebanyakan orangtua, itu memang cara, sarana, atau upaya orangtua dalam mengasihi anak. Bukankah sentuhan, keakraban, memberi yang terbaik secara moril maupun materiil, bahkan pilihan maupun keputusan kita kepada mereka adalah bentuk dari kasih sayang orangtua secara universal?
Ya. Dan, tidak.
Ya, dalam arti memang upaya-upaya tersebut adalah satu bentuk kasih sayang kita kepada anak. Tidak, jika kita menelisik lebih dalam lagi, itu semua bukan esensi, apalagi tujuan kita dalam mengasihi anak.
Artinya, tidak salah jika kita melakukan semua upaya itu kepada anak-anak kita. Tetapi, kita kemudian harus bertanya dan berefleksi lagi. Apakah benar, semua upaya itu adalah hal yang sungguh esensial bagi anak, yang bukan bertendensi kepada kepentingan kita sendiri, bahkan dalam bentuk yang paling halus dan samar?
Maksud saya, coba pikirkan hal-hal ini.
Ketika kita memberi makanan yang sehat dan bergizi, atau pakaian yang apik, keren, dan mahal kepada anak-anak, apakah itu adalah sungguh-sungguh merupakan upaya agar mereka menjadi anak yang sehat, gembira, dan bisa bertumbuh dengan baik? Atau, itu sebenarnya upaya agar kita mendapat credit/pujian karena bisa mengusahakan makanan dan pakaian yang terbaik bagi anak kita, yang mungkin tidak mampu diberikan oleh orangtua lain kepada anaknya?
Ketika kita memberi mereka sekolah dan pendidikan yang terbaik, sungguhkah itu upaya agar mereka kelak dapat menjadi pribadi-pribadi yang maju dan berguna dalam kehidupannya kelak sebagai orang dewasa? Atau, itu adalah cara untuk menunjukkan kepada dunia, bahwa kita mampu memberikan pendidikan yang prestigious, yang bergengsi, dan yang eksklusif, yang akan memperbesar kebanggaan atau ego kita?
Ketika kita memberi dan menyediaka mereka dengan berbagai keterampilan dan kemampuan, sungguhkah itu dimaksudkan agar kelak hal-hal itu dapat menjadi bekal mereka untuk diaplikasikan dalam kehidupan sebagai orang dewasa di tengah-tengah komunitas dan masyarakat, bukannya sebagai bentuk "investasi" kita, agar kelak mereka bisa menjadi pribadi-pribadi yang menguntungkan, dan dapat "membayar jerih payah" kita sebagai orangtua?
Mungkin, apa yang saya utarakan itu akan dianggap sebagai pemikiran yang terlalu jauh, yang bersifat "prejudice" atau prasangka terhadap orangtua yang tidak berdasar.
Yah, maafkan jika saya menyinggung. Tetapi, sungguh, bukan itu maksud saya. Saya hanya mencoba agar kita berpikir sungguh-sungguh tentang hal ini, agar bentuk kasih kita kepada anak-anak benar-benar didasari oleh fondasi yang benar, yang akhir-akhirnya bukan berujung pada ego dan kepentingan kita sendiri.
Nah, jika Anda sudah sepakat dengan saya, maka pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang seharusnya menjadi esensi dan tujuan kita dalam mengasihi anak?
Jawabannya adalah kasih kepada Tuhan dan kepada anak-anak itu sendiri.
Ketika orangtua mengasihi Tuhan dan sudah memiliki relasi yang benar dengan Tuhan, secara otomatis mereka akan melakukan apa yang menjadi kehendak Allah bagi anak-anak mereka. Apa pun bentuk atau upaya mereka dalam mengekspresikan atau mengungkapkan kasih itu, tidak akan terlepas dari kasih mereka kepada Allah, dan bukan kepada diri sendiri atau kepentingan diri sendiri. Mereka akan menuntun dan mengarahkan anak-anak mereka kepada jalan Tuhan, jalan yang benar, yang berujung kepada perjumpaan anak itu kepada Tuhan. Jalan yang pada akhirnya akan selalu membawa anak kepada kehidupan yang benar, kepada Tuhan.
Jika itu yang menjadi esensi, maka meski orangtua mungkin tidak memiliki kemampuan finansial untuk memberi hal-hal yang "terbaik" atau bahkan mencukupi kepada anak-anak, dalam hal sandang, pangan, papan, pendidikan, keterampilan, rekreasi, hiburan, atau berbagai kebutuhan yang dianggap penting bagi anak-anak pada masa kini (gadget dsb), maka orangtua yang sungguh mengasihi anak akan memberikan hal yang justru paling esensial bagi anak.
Mereka akan mendidik anak dalam iman dan kebenaran. Mereka akan berusaha menjadi teladan yang baik. Mereka akan berupaya menghadirkan kasih Allah dalam segala tindakan dan upaya mereka, sekalipun di dalam keterbatasan mereka. Dan, mereka akan membuat anak-anak itu mampu merasakan kasih Allah, yang pada akhirnya akan memampukan anak menjadi pribadi yang mampu mengasihi Allah dan sesamanya. Pribadi-pribadi yang indah, yang autentik, dan yang berkenan di hadapan Allah dan manusia.
Materi bersifat fana. Pemberian dan perhatian yang terbaik bisa hilang dan terlupakan. Bahkan, segala usaha terbaik kita sebagai orangtua akan menjadi sia-sia, apabila dasar dari semuanya itu tidak pada kasih yang sejati.
Namun, iman dan kasih kepada Allah tidak akan pernah sia-sia dalam membentuk dan mengarahkan anak-anak kita kepada jalan yang benar.
Pada akhirnya, izinkan saya bertanya, adakah ekspresi kasih yang lebih tinggi terhadap anak-anak, selain mengarahkan mereka pada kehidupan yang benar, yang membawa mereka pada perjumpaan dengan Allah, di dalam kekekalan?
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H