Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pluviophile, Petrichor, dan Keindahan Hujan

16 Juli 2020   19:09 Diperbarui: 28 Mei 2021   16:09 5470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pluviophile, Petrichor, dan Keindahan Hujan (medium.com)

Bulan Desember yang saya ingat dulu adalah bulan yang selalu penuh dengan hari-hari yang mendung dan sendu karena hujan, yang bahkan jika diingat sekarang selalu menimbulkan kerinduan mendalam di hati.

Sering sekali, saat sedang hujan, saya jadi suka me-recall kenangan-kenangan lama yang indah dan menyenangkan. Untuk urusan ini, konon petrichor atau aroma alami yang dihasilkan saat hujan membasahi tanah kering memang men-trigger otak kita untuk mengingat kenangan lama. 

Baca juga :Perihal Hujan dan Kesepian

Petrichor ini sendiri sesungguhnya adalah molekul geosmin yang dihasilkan oleh bakteri tertentu, yang pada saat hujan keluar dari tanah yang basah ke udara dan kemudian menguar dengan aroma yang unik. 

Saya biasanya menyebutnya sebagai bau tanah basah. Tidak ada yang bisa menandingi aroma ini, terutama saat hujan pertama turun setelah sekian lama musim kemarau melanda.

Pada musim hujan, semua tanaman akan tampak lebih hijau dan segar. Ini tentu jadi faktor yang menyenangkan bagi penggemar tanaman dan hijau-hijauan seperti saya. Tanpa harus rajin-rajin menyiram, tanaman di halaman akan selalu tampak segar setiap hari. Tidak kurus kering dan merana seperti pada musim kemarau.

Saya juga suka musim hujan karena itu membawa kesegaran dan janji kehidupan. Air berlimpah yang dibawa oleh hujan, selain menyegarkan dan melepaskan kita dari suasana musim kemarau yang menyesakkan, juga menjadi tanda pemeliharaan, providensia Allah bagi kehidupan.

Tanpa hujan, bumi akan kehilangan persediaan air, mata air dan sungai mengering, tanah menjadi gersang, tanaman tidak mampu bertumbuh dan menghasilkan. Kehidupan terancam. 

Masih ingat lagu "September Ceria" yang dinyanyikan Vina Panduwinata pada tahun 80-an? Bait pertama dari syairnya tepat sekali menggambarkan perasaan saya tentang hujan. "Di pucuk kemarau panjang, yang bersinar menyakitkan, kau datang menghantar berjuta kesejukan." 

Baca juga : Kenali Sirkulasi Siklonik dan Siklon Tropis, Penyebab Hujan Lebat Menurut BMKG

Sayang sekali, lagu itu sekarang tidak terasa berlaku lagi, dengan adanya pergeseran musim secara global. September sekarang justru menjadi puncak atau pertengahan musim kemarau. Sudah bertahun-tahun ini musim hujan datang sekitar akhir November atau awal Desember.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun