Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ajarkan Anak Sedini Mungkin Mempresentasikan Gagasannya

25 November 2019   21:15 Diperbarui: 27 November 2019   14:26 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seandainya saja, semenjak Taman Kanak-Kanak anak-anak dilatih untuk bercerita di depan teman-temannya, untuk membaca kemudian memaparkan isi buku atau cerita kepada teman-temannya, untuk berdiskusi tentang satu materi atau topik, untuk melakukan presentasi proyek atau hasil karya yang ditugaskan guru.

Atau, seandainya siswa juga diberi kesempatan melakukan riset sederhana dan kemudian memaparkan hasilnya di depan kelas, untuk memilih satu topik yang menarik dan menjadi passionnya dan kemudian mempresentasikannya di depan guru dan teman-teman, anak-anak ini pasti akan memiliki keterampilan untuk melakukan presentasi dengan baik saat mereka lulus sekolah dan kuliah.

Mereka akan tahu bagaimana cara melakukan riset, untuk mencari data dan literatur yang tepat dalam memperkuat presentasi, mengolah data, mengkurasi data, dan menampilkannya dalam cara yang menarik serta percaya diri di depan audiens.

Beberapa sekolah mungkin sudah melakukan sistem pembelajaran semacam itu kepada peserta didiknya semenjak tingkat play group atau kelompok bermain. Namun, yang saya tahu, metode pembelajaran seperti itu umumnya hanya dilakukan oleh sekolah-sekolah swasta yang mahal, yang biaya SPPnya selangit, yang bagi kebanyakan orang bisa digunakan sebagai biaya cicilan rumah atau bahkan biaya hidup selama sebulan.

Tidak banyak sekolah negeri atau swasta minim dana yang melakukannya, terlebih sekolah di pedesaan atau di daerah terpencil. Kalau pun ada sekolah negeri yang melakukannya, itu hanya dilakukan oleh sekolah negeri pada tingkat SMA, di kota, atau yang termasuk ke dalam golongan sekolah negeri bermutu baik.

Belum semua anak di seluruh pelosok Indonesia merasakan sistem pembelajaran yang sedemikian, yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan keterampilan melakukan presentasi ini.

Tapi, tak adil rasanya jika saya hanya mengeluh atau menyalahkan saja tanpa memberi solusi. Sesungguhnya, keterampilan anak untuk dapat menyiapkan dan menyajikan presentasi ini juga dibentuk di tengah keluarga. Kebiasaan dan budaya ini memang tidak bisa dipasrahkan untuk dibentuk oleh guru dan sistem pendidikan semata. 

Orangtua dan keluarga semestinya menjadi contoh dan teladan yang pertama bagi anak, untuk mampu menyajikan ide, gagasan, konsep, dan pemikiran dengan baik. 

Banyak membaca, mendongeng, bercerita, membacakan buku, kebiasaan berbicara dengan menggunakan bahasa secara baik dan benar, kebiasaan menjelaskan sesuatu dengan runut dan jelas, mengajak anak bercakap-cakap, bercerita, dan berdiskusi perlu menjadi budaya dan kebiasaan orangtua dan seluruh anggota keluarga di rumah.

Setelah itu, sesuai dengan usia dan kemampuannya, beri kesempatan kepada anak untuk banyak membaca, bercerita, untuk memaparkan atau menjelaskan pendapatnya tentang sebuah topik, situasi, peristiwa, orang, atau buku yang dibaca, berdiskusi, membuat berbagai rencana pribadi maupun untuk keluarga, menyusun peraturan dan kesepakatan bersama, serta kegiatan-kegiatan yang akan memicu kemampuannya untuk menjadi kritis, mencari tahu, memiliki konsep, untuk berbicara dan mengemukakan pendapat.

Jika kita belum atau malah tidak terbiasa untuk melakukan semua hal itu, maka mulailah kebiasaan tersebut sekarang. Mulai dari yang paling sederhana, yang paling dapat kita lakukan untuk membuat anak mulai memiliki budaya mengungkapkan pikiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun