Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berinvestasi pada Orang

19 Agustus 2019   19:55 Diperbarui: 20 Agustus 2019   11:21 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
3D_Maennchen, Pixabay

Lalu, saya teringat pada perkataan seorang teman. Sesungguhnya, pada waktu pemikiran itu diutarakan, saya pikir itu adalah konsep yang aneh. Tetapi, isu itu kok justru terasa relevan untuk menjawab pertanyaan mengenai arti hidup pada pemakaman saat itu.

Pada saat itu, kami sedang berbincang tentang investasi. Dan, teman ini menyatakan bahwa ia tidak pernah tertarik untuk berinvestasi pada materi, baik dalam bentuk uang, properti, emas, saham, maupun apa pun yang sifatnya untuk mencari keuntungan atau sebagai jaminan masa depan. Ia mengatakan bahwa ia lebih suka berinvestasi pada orang.

Berinvestasi pada orang? Apa maksudnya? Seumur-umur, baru saat itu saya mendengar tentang ide atau pemikiran semacam ini.

Menurutnya, berinvestasi pada orang artinya ia mengarahkan waktu, upaya, tenaga, kemampuan, bahkan materinya untuk kemajuan orang lain, alias membantu perkembangan orang lain. 

Tujuannya adalah supaya orang yang dibantunya itu itu kelak akan dapat mengembangkan diri untuk menghasilkan kebaikan dan manfaat pada yang lainnya lagi. 

Caranya? Ya, dengan memberi dana, keterampilan dan kepandaian, bimbingan, pembelajaran, mentoring, serta upaya-upaya yang akan menghasilkan perubahan hidup dan karakter dari pribadi yang dibantunya, yang tentu disesuaikan dengan konteks kebutuhan dari yang bersangkutan serta kemampuannya sendiri dalam memberi dukungan.

Lalu, apa manfaat yang diperoleh dari sang teman ini dengan menginvestasikan apa yang dimilikinya kepada orang lain?

Secara finansial atau kepentingan pribadi, tentu tidak ada, karena untuk berinvestasi pada orang lain, dia justru harus bersedia "dirugikan" dalam hal materi, waktu, pikiran, perasaan, tenaga, bahkan harapan jika hasilnya tidak sesuai dengan tujuan awalnya. Namun, dia percaya, hanya dengan begitu dia bisa membuat hidupnya berarti, demikian juga hidup orang lain. Dia mungkin tidak merasakan manis dari apa yang sudah ditaburkannya, tetapi dia percaya benih yang dia tabur akan menjadi sesuatu yang manis buat orang lain, bahkan mendukung "tujuan" yang lebih besar.

Waktu mendengar pemikirannya, saya langsung menganggap itu sebagai ide yang aneh, terlalu "holy", merugikan, dan sulit untuk diterapkan dalam kenyataan. Saya pun tidak berlama-lama memikirkan isu tersebut karena menganggapnya tidak membumi, meski kebenaran dan kebajikannya tidak dapat disangkal.

Sampai kemarin, dalam acara pemakaman ketika saya sedang berpikir tentang arti hidup. Baru pada saat itu, saya mampu memikirkan kebenaran dan kedalaman dari ucapannya. Itu dia. Berinvestasi kepada hidup orang lain. Satu ide untuk membuat hidup ini berarti.

Memang, tidak ada keuntungan atau jaminan masa depan yang kita dapatkan dengan berinvestasi kepada orang lain jika memang ketulusan yang menjadi dasar, alias tanpa tendensi untuk mendapat balas jasa atau keuntungan di kemudian hari. Kita akan tetap mengalami kesakitan, kesulitan, penderitaan, atau kemunduran yang sama seperti yang dialami semua orang, dan tak pelak lagi kematian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun