Berbicara mengenai mi ramen, hal yang terlintas di pikiran kita ialah olahan populer negeri Sakura yang sering muncul di drama Korea. Hampir setiap drama Korea yang saya tonton, pasti ada adegan makan mi ramen (mungkin karena kebetulan saya hanya menonton drama korea yang pada episode tertentu menampilkan adegan makan mi ramen di dalamnya).Â
Di beberapa swalayan dan minimarket, mi ramen instan dengan label halal juga telah cukup lama bermunculan. Kisaran harga yang ditampilkan juga beragam.
Berdasarkan beberapa sumber artikel, bahan dasar mi ramen berasal dari negara dengan tembok raksasa terpanjang di dunia, Cina. Semenjak dibukanya pelabuhan di Jepang pada tahun 1859, pengaruh budaya dan makanan dari negara lain, salah satunya Cina menjadi penyebab cikal bakal keberadaan mi di Jepang yang kemudian berkembang dengan sebutan mie ramen ini.
Ciri khas mi ramen dari negeri Macan Asia ini ialah bentuk minya yang tipis dan berwarna kuning dengan kuah yang berasal dari kaldu dan lemak babi.
Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, kuah ramen dapat berasal dari kaldu tulang ayam dan seafood. Termasuk di Indonesia, kebanyakan mi ramen yang beredar tidak berasal dari kaldu dan lemak babi.Â
Kuah ramen yang berkembang di Indonesia biasanya juga dapat ditambahkan dengan jamur hioko atau shitake segar, batang daun bawang, bawang putih yang dimemarkan, miso (pasta kedelai khas Jepang), penyedap rasa, dam garam.
Untuk menambah cita rasa, terdapat beberapa tambahan yang dapat dijadikan topping utama pada mi ramen asli negara Asia Timur itu, seperti char siu (daging babi panggang), negi (daun bawang), menma (rebung fermentasi), telur rebus, horenso (bayam Jepang), chicken katsu, jamur, nori, gyoza (pangsit isian daging dan sayur), tempura, bawang bombay, tauge, kamaboko (kue ikan kukus), jagung, dan butter.
Di salah satu kabupaten terluas sepanjang pesisir selatan pantai selatan, terdapat satu kedai penyedia olahan mi ramen yang telah dimodifikasi dengan lidah orang Jawa. Kedai ini berlokasi di Kecamatan Kroya (read: Kroya bukan Korea), Kabupaten Cilacap.Â
Lokasi kedai yang dikenal dengan sebutan kedai "Mie Mentor" ini berada di tepi jalan raya dan mudah dijangkau baik menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Mie Mentor menawarkan beberapa jenis olahan mi mulai dari Mie Ramen, Mie Jontor, Mie Ayam, dan jenis mi lainnya.
Bagi para pecinta mi, porsi Mie Mentor cukup mengenyangkan apabila disantap sebagai menu makan siang. Apalagi jika ditambah kudapan tambahan seperti udang keju, pangsit isi daging, bakso ikan, maupun tempura. Dua menu utama yang perlu dicoba ketika pertama mampir di kedai ini ialah menu Mie Ramen-nya dan Mie Jontor-nya. Mengapa demikian?
Mi Ramen-nya sudah disesuaikan dengan lidah orang Jawa
Bagi saya yang tinggal di pinggiran kota yang tak begitu besar ini, rasa mi ramen di kedai Mie Mentor masih cocok untuk disantap oleh orang asli Jawa Tengah macam saya. Rasanya cukup aman di lidah dan tidak menimbulkan efek mual.Â
Bumbu-bumbu yang dipakai dalam pembuatan kuahnya juga sudah disesuaikan dengan lidah orang Cilacap. Meskipun demikian, karakteristik mi yang menjadi bahan dasar mi ramen sudah lumayan mirip dengan mi-mi ramen di drama Korea maupun drama Jepang.Â
Topping bawaan dari satu porsi mi ramen di sini meliputi telur rebus, satu lembar nori ukuran kurang lebih 2cm x 10cm, daun bawang, potongan scallops, pokcoy rebus dan potongan kecil daging ayam. Kita juga bisa menambahkan sosis ayam, jamur, pangsit isi daging, chicken katsu, bakso ikan, maupun udang keju sebagai topping pelengkap.
Mie Jontor-nya berupa olahan mi nyemek dengan level pedas tertentu
Mengapa disebut mi jontor?
Ya, karena olahan mi ini memang pedas dengan tingkatan level yang disesuaikan dengan request sang penyantap.
Komponen dalam satu porsi Mie Jontor meliputi mi nyemek berbumbu dengan serbuk gurih putih di atasnya, satu buah pangsit isi daging, beberapa potongan pokcoy rebus, dan beberapa buah pangsit kering. Kita juga bisa menambahkan potongan ayam suwir atau jamur apabila berkenan menambahkannya.
Apakah harganya ramah di kantong pelajar dan mahasiswa?
Harga satu porsi Mie Ramen maupun Mie Jontor di sini berkisar dari 10.000-17.000 (tergantung pada tambahan topping yang diinginkan). Jadi, makanan kekinian macam begini memang ditargetkan utamanya bagi kawula muda yang tak lain pelajar dan mahasiswa sehingga tidak heran jika harganya masih cukup nyaman di kantong.Â
Terlebih bagi mereka yang baru mulai ingin mencoba makanan Japanese-Chinese yang masih cocok dengan lidah para Javanese, saya rasa kedai Mie Mentor bisa menjadi salah satu alternatif untuk dicoba bagi masyarakat Cilacap dan sekitarnya.
Ya, bagi kami masyarakat pinggiran pantai selatan yang terbiasa menyantap menu makanan gurih dan berbumbu akan perlu beradaptasi dengan makanan berasal dari daerah lain atau negara lain yang karakteristiknya berbeda dengan lidah orang Jawa. Bahkan, meskipun sama-sama wilayah di Jawa, karakteristik rasa khas tiap daerah juga berbeda. Sebut saja olahan makanan di daerah Jogja.Â
Meskipun masih sama-sama berada di wilayah Pulau Jawa, namun karakteristik makanan Jogja cenderung manis. Hampir segala sesuatu olahan makanan di Jogja yang pernah saya coba dominan dengan rasa manis (meskipun masih ada gurih-gurihnya sedikit).Â
Hal ini tentunya berbeda dengan karakteristik rasa makanan di tempat kami tinggal (wilayah Banyumas-Cilacap) yang cenderung menyukai makanan gurih, asin, hingga pedas.
Kembali pada pembahasan mi ramen. Makanan yang selalu identik dengan Japanese-Chinese Food ini, nyatanya dapat mengalami akulturasi baik komposisi maupun rasanya disesuaikan dengan karakteristik masyarakat Indonesia.Â
Lidah orang Indonesia tidak akan dengan mudah menerima rasa makanan dari negara lain saat pertama kali mencoba. Meskipun tidak menutup kemungkinan pada akhirnya terbiasa apabila lidah kita berinteraksi dengan rasa tersebut dalam waktu lama.
Dari olahan mi ramen kita dapat memahami dan mengambil sebuah pembelajaran bahwa karakteristik utama suatu wilayah tidak dapat dihilangkan meskipun budaya, makanan, dan gaya hidup yang berasal dari bangsa asing dengan mudahnya masuk ke dalam negeri ini. Terdapat beberapa komponen kehidupan yang berasal dari luar Indonesia mungkin dapat kita terima sebagai dampak globalisasi dan kemajuan zaman saat ini.
Akan tetapi, masih banyak ciri khas bangsa yang sudah baik dan harus kita pertahankan untuk tetap menjaga jati diri dan kearifan lokal bangsa Indonesia.
Jadi, meskipun kita berkembang dan berpola pikir kekinian tidak lantas membuat lupa pada negeri tempat kita tinggal dan berasal.
Cilacap, 15 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H