Mohon tunggu...
Oktav Primas Aditia
Oktav Primas Aditia Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pendidik

Manusia biasa-biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memposisikan dan Memperkuat Pelajaran Sejarah Indonesia

29 Agustus 2022   14:35 Diperbarui: 29 Agustus 2022   14:47 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://informazone.com/sumpah-pemuda/

SEJARAH INDONESIA DAN PENDIDIKAN


"Mempelajari masa lalu untuk memahami masa kini agar mampu merancang masa depan"


Indonesia dianugrahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa memiliki bermacam-macam kekayaan, mulai dari sumber daya alamnya, sumber daya manusia, bahkan keragaman suku, budaya hingga agama dan keprcayaannya. Sebuah website (indonesia.go.id) melansir sebuah data yang diambil dari BPS tahun 2010, hasil data tersebut terlihat ternyata Indonesia memiliki jumlah etnis mencapai 300 kelompok etnis bahkan jumlah suku bangsa berjumlah 1.340. 

Sebuah lembaga pemerintah (Dukcapil Kemendagri) pada tahun 2020 juga mengeluarkan data bahwa sebanyak 102.508 jiwa penduduk menganut aliran kepercayaan, dengan jumlah organisasi penghayat sekitar 187 kelompok (data berasal dari kemdikbud tahun 2010). Selain aliran kepercayaan, Indonesia juga memiliki 6 kelompok agama. Mereka semua tersebar di 17.000 pulau di Indonesia, dengan 652 bahasa daerah.  Sangat berbhineka sekali.

Data statistik diatas selain menunjukan potensi kekayaan budaya, namun juga menjadi tantangan besar kita untuk menjaga keutuhannya, sebab Bangsa dan Negara Indonesia ini merupakan negara yang berbentuk kesatuan dengan bermacam-macam perbedaan suku, ras, budaya, agama dan kepercayaan. Menarik, bagaimana bisa menyatukan bermacam-macam perbedaan yang dimiliki bangsa ini? apa ikatannya? dan akhirnya, sekuat apa "tali" ikatannya?. 

Pemikiran menyatukan perbedaan yang ada di Indonesia sudah dipikirkan oleh generasi pendahulu kita, paling tidak usaha tersebut tercatat pada tahun 1928, saat peristiwa Kongres Pemuda ke 2. Nanti hasil rumusan tersebut kita kenal dan kenang menjadi "Sumpah Pemuda". 

Sayangnya (tanpa mengurangi nilai penting dan sakralnya), kita saat ini banyak yang hanya tahu 3 point pernyataan saja, padahal masih ada dasar persatuan (silahkan lihat duplikat naskah hasil Kongres Pemuda ke 2 diatas). Dalam naskah yang sama, dituliskan bahwa beberapa dasar persatuan kebangsaan Indonesia yaitu "SEJARAH" dan "PENDIDIKAN". 

Dua dari beberapa komponen yang menjadi dasar persatuan bangsa ini tidak boleh dilupakan, tidak boleh ditampikan, karena hingga saat ini komponen-komponen tersebut masih relevan dan sangat penting dalam menjaga persatuan bangsa. Seorang Soekarno pun ketika menentukan bentuk negara ini juga mendasarkan dari "SEJARAH". Sejarahlah yang menyatukan bangsa ini, rasa senasib sependerita akibat dijajah oleh Belanda.

Perjalanan Bangsa Indonesia hingga menjadi Bangsa yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, lika-liku perjuangan Bangsa pastinya sangat panjang. Oleh karena itu, selain Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah, tetapi juga kaya akan sejarahnya. 

Indonesia yang merupakan tempat dari beragam suku bangsa, yang awalnya antar suku berkonflik, akhirnya menyatukan keinginan, kebulatan tekad untuk melawan praktek imperialisme dan kolonialisme bangsa asing di Indonesia. 

Jadi memang sejarah menjadi salah satu ikatan persatuan bangsa, perjalanan bangsa ini perlu dikenang, diingatkan secara kolektif, dengan harapan kita memahami, mengapa kita dapat menyatukan diri. 

Nilai-nilai tiap peristiwa bersejarah di Indonesia perlu ditanamkan ke manusia Indonesia. Oleh karenanya, memang harus kita insyafi bersama, penanaman nilai luhur, jati diri bangsa, pembangkit dan pemeliharaan rasa nasionalisme Indonesia dapat diperoleh dari mata pelajaran Sejarah Indonesia.

SEJARAH INDONESIA DALAM KURIKULUM NASIONAL

"Mendidik dan mengingatkan kembali akan sejarah perjuangan bangsa kepada generasi muda adalah upaya yang baik untuk menjaga dan memperkuat ikatan persatuan bangsa"

Memandang pentingnya Sejarah Indonesia, pada tanggal 27 Maret 1989 dikeluarkanlah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No 2 Tahun 1989. Pada era tersebut, pemerintah Indonesia menginginkan tujuan pendidikan yaitu  mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. 

Untuk mencapai manusia yang seutuhnya, maka  manusia Indonesia perlu beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. 

Hal ini tertuang dalam Bab IX KURIKULUM Pasal 39. Menumbuhkan rasa kebangsaan sebetulnya bukan hanya terlihat pada UU Sisdinas 1989, sebelumnya pemerintah Republik Indonesia juga pernah mengeluarkan Penetapan Presiden (Penpres) No. 19 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila. 

Panpres No. 19 Tahun 1965, Ir. Soekarno selaku Presiden RI pada masa itu juga menerangkan bahwa tujuan pendidikan Indonesia adalah untuk membentuk warga negara Indonesia yang berjiwa Pancasila, dimana yang dimaksud dengan berjiwa Pancasila yaitu salah satunya adalah kebangsaan. Namun dari dua lembaran tersebut, lembaran yang menuliskan jelas frase "Sejarah Indonesia" berada di UU Sisdiknas 1989.

Waktu telah bergulir dan jaman pun berganti, beberapa tahun setelah jatuhnya Orde Baru, pada tanggal 8 Juli 2003 diluncurkanlah UU Sisdiknas yang baru, pengganti UU Sisdiknas 1989, yaitu UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Sama dengan lembaran sebelumnya, pada UU Sisdiknas 2003 ini juga menerangkan bahwa penyusunan kurikulum juga memperhatikan nilai-nilai kebangsaan (BAB X KURIKULUM Pasal 36 ayat 3), namun masih pada Bab yang sama, pada pasal 37 ayat 1 yang menerangkan muatan wajib, frase "sejarah Indonesia" sudah tidak adalagi. 

Hal inilah yang dimungkinkan penyebab pelajaran Sejarah Indonesia menjadi tarik ulur, bahkan Sejarah Indonesia pada tingkat SMK sering kali mengelami banyak perubahan, terakhir pada kurikulum 2013 mata pelajaran Sejarah Indonesia hanya diberikan pada kelas X saja. 

Pada tahun 2020, kalau kita ingat pada saat Indonesia mengalami pendemik Covid-19, sempat muncul draft penyederhanaan kurikulum yang tertanggal 25 Agustus 2020 . 

Draft tersebut mengagetkan banyak guru, dosen hingga pemerhati sejarah, sebab mata pelajaran hilang sama sekali dalam draft tersebut, walaupun pada saat diskusi daring yang diselenggarakan oleh Ikatan alumni Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pada tanggal 17 September 2020, Maman Faturrohman dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdikbud yang ikut dalam acara tersebut sempat memberikan tanggapannya bahwa itu hanya draft rancangan saja dan kementrian masih terbuka untuk menerima usulan dari pihak manapun. 

Tetapi setidaknya walaupun masih berupa draft, "kebocoran" lembaran ini masih menjadi bahan pertanyaan, ada apa dengan pelajaran ini?, sampai akhirnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu langsung bereaksi dan menjawab, bahwa pelajaran sejarah adalah matapelajaran yang wajib diajarkan, dan tidak mungkin dihapuskan.

Sekitar dua tahun setelahnya pada bulan Februari 2022, muncul RUU Sisdiknas 2022 yang rencananya akan menggantikan Sisdiknas 2003. Namun kemunculan RUU yang baru ini, ternyata frase "Sejarah Indonesia" juga tidak tertulis dalam naskash tersebut, sehingga guru, dosen hingga pengamat sejarah bahkan beberapa dari masyarakat umum melihat cukup heran dan muncul beberapa petisi-petisi atau tanggapan dari beberapa komunitas untuk memasukan frase "Sejarah Indonesia" secara tegas kedalam RUU yang baru ini. 

penulisan frase "Sejarah Indonesia" dalam mata pelajaran wajib di struktur kurikulum nasional, merupakan hal sangat penting untuk menegaskan dimana sebenarnya posisi matapelajaran ini, sekaligus yang paling utama adalah supaya generasi muda Indonesia mendapat pengajaran Sejarah Indonesia dengan tujuan memperkuat jati diri dengan menanamkan ikatan kolektif mereka akan perjuangan bangsa. 

Bagiamana mungkin guru dapat dengan optimal menanamkan ingatan kolektif perjuangan bangsa, kalau Sejarah Indonesia sering mengalami regulasi-regulasi yang cenderung "surut".

Akhirnya, bagaimana kita membentuk masyarakat yang memiliki jiwa kebangsaan yang kuat dan kenal akan jati diri bangsa, kalau pendidikan di Indonesia menjauhkan matapelajaran Sejarah Indonesia dari generasi muda? Sedangkan salahsatu pengikat rasa persatuan bangsa salah satunya adalah Sejarah. Semoga pelajaran Sejarah Indonesia tidak tinggal sejarah dibangsa yang kaya akan sejarah ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun