Fetis adalah suatu objek yang dapat memberikan kepuasan seksual, objek itu bisa diperoleh dari suatu hal yang tidak wajar dan terkadang bagian tubuh nongenital, bisa juga berupa benda tak hidup (Lowenstein, 2020). Contoh benda-benda yang biasanya dijadikan objek fetis adalah kaus kaki, boneka, dan pakaian dalam.
Pada kasus Gilang, ada hal yang bisa dibilang sedikit nyeleneh karena ia memilih kain jarik sebagai objek yang bisa meningkatkan gairah seksualnya.
Fetis digunakan untuk membangun gairah seksual pada individu. Dibandingkan dengan perempuan, laki-laki dinilai lebih cenderung memiliki fetis. Â Pemilik fetis juga cenderung merahasiakan objek yang menjadi penarik gairah seksual mereka.
Ramainya perbincangan di media sosial tentang dugaan fetis yang dimiliki Gilang sebenarnya masih sangat dini untuk diafirmasi kebenarannya. Bila dicermati lebih jauh, tidak hanya kain jarik yang diminta oleh Gilang untuk membungkus tubuh korban. Ada beberapa foto yang menunjukkan bahwa korban menggunakan kain lain, seperti kain selimut dan kain seprai. Bahkan, Gilang juga sempat meminta korban diikat dengan lakban hitam.
Seperti kita ketahui, fetis fokus kepada objek yang bisa membangkitkan gairah seksual. Objek itupun biasanya bagian tubuh nongenital atau benda mati. Sedangkan, Gilang menuntut ada objek lain di dalamnya, yaitu manusia yang dibungkus.
Dia juga beralibi untuk kebutuhan penelitian, beberapa bagian vital korban harus disentuh guna melihat reaksi yang timbul. Bahkan saat korban mengalami sesak napas, Gilang tetap bersikeras memaksa untuk melanjutkan 'kegiatan' mereka.
Kedua alasan di atas cukup menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Gilang bukan hanya menunjukkan kebutuhan fetisnya.
Dugaan lain muncul saat Gilang memaksa korban untuk tetap melakukan apa yang dia inginkan, meskipun hal itu dapat menyakiti atau membuat risih korbannya.
Tindakan ini mengingatkan kita pada tindak sadomasokisme. Dikutip dari merdeka.com, sadomasokisme adalah salah satu penyimpangan seksual di mana penderita akan mencapai kepuasannya setelah menyakiti pasangannya.
Bicara tentang sadomasokisme, tentu tidak asing dengan sebutan 'role play' di mana ada peran dominan dan submisif. Dominan adalah pemegang kendali, sedangkan submisif sebaliknya.
Dalam memuluskan aksinya, sejak awal Gilang menggunakan kuasanya sebagai kakak tingkat untuk menuntut calon korbannya yang kebanyakan adalah junior di kampus dan beberapa korban lain yang selalu berusia lebih muda darinya. Dari sudut pandang ini, Gilang memiliki role sebagai 'dominan', sedangkan korban adalah 'submisif'.
Contoh perilaku dominan dapat dilihat saat Gilang selalu memaksa para korbannya untuk meminta maaf kepadanya. Ia juga menyebut dirinya dengan sebutan 'Mas' atau 'Kakak', sedangkan memanggil para korban dengan sebutan 'Dik'. Â Â
Perilaku dominan itu juga menjurus pada tindak manipulatif. Dilansir dari cosmopolitan.co.id, beberapa ciri dari tindak manipulatif dapat dilihat sebagai berikut.
1. Membuat korban merasa bersalah.
Gilang menggunakan alasan penyakit vertigo-nya sebagai senjata agar korban mau tetap melakukan apa yang ia inginkan.
Contoh lain, dari awal Gilang juga selalu menuntut korban untuk meminta maaf hanya karena hal sepele, seperti kesalahan diksi sampai-sampai korban tidak tahu harus berkata apa karena merasa serba salah.
2. Tidak peduli masukan dari orang lain.
Saat teman korban berkata bahwa ia mengalami sesak napas, Gilang tetap ingin meneruskan apa yang sedang mereka kerjakan, walaupun korban mengatakan bahwa hal itu mungkin akan berakibat buruk dan sangat membuang waktu serta tenaga.
3. Memaksa korban keluar dari zona nyaman mereka.
Gilang juga sering mengasumsikan bahwa korban yang mengatakan 'iya' berarti telah berjanji. Karena alasan itu, Gilang terus menuntut korban untuk melakukan apa yang ia inginkan.
4. Menurunkan kepercayaan diri.
Pada korban lain, Gilang bahkan tidak ingin menjelaskan lebih lanjut tentang penelitiannya saat korban meminta alasan yang jelas. Gilang justru mencemooh korban yang dianggap hanya anak sekolah.
5. Berpura-pura peduli.
Saat korban baru selesai 'dibungkus' Gilang menanyakan kabarnya. Lalu, ketika korban mengeluh karena 'dibungkus' selama berjam-jam, Gilang menyatakan keinginan untuk memeluk korban.
Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari ahli profesional tentang kondisi Gilang. Banyaknya asumsi yang beredar di media sosial tentang kondisi Gilang yang sebenarnya, tapi hal itu belum bisa dipastikan karena penyimpangan seperti ini tidak bisa hanya dinilai melalui media sosial, butuh penanganan langsung dari ahli.
Namun, keberanian korban untuk buka suara patut diapresiasi. Hal ini pada akhirnya mendorong korban-korban lain untuk turut buka suara dengan harapan bisa menumbuhkan kewaspadaan tentang 'modus' serupa, dan tidak akan ada korban lain.
Sumber data:
Calesta, K. (2017). 5 Ciri-Ciri Orang Manipulatif yang Patut Anda Ketahui. https://www.cosmopolitan.co.id/article/read/10/2017/12974/5-ciri-ciri-orang-manipulatif-yang-patut-anda-ketahui. Diakses pada 31 Juli 2020.
Lowenstein, L. F. (2002). Fetishes and Their Associated Behavior. Sexuality and Disability. 20(2). 135-147.
Prasetya, M.Y. (2015). Jenis dan ciri orang yang memiliki kelainan seksual. https://www.merdeka.com/peristiwa/jenis-dan-ciri-orang-yang-memiliki-kelainan-seksual.html. Diakses pada 31 Juli 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H