Selalu meminta lebih dan membanding-bandingkan anak untuk alasan motivasi tanpa pernah mengapresiasi adalah tindakan yang egois dan dapat mematikan karakter anak yang sedang terbentuk.Â
Pada dasarnya, orang tua dianugerahi kasih sayang dan cinta tanpa batas untuk anak-anaknya. Namun, kadang tuntutan untuk menjadikan anak-anak sempurna dapat mencederainya.
 Secara turun-temurun seorang anak hanya dituntut untuk menghormati, menghargai, dan menyenangkan hati orang tua. Anak dituntut untuk menjadi apa yang orang tua inginkan.Â
Tuntutan ini juga menumbuhkan pola pikir berikut, "Jika saya melakukan apa yang diminta oleh orang tua, maka mereka tidak akan memarahi saya."
Pola pikir seperti itu kemudian akan membatasi perkembangan seorang anak dan akan menciptakan sekat dengan orang tua karena ia seperti hidup di dalam 'penjara'. Padahal, di dalam keluarga seharusnya hubungan antara anak dengan orang tua maupun dengan anggota keluarga yang lain harus seimbang.
Toxic parenting dapat dilihat melalui tindakan-tindakan berikut:
1. Memaksakan kehendak pada anak tanpa mau mendengarkan pendapat.
Berbagai macam tuntutan, kritikan, dan ketidakpercayaan bahwa anak dapat melakukan sesuatu dengan benar bisa berdampak negatif pada anak. Ketahuilah bahwa anak juga memiliki mimpi dan pendapatnya sendiri. Jika dirasa salah, maka berikanlah pengertian dan solusi yang membangun.
2. Menggunakan peran kuasa sebagai orang tua.
Penyebutan 'anak durhaka' seringkali terucap dari mulut para orang tua ketika anaknya melakukan kesalahan atau membela diri setelah melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan keinginannya.
Sebagai orang tua, ada baiknya untuk mencoba meredam emosi dan membangun komunikasi yang sehat. Komunikasi yang sehat dapat dilakukan dengan mencoba memahami lewat sudut pandang anak, agar lebih mudah mengerti satu sama lain.