Mohon tunggu...
Oktavia Varadina
Oktavia Varadina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Cerita ku

ASSALAMUALAIKUM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengenalan Regulasi Emosi sejak Dini

29 November 2022   19:16 Diperbarui: 29 November 2022   19:34 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Konsep Dasar Regulasi Emosi

Tahukah anda apa itu regulasi emosi? (Saepudin, 2019) mengartikan adalah kemampuan manusia untuk mengalangi perilakunya yang tidak tepat yang diakibatkan kuatnya kadar emosi negatif dan emosi positif yang dirasakan. Atau juga bisa diartikan sebagai proses mengelola emosi dan mengungkapkan emosi tersebut sesuai suasana hati. 

Regulasi emosi ditekankan pada bagaimana proses emosi tersebut mampu memfasilitasi proses psikologis, yaitu pemecahan masalah, memusatkan perhatian, dukungan sosial, dan juga mengapa regulasi emosi memiliki pengaruh yang merugikan orang lain seperti menganggu hubungan sosial antara individu. 

Seseorang dapat dikatakan memiliki proses meregulasi yang sempurna yaitu apabila seseorang tersebut mampu mengendalikan emosi agar tidak berdampak buruk terhadap orang lain. Peran regulasi emosi yaitu untuk memodifikasi ekspresi sebuah emosi positif dan negatif dalam berinteraksi dengan orang lain agar sesuai dengan aturan sosial yang berlaku (, 2011).

Pada anak usia dini, regulasi emosi merupakan tahap pada perkembangan kognitif dan sosialnya. Menurut para peneliti anak yang mampu meregulasi emosi lebih bisa memecahkan masalah daripada anak yang hanya memiliki satu emosi. Alasannya karena emosi memiliki peran dalam mengarahkan perhatian atas informasi dimana setiap individu dapat memahami dan menanggapi perubahan dari tujuan awal yang telah ditentukan.

Regulasi emosi memiliki dua faktor yang tidak dapat dilepaskan yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat dipengaruh oleh temperamen, usia, dan sistem biologis pada anak. Sementara itu faktor eksternal dipengaruhi oleh kebudayaan dan lingkungan sekitar tempat tinggalnya. 

Kemampuan melegulasi merupakan bagaimana cara mengendalikan dirinya apabila sedang merasa kesal dan dapat mengatasi berbagai rasa yaitu diantaranya sedih, cemas dan marah sehingga apabila seseorang mampu meregulasi emosi maka akan cepat menyelesaikan masalah (Annie Aprisandityas & Diana Elfida, 2012).

Regulasi emosi berhubungan dengan suasana hati seseorang dan konsep regulasi emosi meliputi kesadaran dan ketidaksadaran. Selain regulasi emosi ada juga penekanan emosi yitu bentuk strategi emosi yang lain dan biasanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Penekanan emosi karena regulasi emosi dapat menghambat ekspresi kesadaran emosi yang terus-menerus dan berhubungan dengan tingkah laku.

Perkembangan Regulasi Emosi Berdasarkan Usia

Menurut penelitian (, 2011) yang dilakukan di sekolah-sekolah upaya yang dilakukan guru dalam pembelajaran yang terkait dengan regulasi emosi dikatakan masih kurang dan perlu perkembangan lagi dan ketika anak mendapat masalah dengan teman sebayanya ataupun saat melakukan kegiatan menolong dirinya sendiri. Tetapi disekolah tersebut ada satu unit untuk menekankan pada pengenalan emosi, ekspresi emosi, dan perkembangan seni melalui media vidio, dan boneka tangan.

Pada usia 2-6 tahun pada anak, anak mulai mengembangkan kemampuan regulasi emosinya dimana orang tua atau pengasuh mulai menunjukkan secara tepat dan cepat sinyal emosi mereka bahwa kondisi tertentu mengeluarkan emosi tertentu dan ekspresi wajah tertentu. Dengan hal demikian maka akan dapat menstimulus regulasi emosi pada anak.  

Perkembangan emosi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:

  • Expressing Emotions yaitu pada tahap ini kesadaran diri perlu dikembangkan terlebih dahulu agar anak dapat mengalami emosi sadar diri dan mampu mengenali dirinya dan sadar bahwa dirinya berbeda dengan orang lain.
  • Understanding Emotions yaitu dimana anak sudah mulai memposisikan emosinya dan ekspresi wajah yang harus ia keluarkan.
  • Regulating Emotions yaitu dimana pada tahap ini anak memegang peranan dimana anak harus mengatur konflik dan tuntutan yang mereka hadapi ketika sedang berinteraksi dengan orang lain.

(Amira & Mastuti, 2021) mengatakan bahwa ketika remaja akan rentan mengalami depressi dan stress. Karena pada masa remaja akan mengalami perubahan suasan hati dan konflik batin. Pikiran pada saat remaja akan dibuat bimbang antar sombong atau rendah hati, berbuat baik atau berbuat buruk dan kebahagiaan atau kesedihan. Seseorang pada masa ini akan menghadapi hidup yang sebenarnya dan tantangan bagaimana kehidupannya kelak, kemana arah yang akan ditempuh, dan tantangan menemukan jati dirinya.  

Banyak remaja yang tidak bisa mengelola emosinya dengan efektif sehingga remaja rentan mengalami depresi, marah, dan regulasi emosi yang buruk serta dapat mengalami penurunan prestasi akademik, penyalahgunaan narkoba, kenakalan remaja, dan gangguan pada pola makan. Kebiasaan para remaja yaitu mampu mengontrol berbagai emosi dalam berbagai situasi.

Pengasuhan, Sosialisasi, dan Regulasi Emosi

Orang tua berperan penting pada pendidikan seorang anak karena hanya orang tua yang mengerti sifat-sifat anaknya. Orang tua paham akan tumbuh kembang anak karena orang tua merupakan tempat sosialisasi pertama anak (Mubarok, 2018). Maka orang tua perlu memberikan pengarahan dan cara mengatasi sebuah emosi agar anak tersebut tidak melukai orang lain disekitarnya. Orang tua bisa dikatakan memiliki hubungan yang baik dengan anak apabila orang tua mampu memberikan ruang kepada anak untuk mengembangkan sosial nya, mampu berkomunikasi dua arah, dan orang tua bisa mengontrol aktivitas anak (Amira & Mastuti, 2021).

Sosialisasi emosi yang diadakan pihak-pihak terkait bertujuan untuk mengembangkan kompetensi emosi yang harus dimiliki oleh anak secara bertahap, yaitu emotional expressiveness, emotional knowledge dan emotional regulation . Perlunya sosialisasi atau pelatihan ini berguna untuk agar anak-anak peka terhadap emosi teman sebayanya dan mengerti apa yang sedang dirasakan teman sebayanya lewat sebuah ekspresi wajah. Perlunya pengetahuan tentang regulasi inilah yang akan membuat anak dipahami oleh masyarakat sekita apakah ia sedang sedih, marah atau gelisah.

Daftar Pustaka

Amira, F. S., & Mastuti, E. (2021). Hubungan antara Parent Attachment dengan Regulasi Emosi pada Remaja. Buletin Riset Psikologi Dan Kesehatan Mental (BRPKM), 1(1), 837--843. https://doi.org/10.20473/brpkm.v1i1.27037

Annie Aprisandityas, & Diana Elfida. (2012). Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Kecemasan Pada Ibu Hamil. Jurnal Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 8(Desember), 80--89.

Mubarok, A. A. S. A. Al. (2018). Parenting dan Pelibatan Orang Tua pada Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini. Al-Hikmah: Indonesian Journal of Early Childhood Islamic Education, 2(1), 29--42. http://journal.iaialhikmahtuban.ac.id/index.php/ijecie/article/view/21

Saepudin, M. (2019). Pengaruh empati, regulasi emosi dan anonimitas terhadap civility di media sosial. 1--101.

, . (2011). Emotion course. 190--202. http://psychology.soc.uoc.gr/kafetsios/Emotion.htm

 

     

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun