Menjamurnya tren Hustle Culture di kalangan anak muda menimbulkan sebuah pertanyaan mendasar. Apakah benar hustle culture meningkatkan produktifitas, dan berorientasi pada kesuksesan?
Nyatanya, hustle culture tidak sepenuhnya membawa kita menuju kesuksesan atau meningkatkan produktifitas. Jepang misalnya, negara yang telah lama terkenal dengan budaya kerja yang intens dan jam kerja yang ekstrim ini, merupakan tempat lahirnya istilah ”karoshi”- yang berarti “kematian karena terlalu banyak bekerja”.
Pada tahun 2008, seorang pria berumur 45 tahun asal jepang yang merupakan salah satu insinyur mobil top Toyota meninggal dunia karena terlalu banyak bekerja.
Dalam dua bulan hingga kematiannya, pria itu rata-rata lembur lebih dari 80 jam per bulan. Tidak hanya di Jepang, berdasarkan data WHO/ILO, pada tahun 2016 terhitung 745.194 kemati an di seluruh dunia disebabkan oleh jam kerja yang Panjang. (NPR 2021)
Data-data diatas menunjukkan kepada kita bahwa sebenarnya budaya kerja 24/7 merupakan budaya yang tidak baik untuk ditiru, apalagi sampai dijadikan tren.
Banyak dampak negatif yang timbul karena budaya gila kerja ini, seperti stress berlebihan, burnout yang berkepanjangan, tidak adanya keseimbangan dalam hidup dan lain sebagainya. Justru, negara dengan orang-orang paling produktif didunia adalah negara dengan jam kerja yang pendek.
Ada beberapa kebiasaan positif yang selalu dilakukan oleh orang-orang di negara produktif ini, seperti jam kerja yang lebih pendek, budaya work-life balance dan jadwal kerjanya yang lebih fleksibel.
Yang semua kebiasaan ini merupakan kebalikan dari hustle culture yang tengah di agung-agungkan anak muda akhir-akhir ini.
Referensi:
NPR. 2021. Overwork Killed More Than 745,000 People In A Year, WHO Study Finds. May 17. Accessed April 19, 2022. https://www.npr.org/2021/05/17/997462169/thousands-of-people-are-dying-from-working-long-hours-a-new-who-study-finds.