Alhasil, bekerja lembur hingga larut malam sering dijumpai, penganut Hustle Culture ini suka mengabaikan waktu istirahat dan menyepelekan jam tidur. setiap menit yang dihabiskan untuk melakukan sesuatu yang tidak produktif adalah satu menit yang terbuang sia-sia.
Tidak ada istirahat, tidak ada waktu luang, tidak ada liburan dan kurang tidur adalah hal-hal yang patut dibanggakan. Seseorang harus memenuhi tenggat waktu dan tujuan dengan kecepatan kilat untuk menyamai kecepatan dunia mereka.
Kenapa Hustle Culture ini diminati dan menjadi tren oleh anak-anak muda?
Hustle Culture ini diminati dan menjadi tren oleh Generasi Milenial bukan tanpa alasan. Glamorisasi yang terjadi di berbagai media membuat Hustle Culture terkesan hal yang normal.
Banyak tokoh-tokoh internasional yang berpengaruh, para enterpreneur yang sukses di usia muda, juga ikut serta berperan mempromosikan budaya overwork ini.
Elon Musk misalnya, pemilik perusahan Tesla ini dalam cuitannya di twitter “orang yang hanya kerja 40 jam perminggu tidak akan bisa mengubah dunia”.
Gagasan bahwa setiap orang bisa menjadi sesukses Steve Jobs, Mark Zuckerberg atau Elon Musk hanya jika mereka mau bekerja dengan giat, melampaui jam kerja normal, keluar dari zona nyaman.
Hustle Culture sering disebut sebagai bagian dari sistem kapitalis modern. Dimana profit merupakan orientasi utama dalam kehidupan. Para pemilik modal, akan sangat diuntungkan dengan budaya overwork ini.
Dengan alasan itu, dengan pengaruhnya dan powernya, para pemilik modal akan berusaha untuk mempertahankan tren Hustle Culture tetap eksis agar mereka mendapatkan untung yang sebesar-besarnya.
Benarkah Hustle Culture meningkatkan produktivitas dan berorientasi pada kesuksesan?