Jember, 8 Mei 2024 – Akhir-akhir ini banyak fenomena korupsi yang terangkat ke publik, salah satu kasus yang menggegerkan khalayak ramai yaitu korupsi PT Timah yang merugikan negara hingga Rp271 triliun.Â
Korupsi bagaikan benalu yang melilit kemajuan bangsa. Praktik culas ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat pembangunan nasional dan merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.Â
Oleh karena itu, membangun Indonesia yang bebas korupsi menjadi dambaan kita bersama. Maka dari itu diperlukan suatu cara guna mewujudkan Indonesia menjadi negara bebas korupsi. Optimalisasi eksternalitas positif dan pencegahan Public Choice yang merugikan untuk mewujudkan cita-cita tersebut diharapkan menjadi jawabannya. Akan tetapi sebelum lebih jauh ke dalam topik pembahasan, kita juga perlu memahami konsep-konsep dasarnya.
Korupsi pada dasarnya adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Korupsi merupakan bentuk tindak pidana karena terjadinya pelanggaran terhadap hak sosial dan ekonomi masyarakat yang akan menimbulkan kerusakan besar bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.Â
Tindak pidana korupsi yang digolongkan sebagai kejahatan luar biasa atau extra-ordinary crimes dikarenakan kerugian negara yang ditimbulkan jauh lebih besar dari jumlah uang yang dikorupsi.Â
Dampak negatif korupsi sangat luas, mulai dari menghambat pertumbuhan ekonomi, menurunkan kualitas pelayanan publik, menciptakan ketidakadilan sosial, terhambatnya pembangunan infrastruktur, penyediaan layanan kesehatan yang tidak optimal, dan pendidikan yang tidak berkualitas.Â
Dengan dampak yang dihasilkan luar biasa, maka diperlukan suatu formula baru yang berbeda dari formula yang sudah ada dalam rangka menimbulkan efek kejutan dan efek jera.
Untuk melawan korupsi, kita perlu memahami konsep eksternalitas. Eksternalitas adalah dampak dari aktivitas ekonomi atau kebijakan publik yang dialami oleh pihak lain.Â
Dalam konteks ekonomi, eksternalitas terjadi akibat munculnya efek samping dari kegiatan produksi atau konsumsi suatu kegiatan ekonomi yang dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan pihak lainnya.Â
Penyebab utama dari eksternalitas adalah ketidaklengkapan instrumen penjelasan harga dan biaya di pasar. Peristiwa tersebut sering terjadi akibat kegagalan pasar dalam menentukan harga yang pasti dan ketiadaan mekanisme bagi pihak yang terdampak untuk memperoleh haknya yang telah dirampas.Â
Jika ditinjau dari jenisnya, eksternalitas dapat dibagi menjadi eksternalitas positif atau eksternalitas negatif. Eksternalitas positif dalam konteks korupsi adalah perilaku yang membawa dampak baik bagi masyarakat luas, seperti kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas. Sebaliknya, eksternalitas negatif seperti penyuapan, nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan, justru mendorong praktik korupsi.
Konsep Public Choice juga berperan penting dalam memahami korupsi. Public Choice adalah teori yang menjelaskan bagaimana individu dan kelompok membuat keputusan dalam konteks publik.Â
Keputusan yang mengutamakan kepentingan publik, misalnya dengan menolak praktik suap atau melaporkan tindakan korupsi, dapat membantu mencegah korupsi.Â
Namun, Public Choice yang mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok, seperti memanfaatkan jabatan untuk keuntungan sendiri, justru membuka celah bagi korupsi.
Lalu, bagaimana caranya kita bisa mengoptimalkan eksternalitas positif dan mencegah Public Choice yang merugikan? Salah satu strategi utamanya adalah melalui pendidikan anti-korupsi. Pendidikan ini bertujuan menanamkan nilai-nilai integritas, kejujuran, dan kesadaran bahaya korupsi sejak dini. Masyarakat yang memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang korupsi akan lebih mampu menolak praktik tersebut dan berperan aktif dalam upaya pemberantasan korupsi.
Selain itu, reformasi birokrasi dan penegakan hukum yang tegas juga diperlukan. Birokrasi yang rumit dan tidak transparan berpotensi menjadi celah bagi korupsi. Reformasi birokrasi ke arah yang lebih simpel, transparan, dan akuntabel dapat membantu mencegah korupsi.Â
Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi, tanpa pandang bulu, juga akan memberikan efek jera dan menciptakan disinsentif bagi koruptor. Penerapan pasal 2 dan pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 serta UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang terkait kerugian keuangan negara yang selama ini dijadikan dasar dalam menangani kasus tindak pidana korupsi terbukti tidak efektif untuk mencegah dan menurunkan tindak pidana korupsi.Â
Sementara perhitungan kerugian yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum hanya memperhitungkan besaran uang yang dikorupsi atau dinikmati oleh pelaku saja. Kombinasi tidak efektifnya regulasi dan tidak kompleksnya metode perhitungan kerugian yang ada saat ini perlu diajukan formula baru guna memperbaikinya. Penerapan metode biaya sosial korupsi dalam perhitungan kerugian negara akan menjadi solusi yang dapat menimbulkan efek jera. Â
Biaya sosial korupsi menghitung biaya eksplisit yang dikeluarkan negara untuk mencegah dan menangani tindak pidana korupsi yang terjadi dan biaya implisit (opportunity cost) yang merupakan biaya dampak yang timbul karena korupsi yang dilakukan.Â
Ruang lingkup biaya eksplisit meliputi biaya pencegahan korupsi, penanganan perkara korupsi, pengadilan, perampasan aset, pemasyarakatan hingga nilai uang yang dikorupsi.Â
Penghitungan ini berpotensi memberatkan hukuman bagi para pelaku dan memungkinkan para penegak hukum untuk menuntut perhitungan kerugian yang lebih tinggi, sehingga diharapkan dapat mencegah dan menurunkan tindak pidana korupsi dengan lebih efisien.
Tentu saja, upaya pemberantasan korupsi menghadapi berbagai tantangan. Budaya permisi, lemahnya pengawasan, dan kurangnya kesadaran masyarakat menjadi faktor-faktor yang menghambat optimalisasi eksternalitas positif dan pencegahan Public Choice yang merugikan. Namun, bukan berarti tantangan ini tidak bisa diatasi. Kerja sama yang baik antara pemerintah, masyarakat sipil, dan lembaga penegak hukum menjadi kunci keberhasilan.
Marilah kita bersama-sama melawan korupsi. Laporkan setiap tindakan korupsi yang kita temui, dukung kebijakan anti-korupsi, dan jadilah teladan bagi lingkungan sekitar. Dengan demikian, Indonesia bebas korupsi bukanlah lagi angan-angan, melainkan masa depan yang dapat kita capai bersama.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI