Mohon tunggu...
Okta Bagas Ramadhani
Okta Bagas Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Okta Bagas Ramadhani, seorang mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember. Saya memiliki hobi bermain game dan menonton film atau serial televisi. Saya menyukai topik berita atau informasi yang berkaitan dengan sains, teknologi, arsitektur, sepak bola, film dan game.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menuju Indonesia Bebas Korupsi: Mengoptimalkan Eksternalitas Positif dan Mencegah Publik Choice yang Merugikan

8 Mei 2024   22:15 Diperbarui: 8 Mei 2024   22:29 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konsep Public Choice juga berperan penting dalam memahami korupsi. Public Choice adalah teori yang menjelaskan bagaimana individu dan kelompok membuat keputusan dalam konteks publik. 

Keputusan yang mengutamakan kepentingan publik, misalnya dengan menolak praktik suap atau melaporkan tindakan korupsi, dapat membantu mencegah korupsi. 

Namun, Public Choice yang mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok, seperti memanfaatkan jabatan untuk keuntungan sendiri, justru membuka celah bagi korupsi.

Lalu, bagaimana caranya kita bisa mengoptimalkan eksternalitas positif dan mencegah Public Choice yang merugikan? Salah satu strategi utamanya adalah melalui pendidikan anti-korupsi. Pendidikan ini bertujuan menanamkan nilai-nilai integritas, kejujuran, dan kesadaran bahaya korupsi sejak dini. Masyarakat yang memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang korupsi akan lebih mampu menolak praktik tersebut dan berperan aktif dalam upaya pemberantasan korupsi.

Selain itu, reformasi birokrasi dan penegakan hukum yang tegas juga diperlukan. Birokrasi yang rumit dan tidak transparan berpotensi menjadi celah bagi korupsi. Reformasi birokrasi ke arah yang lebih simpel, transparan, dan akuntabel dapat membantu mencegah korupsi. 

Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi, tanpa pandang bulu, juga akan memberikan efek jera dan menciptakan disinsentif bagi koruptor. Penerapan pasal 2 dan pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 serta UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang terkait kerugian keuangan negara yang selama ini dijadikan dasar dalam menangani kasus tindak pidana korupsi terbukti tidak efektif untuk mencegah dan menurunkan tindak pidana korupsi. 

Sementara perhitungan kerugian yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum hanya memperhitungkan besaran uang yang dikorupsi atau dinikmati oleh pelaku saja. Kombinasi tidak efektifnya regulasi dan tidak kompleksnya metode perhitungan kerugian yang ada saat ini perlu diajukan formula baru guna memperbaikinya. Penerapan metode biaya sosial korupsi dalam perhitungan kerugian negara akan menjadi solusi yang dapat menimbulkan efek jera.  

Biaya sosial korupsi menghitung biaya eksplisit yang dikeluarkan negara untuk mencegah dan menangani tindak pidana korupsi yang terjadi dan biaya implisit (opportunity cost) yang merupakan biaya dampak yang timbul karena korupsi yang dilakukan. 

Ruang lingkup biaya eksplisit meliputi biaya pencegahan korupsi, penanganan perkara korupsi, pengadilan, perampasan aset, pemasyarakatan hingga nilai uang yang dikorupsi. 

Penghitungan ini berpotensi memberatkan hukuman bagi para pelaku dan memungkinkan para penegak hukum untuk menuntut perhitungan kerugian yang lebih tinggi, sehingga diharapkan dapat mencegah dan menurunkan tindak pidana korupsi dengan lebih efisien.

Tentu saja, upaya pemberantasan korupsi menghadapi berbagai tantangan. Budaya permisi, lemahnya pengawasan, dan kurangnya kesadaran masyarakat menjadi faktor-faktor yang menghambat optimalisasi eksternalitas positif dan pencegahan Public Choice yang merugikan. Namun, bukan berarti tantangan ini tidak bisa diatasi. Kerja sama yang baik antara pemerintah, masyarakat sipil, dan lembaga penegak hukum menjadi kunci keberhasilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun