Berbicara mengenai UMKM di pelosok Negeri, ingatanku kembali ke Juli 2017. Saat itu, aku melakukan sebuah perjalanan yang tak akan pernah terlupakan dalam hidupku. Berlayar selama 5 hari dari Surabaya, singgah di beberapa pulau di Indonesia, merasakan badai di atas kapal hingga akhirnya sampai di salah satu pulau terluar Indonesia, Kota Tual.
Kamu pernah dengar wilayah di Indonesia dengan nama Kota Tual? Namanya memang tidak familiar dan masih terasa asing. Ketika pertama kali diberi tahu akan berangkat ke Kota Tual pun aku langsung membuka Google Maps untuk bisa menemukan dimana letak geografisnya. Pulaunya kecil sekali di maps dan terletak jauh dari pulau-pulau di Provinsi Maluku Lainnya.
Kota Tual adalah sebuah kota di Provinsi Maluku tepatnya di Maluku Tenggara. Luas wilayahnya sekitar 19 km persegi yang didominasi oleh lautan. Kota Tual ini terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil yang jumlahnya ada 66 pulau dengan 13 pulau berpenghuni dan sisanya tidak berpenghuni. Di Kota Tual, aku tinggal di Desa Lebetawi, sebuah desa di pesisir pantai yang termasuk Kecamatan Pulau Dullah Utara sekitar 30-40 menit dari pelabuhan Kota Tual.
Setelah berkelana di lautan berhari-hari, akhirnya aku sampai di negeri yang indah ini. Aku bersama teman-temanku datang kesini bukan hanya untuk liburan, tapi kami membawa misi untuk melakukan ekspedisi sosial. Tergabung di tim yang akan berkontribusi di bidang ekonomi, kami membawa berbagai program yang telah dirancang dengan tujuan untuk memajukan perekonomian masyarakat Kota Tual, Maluku dan salah satunya adalah kiat untuk mengembangkan bisnis melalui inovasi produk dan packaging.
Dari Surabaya, kami membawa beberapa contoh packaging yang menarik yang bisa menambah nilai jual sebuah produk. Riset juga dilakukan dengan membaca dan bertukar gagasan mengenai inovasi produk. Ilmu yang di dapatkan semasa kuliah, akhirnya bisa diterapkan langsung di masyarakat. We're so excited!
Tapi, kami tidak semerta-merta menerapkan apa yang sudah kami bawa dari sana ke masyarakat. Sesampainya disana, kami kembali melakukan survey lapangan.
Kami mengumpulkan informasi mengenai UMKM di desa tersebut dengan cara berbincang dengan ibu-ibu disana. Setelah pengumpulan data dari lapangan, kami menyimpulkan bahwa pengembangan UMKM di Desa Lebetawi masih kurang maksimal dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhinya. Fokus kami memang kepada pelaku UMKM wanita di desa tersebut karena para laki-laki pekerjaannya mayoritas sebagai seorang nelayan.
Potensi UMKM di Lebetawi, Kota Tual
Akhirnya hari yang ditentukan sudah tiba. Kami sedikit khawatir kegiatan sharing mengenai potensi produk lokal ini sepi peminat karena berbagai hal. Ternyata tidak disangka, ibu-ibu dan para remaja putri antusias sekali datang ke Bale Desa, tempat diadakannya acara ini. Semua datang dengan senyum ramah meskipun masih malu-malu. Kami pun senang, karena ide kami disambut dengan meriah oleh warga disana.
Ternyata, mereka sangat antusias dengan adanya kegiatan ini. gestur malu-malu ketika pertama bertemu sudah hilang dan berganti dengan kehebohan bercerita mengenai ide-ide produk yang mereka buat. Kendala dari usaha mereka adalah ketidakberanian mereka berinovasi dan cenderung membuat produk yang mainstream. Meskipun ada beberapa orang yang sudah berpengalaman mendapatkan pelatihan mengenai UMKM, tetap saja tidak maksimal dikarenakan banyak kendalanya.
Sembilan Produk Inovasi Lokal
Tiga hari berikutnya, kami menagih janji para ibu dan remaja tersebut. Kali ini bukan di Bale Desa, tapi di rumah Ibu Kepala Desa. Saat kami masih membereskan tempat, para ibu sudah datang dengan menenteng produk lokal buatan mereka dengan senyum lebar.
"Ini kami buat ada sembilan macam", ujar Ibu Kepala Desa.
Hah? Kami tercengang. Luar biasa sekali semangat para ibu dan remaja putri ini. Ternyata, selama ini mereka sudah memiliki ide mengenai pembuatan produk lokal tersebut tetapi masih tidak percaya diri. Mereka mengutarakan bahwa dengan adanya kegiatan sharing mengenai potensi produk lokal, mereka menjadi percaya diri dan semangat membuat produk.
Sembilan produk itu terdiri dari cemilan asin dan manis. Aku lupa nama-namanya, tapi yang pasti rasanya enak. Selain berinovasi dengan bentuk makanannya, mereka juga berinovasi dengan rasa. Uniknya, bumbu atau rasa yang mereka buat adalah alami dan dibuat sendiri. Misalkan ada cemilan dengan rasa coklat atau pandan, mereka membuat bumbunya sendiri jadi selain enak bumbunya juga sehat karena menggunakan bahan-bahan yang alami. Kami mencicipi satu-satu dengan perasaan bahagia dan haru melihat semangat para ibu dan remaja putri di sana.
Ketika kami akan pulang ke Surabaya, kami memesan produk-produk yang mereka buat sebagai buah tangan. Mereka sangat senang dan bersemangat membuat pesanan yang lumayan banyak ini. Uniknya, mereka berbisnis dengan saling membantu bukannya saling bersaing. Pekerjaan ini dibagi-bagi dan akan saling membantu jika ada yang kewalahan melayani pesanan. Meskipun sistemnya belum berjalan dengan baik dan packagingnya masih belum benar-benar rapi, tapi semangatnya bikin kami senang.
JNE di Pelosok Negeri
Aku mengingat pengalaman itu sambil senyum-senyum sendiri. Tak terasa, itu lebih dari satu tahun yang lalu, jadi rindu Lebetawi. Akhirnya aku menghubungi Bang Fachri, rekan yang memang tinggal disana. Senang sekali mendengar kabar bahwa kegiatan perekonomian disana melalui inovasi produk lokal ini masih berlanjut.
Dengan melakukan inovasi produk lokal, para ibu dan remaja putri disana bisa berbisnis tanpa hanya mengandalkan pendapatan suami dan juga bisa lebih peka dalam melihat peluang bisnis di sekitarnya. Permasalahan mengenai inovasi packaging juga bisa diselesaikan dengan adanya JNE yang bisa mendistribusikan packaging dari luar Kota Tual.
JNE ternyata melayani pengiriman paket hingga ke pelosok negeri. Ada lebih dari 1,500 titip layanan yang tersebar di seluruh Indonesia dengan layanan eksklusif penjemputan hingga pengantaran. Tarifnya juga sangat terjangkau, dibandingkan harus pergi dan pulang sendiri menggunakan kapal laut, apalagi dengan pesawat. Ketika aku berlayar menuju Kota Tual, ada banyak sekali orang yang membawa belanjaan untuk kembali dijual di daerahnya dan mungkin dengan adanya JNE ada beberapa jenis barang yang bisa dikirimkan sehingga memangkas biaya logistik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H