Mohon tunggu...
Okta Chandra RK
Okta Chandra RK Mohon Tunggu... Guru - Pengisi Materi di Belajar Bareng Okta Channel

Suka matematika, sekaligus mengajar matematika. Saya juga mengelola blog mathclinic.my.id dan juga channel youtube belajar bareng okta yang berisi seputar matematika. Saya juga sedang mengembangkan blog ladangilmu.my.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Orang Lain Perlu Melihat Ibadah Kita?

13 November 2022   08:35 Diperbarui: 13 November 2022   08:35 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Oleh Okta Chandra RK 

Apakah orang lain perlu melihat ibadah kita?

Apakah orang lain perlu melihat ibadah kita?
Itu adalah pertanyaan yang cukup sulit dijawab. Karena cukup sensitif dan bisa menimbulkan perdebatan panjang. Namun arah tulisan kali ini bukan untuk merujuk pada perdebatannya. Tapi hikmah dibaliknya yang perlu kita tonjolkan.

Bagi sebagian orang, sepertinya perlu bila ibadahnya dilihat orang lain. Karena kelaiman orang tersebut, diharapkan bisa memberikan contoh kepada orang lain. Menjadi sosok atau figur yang memberi contoh baik pada kehidupan beragama.

Sebagai contoh, bila kita seorang dokter. Bila kita seorang dokter, orang dapat mengetahui kita sebagai dokter yang membuka praktek dengan cara memasang papan nama di depan tempat praktek kita. Sehingga orang lain tahu bahwa kita adalah dokter yang bisa membantu mengobati orang yang sakit.

Pandangan demikian juga terkadang berlaku dalam beribadah. Bila kita memang ingin berdakwah dan berjalan di jalan Allah yang khusuk, maka kita perlu menunjukkan kekhusukan kita. Agar orang lain mengerti bahwa kita memang berdakwah, sehingga bisa membantu memberi pencerahan bagi orang-orang yang tersesat.

Pandangan tersebut ada benarnya dan bila kita pikirkan kembali, hal tersebut tidak salah dan masuk akal. Bagaimana orang bisa tahu bila kita berdakwah bila kita tidak menunjukkan kekhusukan kita dalam beribadah. Bagaimana bisa orang lain mengerti apa yang kita dakwahkan bila orang lain tidak mengetahuinya.

Disisi lain terdapat orang-orang yang beranggapan ibadahku ya untuk aku. Tak perlu orang lain tahu. Karena baginya, beribadah itu sesuatu hal yang bukan untuk dipamerkan. Bukan hal yang harus dilihat orang. Kekhusyukan baginya adalah bercengkrama dengan Tuhan tanpa ada yang melihat.

Bagi orang-orang dengan pandangan begini, terkadang terlihat tidak pernah beribadah, tidak alim, bahkan seolah-olah dia adalah orang yg jauh dari Tuhan. Tapi ada hal yang memang tidak diketahui orang lain. Dan kita tidak pernah tahu apakah ibadahnya di terima atau tidak.

Pandangan seperti itu pun tidak bisa dibilang salah, karena hakekatnya orang dengan pandangan seperti itu menghindari riya'. Ibadah yang dijalani dilakukan dengan penuh hati-hati agar tidak muncul Nita riya' dihatinya. Karena dia takut, niatnya beribadah akan berganti menjadi pamer.

Baca juga: Pelita Hati

Kedua pandangan tersebut tidak ada yang salah. Karena hakikatnya semua memiliki alasan dan pandangannya masing-masing. Selama itu menuju ke arah kebaikan, seharusnya tidak perlu ada pertentangan. Keduanya baik dan berpendapat yang tidak bisa dibilang keliru. 

Baca juga: Ingatlah Diri

Justru yang keliru adalah saat kita merasa, merasa paling benar. Merasa paling baik. Merasa kitalah yang harus didengar. Bahkan tidak jarang bila sudah merasa, secara tidak sadar kita memaksa orang lain untuk mengikuti cara pandang kita. Nah, yang seperti itu yang menurut penulis pribadi, penulis anggap keliru. Karena merasa, sejatinya samar. Kebenaran sudah menjadi bias oleh nafsu, karena merasa.

Hakikat hidup itu pilihan. Yang pasti hanyalah jodoh, Riski dan mati, selebihnya adalah pilihan. Artinya setiap orang lain bebas menentukan pilihan hidup yang akan dijalaninya. Sejatinya ibadah pun masalah hati, jalani sesuai pilihan hati masing-masing. Kita sebaiknya hanya cukup mengajak, bukan mengingatkan yang terkesan memaksakan dan memandang buruk orang-orang yang lalai bila diingatkan.

Pada saat kita sudah mengingatkan, kewajiban kita sudah gugur. Masalah dilakukan atau tidak, itu urusan orang yang sudah diingatkan. Sehingga kita tidak perlu marah ataupun memaksakan apa yang kita anggap benar. 

Dalam hal ini, penulis berpendapat bahwa yang terbaik adalah saling menghargai pilihan hati masing-masing orang. Terlepas mau ditunjukkan ataupun memilih untuk menyembunyikan. InsyaAllah beragama akan lebih indah. Tak perlulah kita mengkritik orang lain yang tidak sesuai dengan kita, karena mungkin kita yang mengkritik belum tentu lebih baik. Cukup tingkatkan kualitas keimanan kita dan ibadah kita, tanpa perlu mencemaskan orang lain yang bertentangan dengan cara pandang kita.

Pandangan diatas merupakan pendapat pribadi penulis. Merujuk dari beberapa kajian yang pernah penulis dapatkan. Semoga bisa memberikan pandangan lain dalam menyikapi perbedaan pilihan yang berbeda. Mari melihat dari sisi lain, jangan berfokus dengan apa yang kita pikirkan. Karena orang lain punya cara pandangnya. Dengan demikian, kita akan bisa saling menghargai dan menjadikan kehidupan jd lebih indah.

Wallahualam Bissawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun