Selama ada logo SNI pada kantong semen, kualitasnya terjamin. Fiturnya? Ya mirip-mirip, selama setipe. Di atas dijelaskan ada tiga tipe: serbaguna, masonry, dan high early.Â
Kata Pak Bi, begitu produk sudah mirip-mirip, maka yang dicari adalah yang termurah. Begitulah habit konsumen. Kata Simon Sinek, sesuatu yang berlimpah (komoditas), nilainya akan turun. Tidak spesial lagi. Makanya selama produsen semen hanya bertarung di fitur, merek lain pun akan berusaha mengalahkannya. Begitu seterusnya sampai berdarah-darah. Akhirnya masuk red ocean.
***
Semen itu dibuat dengan cara membakar batu kapur (CaCO3) untuk diambil CaO-nya sebagai bahan utama, lalu dicampur dengan pasir silika, pasir besi, clay, menjadi klinker. Klinker ini bahan baku semen, yang akan dicampur lagi dengan bahan pengisi lainnya. Dari klinker bisa dihasilkan semen PCC, OPC, OWC, tipe II, tipe V.Â
Masalahnya, selain CaO, ada emisi CO2 juga yang dihasilkan dari pembakaran batu kapur.
CaCO3 -> CaO + CO2
Dalam reaksi kimia, rasionya 1:1. Jadi setiap satu ton semen diproduksi (dalam reaksi kimia di atas diwakili oleh CaO, satu ton CO2 juga dihasilkan.Â
Sedih sebenarnya.Â
Satu sisi kita butuh semen untuk pembangunan, kita menambang batu kapur, lalu membakarnya pada suhu tinggi, tapi di sisi lain ada emisi CO2 juga sebagai produk samping. Apakah perusahaan semen bertanggung jawab untuk hal ini?
Ini dia pembedanya. Ini yang membuat perbedaan makna dari semua semen yang beredar. Dan ini, pilihan yang saya buat.Â
***