Atas pertimbangan akan konsep yang diturunkan oleh falsafah "Alam takambang jadi Guru" tadi mendorong masyarakat Minangkabau untuk lebih bijaksana dalam menghadapi perselisihan yang lumrah terjadi, sehingga mereka (orang Minangkabau) lebih memilih untuk mengedepankan rasionalitas dan kemampuannya dalam berkomunikasi (berbudi dan berbahasa) untuk mencapai kepentingan yang ingin diraih. Hal ini sesuai dengan cara para diplomat maupun politisi secara umum dalam menghadapi permasalahan dalam bermasyarakat dan bernegara. Pemahaman inilah yang tertanam dalam diri tokoh seperti Mohd. Hatta, Agus Salim, Sutan Sjahrir, Mohammad Natsir, Mohammad Yamin, Mr. Assaat, hingga Chaerul Saleh yang telah disebutkan di awal yang pada akhirnya menuntun mereka untuk memilih jalan "diplomasi" sebagai salah satu jalan untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia yang masih sangat muda di masanya.
DAFTAR PUSTAKA
Miksic, John. “From megaliths to tombstones: the transition from prehistory to the early islamic period in highland west sumatra.” Indonesia and the Malay World 32, no. 93 (2004): 191-210. https://doi.org/10.1080/1363981042000320134.
Reid, Anthony. “Understanding Melayu (Malay) as a Source of Diverse Modern Identities.” Journal of Southeast Asian Studies 32, no. 3 (2001): 295–313. https://doi.org/10.1017/S0022463401000157.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H