Mohon tunggu...
Okky Fajar Tri Maryana
Okky Fajar Tri Maryana Mohon Tunggu... Administrasi - Pendidik di Program Studi Fisika Institut Teknologi Sumatera

Pendidik di Program Studi Fisika Institut Teknologi Sumatera

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nobel Fisika 2017 untuk Gelombang Gravitasi: Sebuah Catatan Kecil

9 Oktober 2017   08:44 Diperbarui: 9 Oktober 2017   09:00 982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Credit: interstellarmovie.net

Akhirnya keluar juga nama pemenang Nobel Fisika tahun 2017 pada hari Selasa, 3 Oktober 2017 lalu.

Kalau Anda pernah menonton film 'Interstellar' yang super membingungkan tapi sangat seru itu, mereka bertiga inilah bagian dari orang-orang keren yang bertanggung jawab dibalik segala penjelasan ilmiah jalan cerita film tersebut.

Pencapaian Nobel fisika tahun ini adalah tentang terbuktinya gelombang gravitasi di alam semesta yaaaannggg...kurang lebih seratus tahun lalu (tepatnya pada tahun 1916) Albert Einstein telah memprediksikannya secara matematis melalui teori relativitas umumnya. Awal ceritanya sih Eintein hanya menerka-nerka dari konsekuensi hasil hitung-hitungan rumitnya.

Penerima Nobel Fisika 2017 itu adalah tiga peneliti dari Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory (LIGO) (sebuah tempat dengan instrumentasi detektor supeerrrrrrr sensitif) yaitu Rainer Weiss, Barry C Barish, dan Kip S Thorne. Ketiganya secara serius berkomitmen selama puluhan tahun berkutat dalam pencarian gelombang gravitasi.

Perlu dicatat, 14 September 2015, untuk pertama kalinya keberadaan gelombang gravitasi dapat tangkap. Para fisikawan menyebutnya sebagai "kicauan" alam semesta, walau pun sesungguhnya gelombang gravitasi bukanlah gelombang suara. LIGO berhasil menangkap wujud gelombang gravitasi itu beberapa kali, kemudian dikonfirmasi pusat riset lainnya.

Credit: Nobelprize.org
Credit: Nobelprize.org
Sebentar, apa sih sebenarnya gelombang gravitasi yang dimaksud ini? Kan kita taunya gravitasi selama ini adalah bentuk gaya dari hukum Newton kan? Nah, kalau dalam teori relativitas umum, gravitasi bukan lagi dilihat sebagai gaya melainkan manifestasi dari kelengkungan ruang dan waktu (nah loh!) ruang-waktu melengkung?

Einstein menyatakan, alam semesta sejatinya ibarat kain empat dimensi. Gelombang gravitasi dalam teorinya digambarkan sebagai kerutan-kerutan yang muncul karena keberadaan benda yang melintasi kain empat dimensi itu. (bayangin aja trampolin yang dijatuhkan bola boling terus dia berputar) andai kerutan ini dikonversi jadi bunyi, bentuk fisik yang ketangkep berupa kresek-kresek alias noise yang biasa muncul seperti saat dahulu orang mencari gelombang radio.

Pemicu gelombang gravitasi ini sebenarnya adalah sembarang obyek di alam semesta yang mengalami perubahan kecepatan. Besar gelombang yang dihasilkan dari perubahan itu tentu sangat bervariasi, tergantung dari ukuran si obyek pemicunya.

Karena Bumi juga bergerak mengelilingi matahari dengan kecepatan yang bervariasi, Bumi juga menghasilkan gelombang gravitasi ini. Keberadaan gelombang gravitasi yang terjadi ketika obyek dengan bobot massa tertentu bergerak dengan variasi kecepatan dan arah tertentu akan membuat "jarak" di antara obyek besar itu dan benda lain di semesta pun menjadi gak pasti atau relatif--bisa mengerut dan melar.

Bingung kan? Gapapa. Namanya juga belajar.

Yuk kita tarik sedikit ke belakang ceritanya.

Semua bermula dari sebuah paper ilmiah yang Einstein ajukan pada tahun 1911 ke Jurnal Annalen der Physik, dengan judul: "On the Influence of Gravity on the Propagation of light". Sebenarnya gagasan di paper ini sudah mulai di tahun 1907, namun Einstein sempat meninggalkannya.

Paper tersebut mengusulkan gagasannya yang masih mentah tentang pembelokan cahaya akibat gravitasi. Apakah perambatan cahaya dipengaruhi oleh gravitasi? Gagasan ini tentu menimbulkan pertanyaan menarik. Kita tahu selama ini dalam pengalaman sehari-hari kalau kita menembakkan lampu senter cahayanya selalu mengarah lurus. Laser pointer untuk menandai garis lurus saat membangun rumah/gedung, dan Anda ingat lampu 'Batman' juga kan? Semua cahaya merambat lurus. Nah, jika berkas cahaya-cahaya itu melengkung saat memasuki wilayah medan gravitasi yang berubah, bagaimana mungkin garis lurus ditentukan? Konsekuensinya adalah bahwa garis lurus itu selama ini tidaklah ada! He he he.

Solusinya adalah bagaimana kita menyamakan jalur cahaya melalui medan gravitasi yang berubah dengan garis yang di gambar di atas bola atau permukaan yang melengkung (bayangin aja trek mobil-mobilan tamiya. Mobil akan belok kalau kita bikin trek jalurnya belok).

Dalam skala yang lebih besar, mungkin pelengkungan cahaya berarti bahan penyusun ruang angkasa, tempat di mana cahaya melintas, dilengkungkan oleh gravitasi sehingga nampaklah lurus! Kalau sudah begini, ilmu geometri Euclidan yang telah kita pelajari selama ini tidaklah berguna banyak. Ada petunjuk bahwa bentuk ilmu geometri baru mungkin sangat diperlukan.

Nah loh, apa itu geometri Euclid? Sederhananya seperti ini, kita tahu total jumlah sudut segitiga yang kita gambar di buku tulis pastilah berjumlah 180 derajat (catatan gambarnya harus bagus dan presisi yah). Coba gambar di atas globe, hitung sudutnya? Gak akan berjumlah 180 derajat! Coba cek kalau tidak percaya. Gambar segitiga di buku tulis datar itulah geometri Euclidan. Kalau di Globe termasuk geometri Non-Eucildan. Perlu perhitungan baru! Nilai Pi yang kita kenal sekarang (3.14) tidak sama nilainya pada geometri non-Euclidan.

Maka dari itu, Einstein sadar bahwa geomeri non-Euclidan diperlukan untuk menjelaskan jenis gravitasi tersebut. Dan dia sadar kalau ilmu tersebut bukanlah kekuatannya, maka dia datangi kawan lamanya yang lebih jago, nama orang itu adalah Marcel Grossman(1878 - 1936). (Tahu tidak, Grossman inilah yang rajin mencacat materi kuliah matematika ketika Einstein sering bolos. Einstein dapat nilai 4.5 dari skala 6 pada dua kuliah geometri di Politeknik Zurich. Sebaliknya, Grossman mendapat nilai 6 sempurna.) Saat bertemu Grossman itulah Einsten menyadari bahwa matematika dapat menjadi alat paling ampuh untuk menemukan, tidak hanya menjelaskan berbagai hukum alam.

Tujuan Einstein sudah jelas, ia ingin menemukan persamaan matematis yang menjelaskan dua proses yang saling melengkapi,

Pertama, cara medan gravitasi mempengaruhi materi, memberi tahu materi caranya bergerak.

Kedua, sebaliknya, cara materi membangkitkan medan gravitasi dalam ruang-waktu, memberi tahu gravitasi caranya melengkung.

Singkat cerita, Ia dan Grossman mengulik-nguliknya dengan menggunakan pendekatan geometri non-Euclidan yang dikembangkan oleh Bernhard Reimann (1826 - 1866). Reimann sendiri adalah seorang matematikawan jenius murid dari Carl Friedrich Gauss atau kita sering kenal di buku matematika dasar sebagai teorema Gauss. Einstein dan Grossmann juga mangadopsi konsep matematikawan Italia yaitu Gregorio Ricci-Curastro dan Tullio Levi-Civita.

Setelah beberapa tahun mengulik-ngulik dan sempat berlomba sengit dengan matematikawan yang tak kalah hebat bernama David Hilbert(1862 - 1943), akhirnya Einstein menemukan persamaan relativitas umumnya yang lengkap.

Teorinya tersebut menunjukkan bahwa unsur-unsur ruang-waktu tidak sekedar menjadi wadah objek dan kejadian. Alih-alih, unsur tersebut memiliki dinamikanya sendiri, yang ditentukan dan kemudian membantu menentukan gerakan objek di dalamnya, sekali lagi, persis seperti kain lentur trampolin yang melengkung dan beriak (seperti bentuk gelombang dalam permukaan air ketika kita melempar batu) saat bola boling dan beberapa bola biliar menggelinding melintasinya, kemudian dinamika lengkungan dan riak kain lentur trampolin menentukan jalur gelindingan bola dan menyebabkan bola biliar bergerak menuju bola boling.  Bola biliar akan bergerak ke arah bola boling bukan karena bola boling mengeluarkan gaya tarik misterius, melainkan karena bola boling tersebut melengkungkan kain trampolin dan membentuk riak. Nah, riak-riak inilah yang kiranya kita identifikasikan sebagai gelombang gravitasi!

Sekarang coba bayangkan hal itu terjadi pada permukaan empat dimensi ruang dan waktu di alam semesta. Memang bukan perkara mudah. Itulah sebabnya Anda dan saya bukan Einstein dan ia yang menjadi Einstein. He he.

"Teori ini adalah keindahan tiada taranya" ujar Eintein kepada salah seorang kawannya.

Saat itu Einstein berusia 36 tahun. Einstein telah mengasilkan suatu karya revisi paling imajinatif dan dramatis dalam sejarah atas pemahaman kita tentang alam semesta. Teorinya tersebut adalah cara yang benar-benar baru untuk kita dalam memandang realitas alam semesta.

Newton, yang telah mewariskan kepada kita dan Einstein bahwa alam semesta yang di dalamnya waktu memiliki eksistensi mutlak yang berjalan tanpa bergantung objek dan pengamat, dan ruang juga memiliki eksistensi yang mutlak. Melalui hukum-hukumnya, Newton menunjukkan bahwa gravitasi adalah gaya yang mengakibatkan massa saling tarik menarik secara agak misterius di seluruh ruang kosong dan objek mematuhi hukum mekanika secara akurat. Ternyata itu semua adalah...

Kasus khusus dari medan gravitasi statis dan lemah teori relativitas umum Einstein!

Namun demikian, teori relativitas umum Einstein tersebut tetap perlu pembuktian secara eksperimen yang ketat.

Satu persatu selama seratus tahun belakangan berbagai hasil eksperimen membuktikan kebenaran teori Einstein. Dan di tahun ini, dunia modern mengakui semakin kokohnya teori relativitas umum Einstein dengan ditemukannya secara fisis apa yang dahulu Einstein berceloteh tentang gelombang gravitasi.

"Mimpiku yang paling berani sekarang telah menjadi kenyataan", tulis Einstein melalui surat kepada sahabat dekat seumur hidupnya, Michele Besso(1873 - 1955) di tahun 1916.

Eintein meinggal pada tahun 1955, sebelum sempat menyaksikan teorinya yang lagi-lagi terbukti benar.

Kabar kematian Eintein di tahun 1955. Credit: http://pitp.physics.ubc.ca/
Kabar kematian Eintein di tahun 1955. Credit: http://pitp.physics.ubc.ca/
Diolah dari berbagai sumber.

Terima kasih sudah mau membacanya. Maaf bila ada kekurangan, mohon diluruskan.

Okky Fajar Tri Maryana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun