Mohon tunggu...
Prabangkara Mahidhara
Prabangkara Mahidhara Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Bebas

Penulis Blogger

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Golput Bukan Pengecut

7 April 2019   21:31 Diperbarui: 8 April 2019   03:33 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang pemilu presiden dan wakil presiden Indonesia tahun 2019 yang tinggal beberapa hari lagi, riuh gaduh percebongkampretan antar pendukung paslon 01 dan 02 makin tak terbendung lagi.

Segala cara dilakukan untuk menggaet suara pemilih yang hingga saat ini masih berstatus swing voters ataupun undeceided voters. Ada sekitar 11% hingga 15% pemilih mengatakan mereka masih ragu-ragu dalam memilih calon presiden Joko Widodo atau Prabowo Subianto (bbc.com, akses 3 April 2019, 11.30 PM). 

Mungkin Sudah Panik

Seolah tidak ada cara lain, selain terus-menerus menakut-nakuti atau menebar kebencian pada rakyat. Kedua kubu saling serang dengan membongkar aib tokoh-tokoh lawan politiknya.

Hal ini dilakukan mungkin dengan maksud membuka mata para swing voters maupun yang sudah menentukan pilihan untuk mempertanyakan kembali apakah pilihannya sudah tepat atau belum. Minimal mereka ingin menunjukkan, "ini loh tokoh-tokoh politik partai pendukung paslon pilihanmu, masih mau dukung dia?" Harapannya adalah swing voters ini akan memihaknya atau yang sudah memiliki pilihan akan bermanuver ke kubu sebelah.

Mempertontonkan aib atau kesalahan masa lalu lawan politik sepertinya sudah menjadi makanan sehari-hari netizen Indonesia. Rakyat Indonesia setiap hari terpapar informasi-informasi yang tak ada faedahnya sama sekali. Yang pada akhirnya, informasi itu hanya akan merusak psikologis mereka. Hal ini terjadi karena pemilih yang terus-menerus terpapar informasi buruk akan memilih atas dasar rasa benci, bukan karena program atau visi-misi yang ditawarkan oleh kedua kubu.

Entah, maksud mereka apa membuka aib lawan politik di depan umum, yang jelas publik sedang dipertontonkan tindakan tak bermoral segelintir orang yang haus kekuasaan dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Dampaknya adalah mereka membuat rakyat Indonesia menjadi terkotak-kotak. Ada yang di kolam bernama cebong, ada yang bergelantungan di pohon bernama kampret. Parahnya lagi, level kecerdasan orang Indonesia menjelang pemilu presiden 2019 menurun drastis bahkan hilang kewarasannya demi membela mati-matian paslon yang didukungnya.

Munculnya Konspirasi Golput

Namun, di sela-sela isu percebongkampretan yang saling serang itu, muncul golongan ketiga yang hadir sebagai penengah karena tidak memilih paslon manapun. Golput atau golongan putih, begitulah orang menyebutnya. Golput mengklaim bahwa suaranya belum terbeli oleh kedua paslon. Golput juga mengklaim bahwa mereka adalah golongan yang paling sehat akalnya karena tidak terikat oleh dukung-mendukung paslon manapun.

Isu banyaknya Golput semakin heboh mendekati masa kampanye usai. Tim sukses dari kedua kubu mulai panik karena masifnya konspirasi golput ini. Tokoh-tokoh politik, pengamat, dan lain-lain beramai-ramai berkomentar, ngatain, menghakimi dengan kalimat-kalimat tak pantas pada golputers (sebutan untuk orang-orang golput). Bahkan MUI mengeluarkan fatwa haram pada golput.

Apakah Golput Pengecut?

Sebuah pernyataan mengatakan bahwa golput adalah pengecut dan tidak punya pendirian (plin plan). Bahkan golput dicaci sebagai bukan WNI atau banci.

Menurut saya, golput bukan tindakan pengecut, atau cemen, ataupun pengkhianat bangsa karena tidak ikut serta dalam menentukan nasib bangsa Indonesia 5 tahun kedepan. Ini adalah pernyataan yang sungguh tidak etis, apalagi pernyataan-pernyataan itu datangnya dari golongan orang-orang terpelajar yang notabene adalah kaum elit.

Golput adalah pilihan, dimana golputers juga memiliki suara, yang tidak terbeli oleh kedua paslon. Artinya ada protes terhadap kedua paslon, ada protes terhadap sistem yang ada. Yang mana substansi protes-protes itu kembali ke diri pribadi masing-masing golputers. Bukan sekedar malas untuk memilih.

Protes-protes itu sebenarnya terjadi karena ketidakpuasan atas apa yang dikampenyekan oleh kedua paslon. Isu-isu yang diharapkan menjadi substansi pembahasan dalam kampanye untuk dicarikan solusinya justru hilang, tergantikan oleh isu-isu tak berfaedah. 

Kampanye hanya sekadar ajang untuk memamerkan keberhasilan petahana bagi kubu petahana dan ajang memamerkan ketidakberhasilan petahana bagi kubu penantang. Sementara visi misi yang lebih konkret mengenai solusi-solusi dari root cause dari semua problematika bangsa Indonesia ini sedikit sekali disinggung. Kampanye juga lebih sering hanya sekedar menebar isu-isu provokatif yang menebar kebencian dan ketakutan.

Golputers hadir dan berusaha menempatkan diri mereka sebagai oposisi siapapun yang menjadi presiden. Golputers ingin tetap sehat akalnya dan tidak pro pada pihak manapun, sehingga harapannya tetap bersuara demi kepentingan rakyat dan kemajuan bangsa. Golputers ingin suaranya dipertimbangkan bahwa PR untuk siapapun yang menjadi presiden nanti masih banyak, meskipun PR itu tidak pernah disinggung dalam kampanye.

Golput Masuk Neraka 

Sebuah pertanyaan besar mungkin perlu dipertanyakan kepada MUI, sebagai lembaga yang merepresentasikan ulama islam Indonesia. Bagaimana mungkin golput itu haram?

Meskipun pada akhirnya MUI meralat fatwa tentang golput itu haram dan meluruskannya menjadi memilih pemimpin itu wajib. Ya kalau wajib, berarti tidak memilih pemimpin yang dalam istilah umum golongan putih (golput) menjadi dosa besar (auto haram). Padahal memilih atau tidak memilih itu adalah hak setiap warga negara. Apapun alasanya terkecuali malas, kita harus tetap menghargai pilihan itu.

Kenapa Memusuhi Golput?

Golputers bukan pembangkang yang harus dimusuhi. Golputers juga bukan pengecut yang harus dihinadina. Bagaimana mungkin anda menginginkan seseorang mendukung anda, tetapi anda hina orang itu, menganggapnya sebagai penjahat dan musuh? Golputers ingin suaranya didengarkan, bukan dibukam, dicaci-maki, dan didoakan masuk neraka.

Golputers akan tetap menggunakan haknya ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) agar tidak disalahgunakan, karena golput bukan pemalas. Golputers berusaha untuk selalu sehat akalnya dalam membela kebenaran, bukan membela penguasa atau bahkan masih calon penguasa.

Artikel ini hanya sebuah opini dari penulis. Tidak ada maksud untuk mempengaruhi atau mengajak pihak manapun untuk mengikuti apa yang tertulis dalam artikel ini. Artikel ini telah ditayangkan pada sebatangkaktus.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun