Pada dasarnya, seluruh APH mempunyai kewenangan dalam proses penyelesaian perkara/proses peradilan pidana hal ini juga termasuk dalam bagaimana penanganan overcrowded dalam Lapas dan Rutan. Berdasarkan data dari Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) pada bulan Maret 2021, bahwa data penghuni Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) seluruh Indonesia adalah 266.278 orang dengan jumlah petugas Pemasyarakatan adalah 44.752 orang. Perbandingan jumlah petugas dan penghuni adalah 1:16 orang. Saat ini kapasitas yang tersedia diseluruh Lapas/Rutan se-Indonesia adalah 135.704 orang sehingga perbandingan kapasitas saat ini dengan ruang yang tersedia di Lapas dan Rutan se-Indonesia adalah adalah 96%.
Melihat data tersebut, seharusnya sudah menjadi urgensi bersama bahwasannya kondisi overcrowded adalah isu strategis nasional yang harus dicari ide ataupun solusi penyelesaianya. Wamenkumham, Eddie Os Hiariej juga menyampaikan dalam adagium yakni "Poena Ad Paucos, Metus Ad Omnes Perveniat" yang menyatakan bahwa "tidaklah berarti bahwa setiap orang yang berbuat jahat harus dihukum penjara, ada alternatif lain yang dapat digunakan dengan tujuan penjeraan maupun pencegahan".
Selain jalan penertiban regulasi dan legal substance, yakni amandemen Undang-Undang maupun revisi Perundang-Undangan, sebenarnya banyak alternatif yang dapat digunakan oleh APH salah satunya adalah dengan pendekatan legal culture. Pendekatan legal culture yang dimaksudkan disini adalah dengan jalan pemulihan bagi keluarga korban yang bertikai dengan mengedepankan konsep restorasi. Atau idealnya adalah pendekatan Restorative Justice.Â
Restorative Justice dalam Perspektif Pemasyarakatan
Restorative Justice (RJ) adalah salah satu alternatif pendekatan restorative yaitu dengan melibatkan kedua belah pihak yang bertikai untuk memberikan solusi terbaik antara kedua belah pihak sebagai jalan keluar dari proses pemidanaan. Alternatif pemidanaan berbentuk RJ ini dapat meminimalisir meningkatnya kapasitas hunian (overcrowded) di Lapas dan Rutan, khususnya pada tahap pra-adjudikasi dimana peran petugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) adalah melakukan mediasi antara kedua belah pihak sebelum dilanjutkan ke ranah hukum.
Selain itu, pendekatan keadilan restoratif memperluas pemahaman tentang proses pencapaian keadilan yang kolaboratif yaitu dengan melibatkan masyarakat di dalamnya. Masyarakat diberi kesempatan untuk bereaksi positif terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku dengan mengambil peran yang signifikan bersama-sama dengan pemerintah dalam mencapai tujuan keadilan restoratif yaitu melindungi masyarakat dari pengulangan tindak pidana dan pemulihan hubungan hidup warga binaan dengan hidup, penghidupan dan kehidupannya. Hal inilah yang menjadi kekuatan dari pendekatan keadilan restoratif.Dengan melibatkan masyarakat, maka RJ ini dapat meminimalisir seorang pelanggar hukum langsung digiring ke ranah hukum, kecuali dengan melalui pendekatan mediasi terlebih dahulu sehingga pemidanaan berbentuk sosial adalah sangat diharapkan dalam menyelesaikan perkara pidana.
Lebih khusus, penerapan Keadilan Restoratif dalam Pemasyarakatan di Indonesia sendiri sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan, keterlibatan masyarakat menjadi salah satu pilar pembinaan yang memegang peranan penting dalam rangka keberhasilan program pembinaan. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan (WBP) berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.Â
Selain itu, peran penting masyarakat dalam pelaksanaan pemasyarakatan lebih lanjut dimuat dalam pasal 9 ayat 1, yang menyebutkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), Menteri dapat mengadakan kerjasama dengan instansi pemerintah terkait, badan-badan kemasyarakatan lainnya, atau perorangan yang kegiatannya seiring dengan penyelenggaraan sistem pemasyarakatan. Hal tersebut menyiratkan bahwa tujuan sistem pemasyarakatan dapat diwujudkan melalui sinergitas antara aparat penegak hukum, pelanggar hukum dan masyarakat. Â Â Â Â Â Â
Dengan pelaksanaan RJ ini adalah dapat memberikan jawaban bahwasannya pelaksanaan pidana dapat diselesaikan tidak hanya dengan jalan peradilan namun dengan pendekatan RJ dapat menjadi jawaban sekaligus dapat dilaksanakan untuk mengurangi kepadatan narapidana di dalam Lapas dan Rutan di seluruh Indonesia. Selain itu, dengan RJ ini dapat melibatkan sejumlah APH sekaligus masyarakat untuk turut andil dalam menyelesaikan permasalahan demi mencapai keadilan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H