Pembicaraan, perdebatan, diskusi, seminar sampai pembelajaran jangka panjang tentang perkembangan jurnalisme kontemporer kita saat ini tentu sangat menarik. Baik bagi para pekerja media maupun masyarakat awam yang "jatuh cinta" pada kegiatan jurnalisme. Hal ini barangkali berangkat dari dua persoalan mendasar. Pertama, perkembangan internet dengan segala implikasinya termasuk di dalam lingkungan jurnalisme membuat model, fondasi, maupun arah jurnalimse kita menemukan jalan yang baru. Kedua, pola konsumsi masyarakat abad ini yang terlampau haus dengan "menu-menu" yang online. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi masyarakat saat ini sudah berteman akrab dengan sosok yang namanya online.
Bentuk yang paling kelihatan bagi kita untuk menemukan bagaimana ke-online-an ini bekerja di dalam lingkup kerja jurnalisme adalah praktik hidup kita sendiri. Bukankah membaca berita-berita dari portal-portal online sudah biasa kita lakukan? Bukankah setiap hari kita bertatapan dengan pelbagai media online yang telah mengklaim diri menjalankan kerja jurnalisme? Tidak satu bukan? Berdasarkan data dari dewan pers saat ini sudah ada 2.000 media online.Â
Namun yang menerapkan kaidah-kaidah jurnalistik dalam kerjanya hanya 211 media. Hal ini menunjukan bahwa di dalam tubuh media-media yang menggunakan jaringan internet untuk menjalankan praktik jurnalismenya masih mengeram persoalan yang boleh dibilang serius dan penting untuk ditidaklanjuti. Hemat kata tidak semua media daring (dalam jaringan) adalah media jurnalistik.
Secara kemanfaatan media-media jurnalistik yang bekerja secara online menawarkan berbagai hal menarik. Aspek kecepatan menyajikan berbagai informasi menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat dewasa ini untuk mengakses informasi dari media-media online. Selain itu keringkasan berita yang disajikan media-media daring pun tidak kalah menarik dan membantu masyarakat era ini yang mana tidak memiliki banyak waktu untuk membaca berita. Di lain pihak aspek interaktifitas yang sangat diagung-agungkan oleh media-media online menjadi jualan tersendiri.Â
Pembaca ataupun audience media-media online bukanlah mereka yang pasif. Pembaca tidak lagi digolongkan sebagai pengguna (user) melainkan juga produser media. Menulis dan menyebarkan berita bukan lagi pekerjaan yang khusus dijalankan para wartawan atau jurnalis melainkan oleh semua pihak. Saya dan anda bisa jadi wartawan. Inilah yang ditawarkan oleh kerja citizen journalism.Paham era prosumsi (produksi dan konsumsi) yang dikemukakan Alfin Tofler tahun 1980an semakin jelas dan nyata di tengah masyarakat (Margianto, & Syaefullah, 2012:11).
Di Indonesia pemanfaatan internet di dalam kegiatan jurnalisme yang kemudian melahirkan istilah Jurnalisme Online sudah dimulai hampir 30an tahun lalu. Hal ini ditandai dengan hadirnya media online pertama yaitu www.republika.co.id yang tayang untuk pertama kalinya pada 17 Agustus 1994.Â
Dua tahun kemudian yakni tahun 1996 lahirlah www.tempointeraktif.com (sekarang tempo.co). Peluncuran media online kedua ini merupakan reaksi dari para karyawan Tempo yang berhenti bekerja karena media mereka dibredel resim orde baru yang pantang terhadap kritik media. Pada tahun yang sama tepatnya tanggal 2 September bisnis Indonesia pun meluncurkan situs onlinenya. Satu tahun kemudian tepatnya 11 Juli 1997 Harian Waspada di Sumatra meluncurkan Waspada Online (www.waspada.co.id). Pada tahun yang sama tepatnya pada 22 Agustus Kompas meluncurkan Kompas Online (www.kompas.com) (Margianto, & Syaefullah, 2012:16). Media-media ini boleh dibilang "sesepuh" media online di Indonesia.
Selain beberapa media pertama di atas beberapa media online yang mucul kemudian tidak sedikit jumlahnya. Ada www.detik.com yang lahir pada tanggal 9 Juli 1998. Media online ini digagas oleh Budiono Darsono, Yayan Sopian, Abdul Rahman, dan Didi Nugrahadi (Margianto, & Syaefullah, 2012:17). Perlu diingat bahwa www.detik.com bukan anak dari media tabloid Detik. Tidak ada media sebelumnya yang menginduki www.detik.com. Perkembangan media-media online pada tahun-tahun selanjutnya semakin menjamur dan tak terbendung.
 Di dalam jenjang tahun 2002-2003 beberapa media online muncul seperti: www.astaga.com, www.satunet.com, www.lippostar.com, www.kopitime.com, dan www.berpolitik.com (Margianto, & Syaefullah, 2012:18). Selanjutnya setelah tahun 2003 muncul media-media online baru seperti: www.kapanlagi.com (awal 2003), www.okezone.com (1 Maret 2007), www.vivanews.com (Desember 2008). Ini baru beberapa. Belum lagi ditambah media-media online yang ramai bergentayangan di dunia internet saat ini. Baik yang lokal maupun nasional, baik yang menjadi anak dari media-media terdahulu maupun yang lahir tanpa memiliki induk semakin tak terbilang jumlahnya.
Tulisan ini tidak akan membahas secara terperinci tentang jejak historis media-media online dengan segala pengalaman pahit maupun manisnya. Arah tulisan ini lebih membicarakan eksistensi media online Tempo.co dengan segala praktik jurnalisme yang telah ia terapkan. Apa yang telah ia jalankan dari berbagai kaidah jurnalisme online yang seharusnya dianut oleh berbagai media daring. Dan dari praktik ini kita boleh menilai dan kemudian merekomedasikan Tempo.co menjadi salah satu contoh media online yang perlu dirujuk. Baik bagi media-media online lainnya maupun oleh masyarakat luas yang sedang mencari media yang layak untuk dikonsumsi.
Sejarah historis seperti yang sudah disinggung pada paragraf sebelumnya media online Tempo.co. yang dulunya dikenal dengan nama tempointeraktif.comlahir pada tahun 1996. Ia boleh dibilang menjadi salah satu pionir media jurnalisme online di tanah air. Dengan demikian umur media online yang satu ini sudah memasuki 21 tahun. Motivasi berdirinya media ini pun sudah disinggung sebelumnya yaitu sebagai sebuah bentuk reaksi ketika media cetak tempo dibredel oleh pemerintahan orde baru yang anti terhadap pers-pers "vokal". Lantas dengan usia yang boleh dibilang cukup matang sebagai media berbasis internet Tempo.co telah atau bisa menjadi rujukan yang ideal bagi kerja jurnalisme online? Ada beberapa tolak ukur untuk menjawab pertanyaan di atas.
Pertama, adalah kecepatan. Seperti media-media online pada umumnya kecepatan Tempo.co dalam menyajikan berbagai bentuk informasi baik sosial, ekonomi, politik dan lain sebagainya pun tidak kalah lambat. Ini berarti spirit dari kerja jurnalisme online dalam hal kecepatan tidak disepelehkan oleh pihak Tempo.co.Â
Bukan saja karena Tempo.co adalah salah satu "sesepuh" media-media online di Indonesia yang sudah berpengalaman menekuni kerja jurnalistk berbasis internet tetapi juga karena merebut perhatian (attention) khalayak untuk memilih media bersangkutan menjadi ladang informasi bukanlah perkara mudah. Dan aspek kecepatan adalah salah satu indikator untuk mendukung itu. Namun kecepatan ini tidak dengan serta-merta menurunkan kualitas dan kredibilitas media Tempo.co. Kita lihat saja ketika membaca berita-berita yang mereka sajikan kesalahan teknis seperti tipografi hampir tidak ditemukan.
Kedua, adalah keringkasan dalam menyajikan informasi-informasi. Ini berangkat dari pola konsumsi masyarakat terhadap informasi yang saat ini semakin cepat, singkat, dan lekas selesai. Dan Tempo.co yang telah menginisasi diri sebagai salah satu media online terkemuka di tanah air telah menerapkan prinsip ini. Keringkasan ini juga bisa kita lihat dari jumlah kata dari sebuah berita Tempo.co. yang jarang sekali melebihi 1000 kata.Â
Coba anda baca berita di Tempo.co hari ini. Ketika membaca berita dengan jumlah kata di bawah 1000 pun kita sudah menemukan inti dari apa yang disampaikan atau diberitakan. Namun keringkasan ini pun kemudian tidak melenyapkan pakem jurnalisme lama kita yang dijaga dan dipertahankan dari dulu. Teknik penulisan yang baik, efisien, terverifikasi kebenarannya, serta sesuai dengan "jurus" piramida terbalik tetap dipertahankan media ini. Unsur-unsur berita yang harus menjawab pertanyaan 5W+1H tidak disepelehkan atas nama mengejar keringkasan.
Ketiga, penyesuaian diri dengan teknologi. Aspek ini oleh Engelbertus Wendratama dalam bukunya "Jurnalisme Online" menyebutkannya sebagai alat-alat multimedia. Bentuk nyata dari alat-alat multimedia adalah teks,foto, slideshow,video, timeline,infografik, peta, animasi, tautan, dan Google Autodraw (Wendratama, 2017: 77). Dan sudah tampak jelas bahwa alat-alat multimedia ini dimanfaatkan dengan efisien oleh Tempo.co untuk mendukung kerja jurnalistiknya. Dengan bantuan alat-alat tersebut sebagai pembaca atau audience kita mendapatkan informasi yang lengkap dan memadai.Â
Tidak hanya monoton berupa teks tetapi juga gambar bergerak yang membuat kita semakin betah untuk mencari informasi di media ini. Namun lebih dari itu informasi-informasi pendukung lain yang ditawarkan atau disajikan oleh Tempo.co lewat video, tautan dan lain lain tetap berfokus pada berita utama yang disampaikan. Bukan seperti media abal-abalan yang kadang kala menyajikan video atau tautan yang tidak berhubungan dengan berita utama demi mengejar "klik" pengunjung.
Keempat, keinteraktifan dari Tempo.co. Aspek ini telah sedikit disinggung pada uraian-uraian sebelumnya. Adanya keinteraktifan dari media-media online pada umumnya atau Tempo.co khususnya letak dari respon pembaca yang dapat dilakukan dengan segera setelah membaca berita dari sebuah media online. Secara jelas dapat kita temukan dengan adanya kolom komentar. Selain itu adanya kemungkinan untuk menyebarkan berita-berita yang telah kita baca kepada pihak lain pun semakin dimudahkan. Ini dapat kita temukan dari adanya shareuntuk media-media sosial yang kita miliki. Di sinilah keinteraktifan media-media online salah satunya Tempo.co menjadi semakin menarik.
Keempat, etika. Tempo.co boleh dibilang sudah menjalankan etika jurnalisme online yang diharapkan atau diidealkan. Hal ini terbaca dari faktualitas berita yang ia sajikan bukanlah berita hoax.Prinsip adil memalui cover both sidetidak dikesampingkan oleh Tempo.co. Selain itu sebagai pembaca kita tidak merasakan gangguan yang cukup serius ketika mengakses berita dari Tempo.co sebab tayangan iklan-iklan yang seringkali menjadi keluhan pembaca tidak banyak dimuat di Tempo.co.
Terhadap empat tolak ukur yang dipakai untuk melihat bagaimana Tempo.co bekerja maka kesimpulan yang boleh kita kemukakan adalah bahwa Tempo.co sebagai salah satu media online "senior" di Indonesia dapat menjadi contoh bagi media-media online lainnya. Mengapa?Â
Karena prinsip-prinsip dasar yang harus dipegang oleh media-media online yang menyatakan diri menjalankan kerja jurnalisme dapat kita baca dengan jelas dari sepak terjang Tempo.co. Apa yang diharapkan oleh publik bagi media-media-media online agar berkualitas dan terpercaya serta menghormati etika jurnalisme telah diterapkan dengan cukup baik oleh Tempo.co. Dengan demikian klaim-klaim yang mencederai media online sebagai media abal-abalan dapat diminimalisir. Mau jadi media online ideal? Tempo.co boleh dicontohi.
Sumber Pustaka
Wendratama, E., (2107). Jurnalisme online.Yogyakarta, Indonesia: PT Bentang Pustaka
Margianto, J. Heru., & Syaeffulah, A. (2012). Media online: pembaca, Â laba, dan etika.Jakarta, Indonesia: Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H