Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Penempatan PPPK (P3K) di Sekolah Swasta, Mungkinkah?

22 Januari 2024   18:54 Diperbarui: 22 Januari 2024   20:10 4636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai pemerhati pendidikan, persoalan PPPK (P3K) Guru akhir-akhir ini cukup meresahkan.

Sekolah-sekolah swasta kini ketar ketir karena harus siap-siap kehilangan guru-guru terbaiknya.

Kebijakan pemerintah dengan merekrut guru melalui jalur P3K tanpa memandang umur telah membuka kesempatan bagi semua guru baik swasta maupun negeri untuk menjadi ASN.

Meski sistem perekrutan P3K bersifat kontrak dengan perjanjian kerja, tapi setidaknya itu memberikan kepastian kepada para lulusan guru P3K untuk bisa sejahtera.

Ilustrasi seleksi guru PPPK. Detik.com
Ilustrasi seleksi guru PPPK. Detik.com

Dengan menjadi ASN, para guru P3K bisa diangkat derajadnya karena akan mendapat gaji dari pemerintah dan juga beberapa tunjangan untuk guru.

Memang selama ini persoalan guru honorer menjadi momok bagi pemerintah. Persoalan ini bagaikan benang kusut yang sulit terurai. Belum lagi persoalan upah yang tidak sesuai dengan pengabdian para guru honorer ini.

Dengan sistem perekrutan dan seleksi ini, kegelisahan dan kekhwatiran para guru honorer bisa terobati. Meski demikian, persoalan baru mulai muncul dari sistem ini.

Pasalnya banyak guru swasta yang sudah lulus PPPK (P3K) bukannya kembali ke sekolah swasta asalnya tetapi malah ditarik ke sekolah negeri. Akibatnya sekolah asal guru tersebut mengalami kekosongan.

Bila semua guru swasta dan honorer yang mengikuti seleksi PPPK dan kemudian ditarik semuanya ke sekolah negeri, maka sekolah-sekolah swasta akan mengalami krisis guru.

Apalagi yang pergi itu adalah guru-guru senior yang sudah memberikan warna dan karakter tersendiri bagi sekolah asalnya.

Persoalan inilah yang membuat BMPS (Badan Musyawarah Perguruan Swasta) pada Oktober 2023 lalu melayangkan gugatan kepada pemerintah agar memberi kesempatan kepada para lulusan P3K untuk kembali mengabdi di sekolah asalnya.

Pemerintah memang tidak seharusnya menganaktirikan sekolah-sekolah swasta. Toh semua anak yang mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah swasta adalah anak-anak dari negeri ini juga.

Apakah mereka yang sekolah di sekolah swasta tidak ingin sekolah di sekolah negeri, saya kira tidak juga. Faktanya banyak anak ingin mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah negeri yang sudah disiapkan pemerintah. Tetapi sekolah-sekolah negeri tersebut tidak bisa mengakomodir mereka semua karena terkendala kuota.

Jalan keluar bagi anak-anak ini agar tidak putus sekolah, ya harus masuk sekolah-sekolah swasta.

Sekolah-sekolah swasta bukannya tidak berkualitas. Tetapi sekolah-sekolah swasta tidak bisa menyediakan sarana prasarana yang memadai untuk para peserta didiknya.

Ini berbanding terbalik dengan sekolah-sekolah negeri yang memang mendapat support penuh dari pemerintah.

Hal yang kemudian menjadi ganjil, bagaimana kita harus mengukur indeks keberhasilan pendidikan kita bila tidak ada keadilan dalam perlakuan terhadap sekolah swasta dan negeri?

Apabila pemerintah telah memperlakukan semua sekolah baik swasta maupun negeri secara adil, maka boleh mengukur ketercapaian dan keberhasilan pendidikan kita.

Tetapi itu pun belum juga bisa dilakukan mengingat karakteristik setiap daerah di seluruh negara ini berbeda antara satu dengan yang lain. Tidak bisa menyamakannya dari Sabang sampai Merauke.

Kembali ke soal P3K. Penempatan guru lulusan P3K kembali ke sekolah dasar dinilai sebagai gagasan yang baik karena dapat dipastikan kinerja akan semakin membaik dengan adanya gaji dari pemerintah.

Apalagi guru-guru sekolah swasta yang ada di pelosok-pelosok. Perubahan status dari guru swasta menjadi guru P3K tentu sangat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan.

Pemerintah seharusnya memberikan kesempatan kepada guru P3K untuk tetap mengajar di sekolah swasta sebagaimana perguruan tinggi swasta.

Bila kebijakan tersebut tidak diubah maka imbasnya terhadap sekolah swasta akan nyata. Sekolah swasta akan kekurangan atau kehilangan guru-guru terbaiknya yang telah lulus seleksi program P3K.

Penghapusan status guru honorer swasta tahun 2023 lalu sebagaimana termuat di dalam UU ASN baru merupakan kebijakan pemerintah supaya guru honorer bisa meningkatkan kwalitasnya.

Dengan demikian guru-guru honorer swasta mempunyai kesempatan yang sama dengan guru-guru honorer negeri.

Tetapi masalahnya adalah soal penempatan guru-guru swasta yang semuanya ditarik ke sekolah-sekolah negeri.

Persoalan yang ada adalah analisis kekurangan guru hanya menyasar sekolah-sekolah negeri. Sementara sekolah swasta dibiarkan berjuang sendiri.

Apabila pemerintah mau adil, maka analisis kebutuhan guru harus dilakukan secara menyeluruh terhadap sekolah negeri dan swasta.

Menjadi kurang bijaksana apabila setelah lulus guru P3K, guru-guru swasta ditempatkan di sekolah negeri.

Bila pemerintah tidak mengubah kebijakan ini, banyak sekali sekolah swasta yang akan terancam tutup.

Pertanyaannya, bukankah para siswa yang dididik di sekolah swasta juga merupakan putera-puteri terbaik bangsa yang berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu?

Bila ingin adil maka perhatian pemerintah harus diberikan kepada semua sekolah tanpa memandang apakah itu sekolah negeri atau swasta.

Apabila kita bertanya, mungkinkah para guru P3K bisa kembali ke sekolah swasta asalnya untuk mengabdi, maka jawabannya mungkin saja. Asalkan ada perubahan pada level kebijakan di tingkat atas.

Pemerintah bisa menindaklanjutinya dengan Permendikbud atau bila perlu ada revisi terhadap UU ASN yang disahkan tahun lalu tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun