Hal yang terpenting adalah bagaimana mereka berusaha agar program-program strategis yang diusung parpol baru ini bisa sampai kepada para pemilih.
Mereka juga memiliki kekuatan pada nilai-nilai baru yang ditawarkan untuk bangsa Indonesia.
Sasaran tembak mereka juga adalah para pemilih pemula. Hal ini akan mudah apabila mereka mampu mengiklankan diri untuk menarik dan menggaet pemilih-pemilih ini. Perlu kerja keras dan kerja cerdas.
Tidak menutup kemungkinan untuk bisa juga menggaet pemilih-pemilih yang masih abu-abu atau pun yang ingin beralih mencari parpol baru yang bisa mewakili aspirasi mereka.
Parpol-parpol non parlemen dan baru ini meski tidak memiliki wakilnya di senayan tapi mereka memiliki wakil-wakilnya di daerah.
Menurut para pengamat sebagaimana dilansir dari Kompas.id ada tiga faktor yang bisa memengaruhi tingkat keberhasilan partai baru dan non parlemen di dalam Pemilu.
Pertama perpecahan partai besar. Dalam sejarah lahirnya partai politik baru, perpecahan partai besar menjadi kesempatan bagi partai baru untuk unjuk gigi.
Biasanya figur-figur yang membentuk partai baru berasal dari partai-partai besar. Mereka keluar dari partai dengan membawa sejumlah besar kader loyal dan simpatisannya.
Sebut saja contohnya, perpecahan golkar. Gerindra merupakan pecahan golkar, Nasdem pun demikian. Hanura juga demikian, pecah dari golkar. Dan masih banyak contoh lainnya.
Dan justru partai-partai baru yang lahir dari perpecahan golkar tersebut tumbuh menjadi partai-partai besar saat ini.
Kedua, finansial. Uang adalah raja. Ungkapan ini bukanlah isapan jempol belaka.