Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Soal Pencemaran Udara, Jakarta Harus Jadi Pembelajaran bagi Kota-kota Lain

16 Agustus 2023   14:21 Diperbarui: 18 Agustus 2023   11:34 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah pencemaran udara, memang menjadi masalah serius untuk lingkungan hidup dan keberadaan makluk hidup di seluruh dunia.

Pencemaran udara berhubungan erat dengan polusi udara. Dan hal ini terjadi terutama di kota-kota besar yang padat penduduknya.
Salah satu kota besar yang sangat bermasalah dengan masalah udara bersih adalah Jakarta.

Sebagai ibu kota negara sekaligus kota metropolitan udara Jakarta terlalu dibebani dengan berbagai polusi udara yang sangat memprihatinkan.

Jakarta adalah kota yang paling tinggi polusi udaranya. Penduduk yang padat dengan berbagai aktivitas yang menumpukkan berbagai gas karbon di udara menyebabkan indeks udara Jakarta menjadi paling kotor.

Pertama kali tiba di Jakarta 2017 akhir, sudah sangat terasa perbedaannya dengan tempat tinggalku yang memang jauh dari hiruk pikuk kota. 

Selain terpukau dengan kemewahan yang disajikan, satu hal yang membuatku terkejut adalah langitnya. Biasanya langit itu biru di siang hari, tetapi di Jakarta warnanya selalu putih berkabut padahal langit sedang tidak berawan.

Ternyata warna putih tersebut menjadi deskripsi betapa sudah kotornya udara Jakarta.

Data terbaru yang disajikan oleh Air Quality Index (AQI) menyatakan udara yang kotor di Jakarta telah menyebabkan 7.800 kasus kematian, baik itu secara langsung maupun tidak langsung.

Fakta ini menunjukkan bahwa udara Jakarta memang sudah tidak sehat lagi. Perlu ada penganan serius.

Masih dari AQI sebagaimana dikutip oleh CNBC Indonesia, menyatakan bahwa kualitas udara Jakarta berada pada angka 156 dan menduduki posisi pertama sebagai kota dengan udara terkotor di dunia.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab udara Jakarta kotor. Pertama-tama adalah emisi atau gas buang dari sektor transportasi dan industri.

Soal emisi, dari transportasi diperkirakan mencapai 46 persen dan dari industri kurang lebih 43 persen (tempo.co).

Sebagai kota metropolitan yang harus menjadi kiblat dari semua kota yang ada di Indonesia, jelas bahwa ini tidak baik.

Meski ada beberapa pihak berpendapat bahwa pelabelan Jakarta sebagai kota dengan kualitas udara terburuk tidak sepenuhnya benar, tetapi label ini seharusnya menyadarkan pemerintah untuk berpikir ulang bagaimana memperbaiki kualitas udara Jakarta.

Selain itu, ini juga harus menjadi pembelajaran bagi kota-kota lain yang maju atau sedang bermodifikasi menjadi kota maju agar tidak melupakan kebersihan udaranya.

Kota-kota besar harus ditata dengan bijak agar di kemudian hari tidak menimbulkan persoalan lingkungan yang serius terutama berhubungan dengan udaranya.

Penataan itu terutama harus berdasarkan pada kebijakan dan regulasi yang jelas. Soal lingkungan hidup dan udara bersih tidak hanya menyangkut manusia tetapi akan memberi dampak pada seluruh makluk hidup di planet ini.

Selain itu, hal yang tidak kalah penting adalah mengurangi emisi pencemaran udara dengan cara menggencarkan uji emisi dan penggunaan transportasi umum.

Kita semua menyadari bahwa masalah udara kotor berhubungan dengan berbagai faktor. Ada faktor alamiah dan ada faktor campur tangan manusia.

Pencemaran udara yang disebabkan alam biasanya karena aktivitas gunung berapi yang mengeluarkan abu dan gas vulkanik, kebakaran hutan, dan kegiatan mikroorganisme. Polutan yang biasa dihasilkan berupa asap, debu, dan gas.

Sedangkan kegiatan manusia yang dapat menghasilkan polutan adalah pembakaran sampah rumah tangga dan gas karbon dari kenderaan bermotor serta pabrik-pabrik yang menggunakan batubara.

Menurut sebuah penelitian, seluruh gunung api di seluruh dunia mengeluarkan hanya  0,13 sampai 0, 44 miliar ton CO² pertahunnya. 

Jumlah ini sangat kecil jika dibandingkan dengan emisi karbon dioksida yang dihasilkan oleh manusia melalui pabrik-pabrik dan kenderaan bermotor. Kenderaan bermotor saja menyumbangkan 2 miliar emisi karbon per tahunnya.

Karena itu ke depannya, penggunaan kenderaan-kenderaan pribadi sebaiknya dikurangi atau dibatasi. Hal ini membutuhkan regulasi yang jelas dan tegas. Untuk bisa sampai ke sana, pembenahan transportasi umum mutlak perlu agar memberikan kenyamanan bagi para pengguna.

Selama ini, bukan orang tidak suka menggunakan transportasi umum, tapi karena orang merasa tidak nyaman. Ketidaknyamanan itu membuat orang lebih memilih tranportasi pribadi ketimbang transportasi umum.

Sementara itu, pabrik-pabrik yang dibangun harus jauh dari pemukiman dan ditentukan satu kawasan khusus agar jangan sampai mengganggu kesehatan manusia karena berbagai limbah buangan yang memcemarkan lingkungan dan terutama udaranya.

Udara yang sehat di sebuah kota mencerminkan warganya yang sehat. Begitu juga sebaliknya.

Jakarta harus dibenahi dan udaranya perlu dibersihkan dengan berbagai cara, agar udaranya kembali bersih. Entah apa pun caranya.

Di atas semuanya itu, masalah yang saat ini dihadapi oleh kota Jakarta harus menjadi pembelajaran untuk kota-kota lain.

Regulasi yang jelas dan tegas dari pemerintah plus perlunya kesadaran yang harus ditumbuhkan di dalam masyarakat.

Mungkin kita perlu berkiblat pada kota-kota metropolitan di Eropa yang sudah sangat sadar akan pentingnya udara bersih. Bukan saja pemerintahnya tetapi seluruh warga negaranya sudah sangat sadar pentingnya lingkungan yang sehat dan bersih.

Salam sehat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun