Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ekuivalensi Bahaya antara Tindakan Membakar Sampah dan Sampah Itu Sendiri

26 Juni 2023   13:36 Diperbarui: 27 Juni 2023   11:08 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampah memang selalu ada di sekitar kita. Sampah merupakan barang yang sudah tidak terpakai atau buangan dari suatu produk.

Sampah bisa diolah kembali menjadi barang yang berguna atau dimusnahkan. Memusnahkan sampah bisa dilakukan dengan berbagai cara dan salah satu caranya adalah dengan membakar. 

Tetapi sadar atau tidak, membakar sampah sebenarnya sama berbahayanya dengan sampah itu sendiri. Tindakan membakar sampah secara kasat mata ekuivalen dengan bahaya dari sampah itu sendiri.

Pemerintah telah melarang semua warga negara untuk tidak membakar sampah sembarangan melalui UU Nomor 18 Tahun 2008. Salah satu poin dalam pasal 29 UU No. 18 menyatakan larangan untuk membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.

Meski ada larangan demikian tapi memusnahkan sampah dengan cara membakar telah menjadi sesuatu yang lumrah dilakukan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia.

Membakar sampah tidak dilarang tetapi harus dilakukan dengan prinsip pembakaran yang ramah lingkungan.

Nah, pembakaran sampah dengan prinsip ini tidak bisa dilakukan dengan sembarangan sebab harus menggunakan teknologi. Sayangnya teknologi tersebut belum bisa disediakan secara massal di seluruh negeri.

Pembakaran sampah ramah lingkungan menggunakan teknologi incinerator. Teknologi incinerator merupakan salah satu alat pemusnah sampah yang dilakukan dengan cara pembakaran sampah pada suhu tinggi.

Kalau kita bisa mengandaikan bahwa alat ini bisa disediakan pemerintah di TPA-TPA atau pun di desa-desa, maka penduduk tidak akan lagi membakar sampah secara sembarangan di rumah masing-masing.

Ini hanyalah pengandaian sebab alat itu sampai dengan saat ini belum kita lihat.

Tetapi sebelum membahas bahaya membakar sampah, marilah kita sejenak melihat dahulu persoalan sampah yang selalu menjadi pengganggu baik di rumah tangga-rumah tangga maupun lingkungan di sekitar kita.

Ada 3 klasifikasi sampah yang sudah lazim dan diketahui publik, yaitu sampah organik, sampah anorganik, dan sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Sampah organik adalah sampah yang bisa terurai dengan sendirinya di alam karena sifatnya yang tidak tahan lama dan cepat membusuk. Jenis sampah ini bermacam-macam, bisa berasal dari sisa makanan, daun kering, sayuran, kotoran hewan, dan lain sebagainya.

Sedangkan sampah anorganik merupakan sampah yang berasal dari bahan-bahan tidak terpakai atau buangan yang sifatnya sukar membusuk atau terurai di alam. Contohnya, botol kaca, plastik kemasan, besi berkarat, dan sebagainya.

Sampah-sampah anorganik ini apabila tertimbun di dalam tanah dalam jangka waktu yang lama, akan menyebabkan tanah terpolusi, menjadi gersang dan tandus.

Sementara itu, sampah B3 sendiri merupakan sampah-sampah yang paling berbahaya sebab sampah-sampah ini mengandung zat beracun yang berbahaya baik secara langsung atau tidak langsung terhadap kesehatan.

Banyak cara yang dipakai untuk mengelolah sampah-sampah yang ada. Untuk sampah B3 misalnya sudah ada aturan bagaimana cara mengamankannya agar tidak sampai mengganggu kesehatan manusia.

Sedangkan sampah-sampah organik sudah banyak digunakan untuk pengomposan sehingga bisa dimanfaatkan untuk pemupukan. Sementara itu untuk sampah-sampah anorganik, bisa dikumpulkan agar didaur ulang.

Di kota-kota besar dan juga beberapa kota di daerah, sudah ada pusat daur ulang sampah anorganik.

Setiap hari pasti ada saja para pengepul botol kaca atau plastik-plastik bekas minuman atau juga besi-besi bekas, wajan bekas, kaleng-kaleng minuman bekas, yang berjalan dari satu kampung ke kampung yang lain untuk mengumpulkan barang-barang bekas ini untuk didaur ulang.

Para pengepul akan membawa timbangan dan barang-barang bekas tersebut ditimbang dengan memasang harga perkilo yang sudah ditentukan. Mereka akan membawanya ke pusat pengepul untuk disortir sebelum nantinya dikirim ke pabrik untuk didaur ulang.

Ini merupakan salah satu cara lain mengatasi persoalan sampah.

Tetapi masalahnya apabila tidak ada pengepul yang datang mengambil sampah-sampah tersebut, apa yang harus dilakukan terhadap sampah-sampah ini?

Sampah-sampah plastik misalnya, memang keberadaannya sangat mengganggu. Apalagi sampah yang sudah menumpuk. Karena itu cara lain untuk mengatasinya adalah dengan membakarnya.

Seperti yang sudah disentil di atas, membakar sampah masih menjadi salah satu kegiatan yang dianggap efektif untuk menyingkirkan sampah yang menumpuk.

Cara ini memang harus ditempuh tetapi bukan satu-satunya cara sebab sadar atau tidak, membakar sampah membawa konsekuensi serius bagi kesehatan.

Banyak zat beracun yang terkumpul dalam asap yang menyebabkan masalah kesehatan, antara lain gangguang pernapasan, iritasi, masalah kulit, dan bahkan bisa memicu kanker.

Badan Meterologi Klimatoligi dan Geofisika (BMKG) beberapa waktu lalu telah memperingatkan masyarakat bahwa membakar sampah dapat minmbulkan polusi udara yang dapat membahayakan tubuh. Apalagi membakar sampah di saat angin kencang. Asap hasil pembakaran akan dibawa sangat jauh dan mengganggu orang lain dan menimbulkan ketidaknyamanan.

Ada beberapa dampak membakar sampah terhadap lingkungan seperti yang dilansir dari kompas.com antara lain, asap hasil pembakaran akan dihirup oleh manusia, hewan, disimpan di tanah, dan bisa terpapar ke permukaan air dan tanaman. 

Sementara itu, residu atau hasil sisa pembakaran akan mencermari tanah hingga air tanah, dan dapat memasuki rantai makanan manusia melalui tanaman dan hewan ternak.

Hal lain yang tidak bisa dihindari adalah polusi udara. Sebab dari hasil pembakaran yang tidak ramah lingkungan ini, banyak racun yang dilepas ke udara yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Jadi niat memusnahkan sampah yang mengganggu dengan membakar akan mendatangkan konsekuensi lain bagi kesehatan manusia.

Dilansir dari Scientifik American, ada sekitar 40 persen limbah atau setara dengan 1,1 miliar ton sampah di dunia dibakar di tempat terbuka.

Padahal seorang peneliti dari National Center for Atmosperic Research menyatakan bahwa sebanyak 29 persen hasil pembakaran mengandung partikel logam berukuran kecil yang dapat menembus langsung ke dalam paru-paru.

Selain itu ditemukan pula 10 persen kandungan polutan dari sampah yang mengandung merkuri dan 40 persen lainnya yang mengandung hidrokarbon aromatic polisiklik (PHA).

Fakta ini merupakan alarm bahaya yang selalu mengingatkan kita akan bahaya membakar sampah. 

Kita memang akan terganggu bila sampah mulai menumpuk di tong sampah atau halaman belakang rumah. Melihat itu pikiran yang terbersit adalah sesegera mungkin membakarnya agar tidak semakin menumpuk.

Inilah awal mula kita mulai meracuni diri, keluarga, dan orang lain di lingkungan sekitar kita.

Agar bisa terhindar dari keinginan untuk membakar sampah sebagai akibat dari sampah yang menumpuk, maka kiat-kiat sederhana ini dapat membantu.

Petama, hindari pemborosan dalam belanja kebutuhan rumah tangga. Kita dapat memilih produk rumah tangga secukupnya dan dengan kemasan yang sesederhana mungkin agar sisa-sisa produk itu tidak menambah jumlah sampah di rumah.

Bila perlu pakailah kembali tas-tas kresek yang masih bisa dipakai, atau membawa sendiri tas-tas ramah lingkungan untuk belanja ke pasar.

Karena itu, hal atau kiat kedua adalah menggunakan bahan-bahan atau sampah-sampah itu untuk sesuatu yang lain.

Misalnya mengubah kaleng bekas untuk menjadi pot tanaman atau celengan. Atau menggunakan baju-baju bekas menjadi lap atau keset, dan sebagainya.

Kiat ketiga adalah menggunakan barang-barang bekas yang masih bisa digunakan atau didaur ulang untuk menjadi barang-barang baru yang ekonomis dan bermanfaat.

Keempat, dari pada membakar sisa-sisa bahan makan dan daun-daun kering, lebih baik sampah-sampah organik yang sudah dikumpulkan, dilakukan pengomosan sehingga bisa menjadi pupuk untuk tanman-tanaman di kebun atau pekarangan kita.

Jadi solusi membakar sampah bukanlah jalan keluar untuk menyelesaikan persoalan sampah yang ada. Justru membakar sampah menimbulkan masalah baru yang tidak sesederhana yang terlihat.

Kurangi membakar sampah di rumah dan lingkungan kita dengan menerapkan kiat-kiat di atas agar kita bisa terhindar dari bahaya-bahaya di atas.

Kita harus memiliki kesadaran bahwa bahaya membakar sampah ekuivalen atau sama dengan bahaya dari sampah itu sendiri.

Salam sehat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun