Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Politik Uang dan Cerminan Perilaku Politik Kita

15 Juni 2023   16:30 Diperbarui: 23 Juni 2023   04:10 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama ini ada miskonsepsi tentang politik uang. Orang berpikir bahwa politik uang selalu berhubungan dengan sistem pemilu. Tetapi ternyata tidak selalu benar bahwa ada korelasi antara politik uang dan sistem pemilu. Ternyata politik uang berhubungan dengan perilaku dan tindakan, sedangkan sistem pemilu lebih mengacu kepada mekanisme dalam Pemilu.

Setiap sistem Pemilu memiliki plus minusnya, termasuk adanya peluang atau celah untuk kecurangan, tapi peluang atai kecurangan itu bisa diminimalisir bila orang mampu mengendalikan diri untuk tidak berbuat curang.

Hiruk pikuk tentang sistem pemilu yang mau digunakan terjawab sudah dengan putusan sidang MK.

Pemilu dengan sistem proporsional terbuka merupakan putusan final dari MK. 

Ilustrasi Politik Uang. Sumber: RM.id
Ilustrasi Politik Uang. Sumber: RM.id

Itu artinya putusan MK ini tidak mengubah sistem pemilu yang sudah berjalan selama ini. MK hanya menghimbau partai politik untuk memerangi politik uang.

Dalam amar putusannya, MK menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya dalam pokok perkara.

Kita harus mengakui bahwa bukan sistem pemilunya yang salah tetapi perilaku politik kita yang salah terutama dalam hubungan dengan politik uang.

Harus diakui, politik uang masih menjadi musuh bersama bangsa ini. Di sisi lain, hampir semua elemen bangsa menjadi pelaku atau penikmat dari politik uang saat ini.

Rupanya selama ini seruan-seruan dan penegasan-penegasan dari pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat untuk memberantas politik uang hanya ada pada tataran lip service. Antara kata-kata dan tindakan memang jauh berbeda.

Semua orang berbicara tentang politik uang sebagai suatu aib yang harus diperangi tetapi hanya segelintir orang yang berniat sungguh-sungguh untuk mewujudkannya di dalam perilaku dan tindakan.

Segelintir orang inilah yang menjadi sasaran empuk massa yang masih medewakan politik uang. Mereka akan tergilas oleh sistem pemilu yang korup dan mati perlahan-lahan.

Andai saja MK memutuskan sistem Pemilu Proporsional tertutup, maka hasilnya tetap sama. Politik uang tidak akan bisa diberantas. Hanya beralih dari individu-individu ke partai politik.

Politik uang tidak akan bisa hilang bila belum menjadi komitmen bersama seluruh elemen bangsa.

Gerakan moral ini jika hendak dijadikan gerakan bersama maka gerkannya bukan hanya datang dari para politisi tetapi juga harus datang dari masyarakat umum sebagai tuan dari demokrasi itu sendiri. 

Jika itu belum bisa terwujud maka jangan berharap akan terjadi perubahan pada kwalitas demokrasi kita.

Dalam putusannya kali ini, MK memerintahkan partai politik untuk memerangi politik uang. Perang ini menyasar pada tiga komponen penting, yaitu:

Pertama, Parpol dan Anggota DPRD.

Parpol dan anggota DPRD harus memperbaiki dan berkomitmen untuk tidak menggunakan politik uang.

Jika ini benar-benar dilakukan, maka percayalah tingkat kepercayaan masyarakat kepada partai politik dan anggota DPRD akan meningkat drastis. Tetapi perbaikan dan komitmen ini harus diaplikasikan dengan sungguh-sungguh di tengah masyarakat.

Parpol dan calon legislatif datang ke masyarakat dengan program dan visi misi yang jelas. Dari sana masyarakat bisa memilah mana partai politik dan calon anggota legislatif yang sungguh berpihak pada masyarakat.

Selama ini yang terjadi adalah partai politik dan calon datang dengan janji-janji lip service yang dikamuflase dengan kata-kata indah dibalut politik uang.

Kedua, Penegakan Hukum. 

Penegakan hukum harus jalan. Selama ini yang terjadi, penegakan hukum masih terkesan lemah. Dengan kata lain, hukum masih dipilah-pilah tergantung siapa orangnya.

Jika penerapan hukum terhadap para pelanggar aturan Pemilu seperti ini, maka partai politik dan calon anggota legislatif masih leluasa menggunakan kekuasaan dan uang untuk membeli hukum.

Ketiga, Masyarakat.

Masyarakat perlu diberikan kesadaran dan pendidikan politik untuk tidak menerima politik uang.

Meski sulit tapi tetap harus dilakukan secara terus-menerus. Kita tahu bersama, pendapatan perkapita masyarakat kita menurut PBB masih sangat terbelakang bila dibandingkan dengan negara-negara maju.

Oleh sebab itu masyarakat kita masih sangt rentan terhadap politik uang. Ketika tiba Pemilu dan ada calon anggota legislatif yang datang menyodorkan uang, pasti masyarakat pasti akan menerimanya.

Bahkan ada yang berprinsip uang merupakan segalanya dalam politik. Jika ada seorang calon legislatif mulai maju, maka orang pertama-tama tidak bertanya soal kemampuan atau kwalitasnya tetapi bertanya soal berapa banyak uang yang dimiliki untuk membiayai pencalonannya.

Pendidikan dan kesadaran politik bisa saja terus diberikan tetapi bila setiap kali ada perhelatan pesta demokrasi baik Pileg, Pilpres, Pilkada, bahkan sampai Pilkades para politisi selalu datang dengan uang, maka akan sama saja.

Sekali lagi, perjuangan untuk memerangi politik uang tidak menjadi perjuangan segelintir orang. Perjuangan itu harus menjadi gerakan moral yang harus mulai dari tingkat atas hingga sampai kepada tingkat yang paling bawah.

Sejauh itu kita hanya memerangi politik uang dengan kata-kata yang tertulis di dalam peraturan-peraturan tanpa diikuti dengan tindakan nyata. Karena itu jangan berharap politik uang akan hilang.

Politik uang akan selalu berganti model dan bentuk.  Dari model yang paling biasa sampai model yang paling canggih.

Kita harus mengamini bahwa politik uang dalam pemilu selalu berhubungan langsung dengan korupsi yang kian menjamur saat ini.

Jadi apabila kita belum bisa membasmi politik uang, jangan juga berharap korupsi akan hilang.

Hal ini dibenarkan karena politik uang akan berdampak pada mahalnya cost politik sehingga calon terbelunggu yang bisa saja membuat mereka akan melakukan tindakan korupsi.

ICW (Indonesian Coruption Watch) mencatat bahwa politik uang tidak hanya soal jual beli suara tetapi juga bisa berupa mahar politik, jual beli dukungan partai politik yang diketahui bahwa  tiket pencalonan iti tidak gratis, dan suap penyelenggara Pemilu.

Hal-hal di atas jika tidak diberantas pun politik uang akan tetap ada.

Maka sudah seharusnya saat ini kita memperbaiki mental bangsa kita dengan bersama-sama membasmi politik uang.

Perang ini harus menjadi perang bersama seluruh komponen bangsa, bukan saja pemerintah, Parpol, para Caleg, tetapi seluruh masyarakat.

Mari berdemokrasi secara sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun