Menurunnya angka kelahiran dalam hubungan dengan faktor biologis terkait dengan faktor hormonal dan fertilitas. Selain itu bisa jadi juga karena orang menikah sudah di usia tua. Hal ini membuat gairah seks sudah menurun.Â
Faktor ekonomi keluarga juga bisa menjadi penyumbang alasan orang menunda memiliki anak.
Resesi seks juga disebabkan oleh faktor psikososial dan sosial ekonomi. Misalnya ada bayang-bayang ketakutan jangka panjang ketika sebuah pasangan membangun rumah tangga.
Pada masyarakat modern, bertambahnya beban kerja dan tuntutan pendidikan dan karier bisa menyebabkan resesi seks.
Bahayanya bagi Indonesia, jika suatu saat benar-benar mengalami resesi seks, adalah beban populasi produktif di tahun-tahun mendatang akan semakin besar.
Orang-orang usia produktif yang bekerja semakin menurun. Akibat lanjutannya adalah ekonomi akan lesu. Beban kerja yang tinggi tidak akan mampu ditanggulangi oleh para manula.Â
Di samping itu, berkurangnya populasi akan berdampak langsung pada berkurangnya keinginan orang untuk membeli rumah, alat-alat rumah tangga, dan berbagai kebutuhan rumah tangga yang lain.
Dengan perkembangan dunia saat ini dan juga keadaan masyarakat Indonesia yang semakin maju, bukan mustahil suatu saat resesi seks benar-benar menimpa kita.
Tanda-tanda menuju ke sana sudah terlihat jelas dengan banyaknya anak muda yang menunda pernikahan atau juga banyaknya pasangan yang menunda untuk memiliki anak.
Walaupun menurut Hasto (Kepala BKKBN RI) penundaan memiliki anak tidak selalu identik dengan resesi seks. Tetapi dampaknya akan sangat terasa dengan penurunan angka kelahiran dengan akibat lanjutannya seperti yang sudah digambarkan di atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H