Kematian Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J menyisahkan berbagai pertanyaan yang masih belum terjawab sampai saat ini.
Puzzle besar ini adalah rahasia yang tersimpan rapat antara Brigadir Yosua, Irjen Ferdi Sambo non aktiv, Putri Candrawati, dan Bharada Eliezer, serta ajudan-ajuda Sang Jenderal lainnya yang menjadi saksi kunci dari kejadian itu.
Khalayak ramai dibuat bingung dan juga bertanya-tanya, sebenarnya ada skenerio apa di balik kematian Brigadir Yosua.
Sampai saat ini diketahui motif sementara penembakan Brigadir Yosua adalah karena masalah pelecehan kepada Putri Candrawati, istri Jenderal Ferdi Sambo yang adalah ajudannya sendiri.
Motif ini diragukan oleh banyak pihak termasuk keluarga dan pengacara dari Brigadir Yosua. Seiring dengan itu, banyak spekulasi pun mencuat dengan naiknya kasus polisi tembak polisi ini dari yang semula penyelidikan kepada penyidikan.
Tiga jenderal telah dinonaktivkan sementara dari jabatannya untuk memudahkan penyidik melakukan tugasnya. Selain itu sejumlah 25 perwira tinggi dan menengah di dalam tubuh institusi Polri dipindahtugaskan karena diduga ikut terlibat dalam konspirasi untuk menghilangkan jejak pembunuhan Brigadir Yosua.
Puzzle besar yang belum terpecahkan tersebut memaksa Kapolri membentuk tim penyidik independen untuk menginvestigasi kasus ini. Tim forensik independen pun dibentuk untuk mengotopsi ulang jenasah Brigadir J.
Komnas HAM juga dilibatkan untuk menguak puzzle besar ini. Bagaimana pun Sang Dirigent itu harus ditemukan dan diungkap kepada publik.
Kemungkinan besar ada satu sutradara yang mengatur semua peran dalam drama kematian Yosua Hutabarat.
Si Miterius yang merupakan dirigen yang memandu jalannya eksekusi terhadap Brigadir Yosua sampai saat ini belum ditemukan. Penyidik masih memeriksa beberapa saksi kunci dan beberapa alat bukti untuk bisa melacak sang dirigent.
Dalam pengakuan terbarunya Bharada Eliezer melalui kuasa hukumnya menyatakan bahwa dia bukanlah pelaku utama. Dia telah menarik keterangan pengakuannya sebelumnya bahwa Yosua tewas di tangannya.
Bharada Eliezer dan Ricky salah satu ajudan eks Kadiv Propam Ferdi Sambo sudah ditahan di Bareskrim sebagai tersangka. Belum dirinci soal penangkapan keduanya.
Sementara itu Ferdi Sambo diberitakan sebelumnya juga sedang ditahan di Mako Brimob selama 30 hari untuk pemeriksaan dugaan pelanggaran etik.
Ferdi Sambo dikenai pasal kode etik prosedur penanganan tempat kejadian perkara pembunuhan Brigadir Yosua di rumah dinasnya.
Lalu siapakah Sang Dirigent?
Seperti yang dinukil dari Tempo, 6 Agustus 2022, sampai saat ini belum diketahui secara pasti siapa otak di balik pembunuhan Brigadir Yosua di rumah dinas Ferdi Sambo.
Namun dari pengakuan Bharada Eliezer yang selalu berubah-ubah diduga kuat, Sang Dirigent adalah seorang yang sangat kuat karena telah membuat kasus yang semula mudah ini menjadi rumit.
Bahkan sejak terjadinya peristiwa berdarah pada 8 Juli lalu tersebut hingga kini, titik terang itu belum ditemukan. Semuanya masih gelap gulita, semuanya masih diliputi misteri. Andaikata jenazah bisa bicara barangkali kasus ini tidak akan serumit ini.
Ya, jenazah Yosua Hutabarat bisa bicara melalui hasil otopsi ulang yang katanya dilakukan oleh tim independen. Tetapi sejauh mana ia bisa bicara, semuanya juga masih merupakan misteri dan tergantung dari tim forensik yang memeriksa sampel-sampel otopsinya.
Para penyidik baru mulai perlahan-lahan menyusun ulang puzzle ini dengan bagian-bagian yang hilang atau disembunyikan oleh pada saksi.
Kasus ini tidak rumit, andaikata Bharada Eliezer berbicara apa adanya, Putri Candrawati istri Ferdi Sambo juga berbicara apa adanya, dan beberapa saksi kunci dari kejadian itu termasuk Ferdi Sambo sendiri berbicara apa adanya.
Benar apa kata Pak Mahfud MD. Kasus sebenarnya mudah. Tapi ini menjadi rumit karena ada dua faktor yang mempengaruhi jalannya penyelidikan, yaitu faktor psycho-hierarchical dan juga faktor psycho-politics-nya. Menurut sumber berita dari detiknews, Pak Mahfud coba dihubungi untuk memberi penjelasan apa yang dimaksudnya tapi belum bisa dihubungi.
Menanggapi apa yang disampaikan Pak Mahfud, Reza Indragiri Amriel, pakar psikologi forensik lulusan UGM dan Universitas Melbourne, mencoba menafsirkan maksud Mahfud Md. Ia menjelaskan bahwa soal faktor psyco-hierarchical itu merujuk pada psikologi orang-orang di lembaga kepolisian. Semacam ada satu tembok diam (wall silence) yang membuat orang-orang ini akan "tutup mulut" untuk menutupi borok atasannya karena mereka sadar hierarki.
Lebih lanjut dikatakan bahwa budaya wall silence di dalam kepolisian ini yang menyebabkan adanya kecenderungan menutup rapat-rapat kasus aib internal dan budaya senioritas dapat mempengaruhi pengungkapan kasus ini.
Walau demikian, peristiwa yang telah menjadi komsumsi publik ini harus diungkapkan karena ini mempertaruhkan kredibilitas lembaga besar institusi kepolisian.
Siapakah dirigen sesungguhnya dari kasus penembakan Brigadir Yosua, nanti akan diungkapkan dalam penyidikan kasus ini ke depannya.Â
Semoga fakta-fakta baru yang ditemukan baik dari tempat kejadian atau pun dari hasil pendalaman kasus dari saksi-saksi kunci bisa mengungkapkan dirigent utamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H