Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pengalaman Hidup bersama Anggota Keluarga Down Syndrome

3 Agustus 2022   14:52 Diperbarui: 6 Agustus 2022   20:18 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menulis tentang anak dengan down syndrome membangkitkan kembali memori kepada seorang anggota keluarga saya, yaitu paman bungsu dari pihak ibu.

Pamanku tersebut usianya lebih tua tiga tahun dari saya.

Sejak kelahirannya, nenek dan kakek sudah menyadari ada sesuatu yang tidak biasa dari bayi mereka.

Dan keanehan itu semakin bertambah seiring pertumbuhannya. Di usia 6 bulan hingga 1 tahun perkembangannya tidak lazim seperti bayi norma umumnya.

Anak normal biasanya lehernya sudah tegak dan tidak layu lagi tetapi paman bungsu ini berbeda.

Sampai dengan usia 3 tahun pun keadaan itu tetap, bahkan ia belum mampu berbicara sekedar mengucapkan kata "mama". Ia pun belum bisa berjalan layaknya anak-anak seusianya.

Bertahun-tahun kemudian baru diketahui, ternyata paman adalah salah satu penderita down syndrome.

Hidup bersama dengannya sejak kecil hingga dewasa meninggalkan berbagai pengalaman unik bagi keluarga kami.

Di dalam dunia kedokteran, down syndrome dikenal sebagai suatu kelainan genetik yang terjadi akibat kelainan kromosom.

Saya tahu itu setelah kami sama-sama mulai bertumbuh sebagai remaja dan beranjak dewasa. Bila memakai ukuran stadium untuk para penderita down syndrome, maka paman bungsuku ini mungkin berada pada stadium akhir.

Saya juga pernah bertemu dengan beberapa orang dengan down syndrome seperti paman bungsuku ini tapi tingkat keparahan mereka tidak sebanding dengan paman.

Dari kecil hingga dewasa, sehabis BAB paman tidak bisa cebok sendiri. Biasanya nenek atau ibu yang membantunya. Begitu pula kalau mandi dan urusan makan dan minum.

Beberapa kesenangannya dan ketakutannya pun unik. Untuk makan pun tidak semua makanan ia suka. Roti misalnya adalah salah satu makanan yang membuatnya takut. Karet tangan yang biasa kami gunakan untuk bermain semasa kecil juga membuatnya takut.

Ada satu kebiasaan lainnya yang unik juga yaitu bila ia mau menangis. Dia akan berkata "saya mau menangis" dan secara tiba-tiba ia akan menangis tanpa sebab musabab.

Ia suka musik. Setiap kali musik diputar ia pasti bangun untuk bergoyang. Lucu memang kalau mengenang kembali pamanku ini.

Perilakunya yang unik ini kadang-kadang membuat tensi orang-orang rumah naik.

Meski demikian kekurangannya itu membuat kami menaruh belas kasihan lebih kepadanya.

Pamanku ini telah meninggal di tahun 2013 silam saat usianya 24 tahun saat itu. Perilakunya memang berbeda dari anak-anak dan teman sebayanya.

Wajah pamanku ini akan selalu terbayang ketika saya tanpa sengaja bertemu anak-anak atau orang-orang dengan kelainan down syndrome.

Berdasakan pengalaman hidup bersama paman yang menderita down syndrome membuatku coba mencari tahu penyebabnya.

Satu pertanyaan yang selalu menggelitik adalah mengapa wajah mereka mirip satu dengan yang lain.

Penyebab Down Syndrome

Ilmu pengetahuan biologi mengatakan kepada kita bahwa setiap bayi yang lahir membawa 46 kromosom yang terdiri dari 23 kromosom ibu dan 23 kromosom ayah.

Nah pada bayi dengan down syndrome, kromosom yang mereka miliki ternyata lebih dari pada itu.

Kelainan kromosom tersebut sudah terjadi sejak masa perkembangan embrio di dalam rahim ibu.

Menurut para dokter, kelainan kromosom terjadi pada kromosom ke-21 di mana seharusnya terjadi pembelahan menjadi 2 saja tetapi dalam kasus down syndrome justru kromosom ke-21 membelah diri menjadi 3 atau trisoma.

Akibatnya, embrio memiliki kelebihan satu kromosom dari yang seharusnya berjumlah 46 menjadi 47 buah.

Kelebihan kromosom ini yang menyebabkan anak-anak dengan down syndrome memiliki karakterteristik wajah yang sama.

Kelainan kromosom ini pula yang menyebabkan embrio tidak dapat bertumbuh secara normal sehingga mengakibatkan kecacatan intelektual, penampilan wajah yang khas, dan nada otot lemah (hypotonia) pada masa kanak-kanak.

Memang kenyataannya demikian. Menurut ibu, paman bungsuku lehernya tidak pernah seperti leher anak-anak normal. Ototnya lemah sehingga sampai dengan umur 5 tahun lehernya baru bisa berangsur normal dan mulai berjalan tertatih-tatih.

Ia belum bisa berbicara tetapi sudah mampu mengerti kata-kata dari nenek dan ibu.

Selain khas karena wajah yang sama, para penderita down syndrome pada umumnya memiliki keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental.

Dari segi intelektual, anak-anak down syndrome mengalami keterlambatan bicara karena memiliki memori yang tidak terlalu baik. Hal ini berakibat pada berkurangnya tingkat kecerdasan mereka.

Semua ciri dari seorang penderita down syndrome saya lihat pada paman. Tangan paman lebar dan pendek, dengan jemari yang juga pendek. Telapak tangannya hanya terdiri dari satu lipatan tunggal yang dalam. Jarak antara ibu jari kaki dan jari-jari kaki lainnya begitu luas dibandingkan dengan jari-jari kaki kami. Sementara persendiannya juga sangat fleksibel. Kulitnya kering dan tidak tampak seperti kulit kami yang normal.

Satu ciri lagi soal penuaan dini tidak bisa saya sebutkan karena paman meninggal di usia muda, 24 tahun. Kematiannya bisa juga disebabkan oleh kelainan jantung bawaan yang disertai dengan penurunan tonus otot.

Menjelang kematiannya memang ia tidak mampu bangun dan berjalan. Ototnya seperti lemas. Berbagai perawatan coba diberikan tetapi maut memang tidak bisa berkompromi.

Bagaimana cara mencegahnya dan pengobatannya?

Di dunia medis, down syndrome ini tidak dapat dicegah.

Hanya disarankan agar ibu hamil dapat mengelolah beberapa faktor penyebab down syndrome. Di antaranya adalah menghindari paparan asap rokok dan bahan kimia yang berbahaya. Selain itu diupayakan agar jarak kehamilan dari kehamilan sebelum tidak terlalu lama.

Kelompok ibu hamil yang juga rentan melahirkan anak dengan down syndrome adalah mereka yang berada di rentang usia di atas 40-an.

Karena itu untuk kelompok usia rentan tersebut harus secara rutin memeriksa kesehatan bila merencanakan untuk menambah anak.

Pengobatan yang dilakukan kepada penderita Down Syndrome adalah agar mereka dapat menjalankan aktivitas mereka sehari-hari secara mandiri. Karena itu beberapa terapi berikut dianjurkan sebagai pengobatan untuk para penderita. 

Terapi-terapi tersebut adalah fisioterapi, terpai berbicara, terapi okupasi, dan terapi perilaku.

Terapi-terapi ini tidak menyembuhkan mereka sebab Down Syndrome tidak bisa disembuhkan. Tetapi terapi-terapi ini setidaknya membantu mereka untuk menjalani aktivitas mereka secara normal.

**

Kembali lagi kepada kisah pamanku. Waktu kuliah di Flores, saya bertemu dengan satu orang lagi dengan down syndrome yang sama. Namun, ia termasuk salah satu yang bertahan hidup cukup lama.

Setiap bertemu dengannya selalu ada rasa sedih dan terharu karena ia sangat mirip dengan paman bungsuku yang telah meninggal. Meski mirip, tetapi ia terbilang lebih baik dari pamanku karena bisa kerja sendiri, bisa berbicara normal, dan melakukan segala sesuatu secara mandiri.

Beberapa tahun lalu terdengar kabar bahwa dia meninggal dunia, juga diduga karena jantung.

Ya, memiliki anggota keluarga dengan down syndrome memang sedikit berbeda dengan lainnya tetapi mereka tetap bagian keluarga kita.

Karena merupakan bagian dari kita. aka perlakuan terhadap mereka pun harus normal dan wajar sehingga mereka tidak merasa disisihkan dari kehidupan normal.

Kekurangan dan keterbelakangan yang mereka miliki membuat anggota keluarga yang lain harus lebih peka dan manaruh kepedulian yang lebih kepada mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun