Setelah Orba runtuh pada tahun 1998, Indonesia kembali ke sistem lama dengan sistem multi partai.
Banyak partai bermunculan. Setiap orang atau kelompok mendirikan partainya sendiri-sendiri.
Terbukti, partai politik yang menjadi peserta Pemilu 1999 berjumlah sungguh fantastis, yaitu 48 partai (Kompas.com).
Tetapi dari 48 partai tersebut, hanya 21 partai yang mempunyai kursi di parlemen.Â
Lalu, ke mana partai-partai lainnya? Mereka menunggu momen berikutnya sambil bermanuver dan berkoalisi dengan partai-partai yang memiliki kursi di parlemen.
Pada Pemilu tahun 2004, jumlah partai peserta pemilu masih fantastis yaitu 24 Parpol (Kompas.com). Namun Pemilu 2004 telah mencatatkan sebuah sejarah baru sebab saat itu sudah diterapkan sistem baru, yaitu Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
Hak untuk memilih presiden dan wakil presiden dikembalikan kepada rakyat secara langsung, dan bukannya menggunakan sistem perwakilan di MPR seperti yang dipraktekan sebelumnya.
Pada pemilu 2004 partai pemenang Pemilu adalah Golkar dan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dan Yusuf Kala terpilih secara langsung oleh rakyat menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Tonggak sejarah demokrasi yang baru sudah dimulai. Kualitas Pemilu kita membaik. Â Akan tetapi cost pemilu kita menjadi soal karena membengkak.
Pemerintah harus menganggarkan paket anggaran yang cukup tinggi dari APBN guna membiayai proses demokrasi.
Cost negara yang cukup tinggi ini merupakan imbas dari multi partai yang ada.