Pada akhir sesinya, Ibu Ratih kembali memberikan beberapa refleksi kritis bagi perkembangan pendidikan kita dalam hubungan dengan RUU Sisdiknas.
Refleksi kritisnya itu antara lain, bahwa perubahan sosial masyarakat dunia akibat revolusi industri 4.0 memang tidak dapat terelakkan.
Hal ini ditandai dengan perkembangan pesat dunia digital yang menyebabkan disrupsi dalam berbagai bidang kehidupan tak terkecuali dunia pendidikan.
Akan tetapi itu tidak mengharuskan pendidikan kita diserahkan secara total kepada kekuatan industri kapitalis.
Refleksi yang berikut, bahwa dengan alasan untuk menciptakan SDM unggul maka siswa dijejali dengan berbagai target kompetensi pendidikan yang harus dikejar.
Menurut Dr. Ratih, justru ini akan menimbulkan permasalahan baru yaitu menurunnya wellbeing (kebahagiaan), menciptakan kekerasan baru dalam dunia pendidikan, kompetisi yang tidak sehat, kesehatan mental yang terganggu dan seterusnya.
Akhirnya kita harus mengakui bahwa dunia pendidikan pun tidak bisa menghidarkan diri dari perkembangan dunia saat ini yang didasari pada digitalisasi hampir semua aspek kehidupan.
Apa yang dikatakan oleh Romo Albertus Bagus Laksana, SJ Ph.D rektor Universitas Sanata Dharma yang juga menjadi nara sumber pada sesi diskusi ini patut kita renungkan.
Bahwa kita tidak bisa melepaskan diri dari apa yang dinamakan neoliberalisme maupun kapitalisme. Sebab dalam kadar tertentu kita pun adalah pelaku dari paham-paham di atas.
Kita juga tidak bisa membuat pembatas yang tegas dengan paham-paham itu sebab sementara ini kita sedang menggunakan produk-produk kapitalisme dan neoloberalisme (Romo memberikan salah satu contohnya yaitu aplikasi zoom yang sementara digunakan untuk membuat pertemuan-pertemuan virtual).
Tetapi harapan kita semua, semoga RUU Sisdiknas yang akan disahkan menjadi UU Sisdiknas nantinya setidaknya menjawabi sekurang-kurangnya permasalahan-permasalahan pendidikan yang ada.