Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sekolah Negeri Vs Sekolah Swasta Unggulan dan Non Unggulan: Mempersoalkan Dikotomi Sekolah Swasta dan Negeri

29 Mei 2022   22:02 Diperbarui: 30 Mei 2022   10:21 1726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru mengajarkan murid pada pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen di SDN 065 Cihampelas (ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI)

Dalam dunia pendidikan kita, dikotomi sekolah swasta dan sekolah negeri sudah ada sejak dahulu. Bahkan di antara sekolah swasta sendiri masih ada dikotomi antara sekolah swasta unggul dan sekolah swasta marginal.

Sekolah negeri tentunya dimiliki dan dibiayai sepenuhnya oleh negara atau pemerintah pusat ataupun daerah. Sementara sekolah swasta sepenuhnya dimiliki dan dibiayai oleh perorangan ataupun yayasan.

Kita merasa bahwa dikotomi itu seperti sesuatu yang terberi. Artinya segrasi sekolah swasta dan negeri seperti sesuatu yang lumrah, karena itu tidak perlu dipersoalkan.

Akan tetapi kalau merunut sedikit ke sejarah, negara ini dimiliki oleh kita semua yang menamakan diri bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Sangir sampai Talaut. 

UUD 1945 pun tidak pernah menyebut frasa swasta dan negeri ketika menyinggung soal pendidikan.

Dalam Mukadimah UUD 1945 disebutkan secara jelas bahwa tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan itu hanya mungkin melalui pendidikan.

Frasa swasta dan negeri dalam pendidikan kemudian baru muncul dalam semua UU dan peraturan turunannya dari Kemendikbud.

Sebagaimana telah saya singgung di atas, dikotomi sekolah negeri dan swasta di mana sekolah negeri milik pemerintah sedangkan sekolah swasta milik swasta dalam hal ini yayasan atau perorangan membuat pemerintah jelas memperhatikan sekolah negeri dan swasta dianaktirikan.

Dengan demikian perhatian pemerintah terhadap sekolah negeri dan swasta sangat berbeda.

Memang harus diakui bahwa ada sekolah-sekolah swasta yang sangat unggul, namun itu bisa dihitung dengan jari.

Sekolah swasta yang unggul biaya sekolahnya sangat mahal. Tentu, tidak semua anak masuk ke sana. Peluang itu hanya mungkin bagi anak-anak dari kalangan kelas atas. Sedangkan anak-anak dari keluarga-keluarga kurang mampu yang tidak diterima di sekolah negeri pasti larinya ke sekolah-sekolah swasta non unggulan.

Pertanyaan, apakah hanya anak-anak orang berduit yang berhak mendapat pendidikan yang terbaik. 

Apakah kemerdekaan bangsa ini hanya bagi mereka yang kaya?

Ilustrasi siswa-siswa belajar di kelas. Sumber: kelaspintar.id
Ilustrasi siswa-siswa belajar di kelas. Sumber: kelaspintar.id

Ini jelas sebuah bentuk ketidakadilan dari negara terhadap warga masyarakatnya.

Padahal katanya negara kita berazaskan Pancasila, di mana sila kelimanya mengatakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan dikotomi ini sekolah-sekolah swasta non unggulan berada di ujung tanduk.

Keberadaan sekolah swasta non unggulan memang sungguh dilematis. Minimnya perhatian pemerintah ditambah pengelolaan yayasan yang amburadul dan manajemen pendidikan yang morat-marit menambah kesengsaraan mereka.

Pendapatan mereka bersumber dari SPP siswa setiap bulan. Itu pun tidak bisa dipatok tinggi atau mahal. Sebab bila dipatok tinggi sudah pasti siswa-siswa akan lari semuanya ke sekolah negeri.

Nasib guru-guru yang mengajar di sekolah-sekolah swasta tersebut sungguh memprihatinkan. 

Gaji yang kecil membuat mereka sengsara. Padahal tugas mereka sama dengan mereka yang digaji oleh pemerintah, yaitu mencerdaskan anak bangsa.

Sementara itu, untuk sekolah negeri semua fasilitas dan sarana prasarana disediakan oleh pemerintah, entah itu pemerintah pusat maupun daerah.

Inilah ketimpangan yang memang sudah ada sejak dahulu, namun pemerintah seolah-olah menutup mata terhadap keluhan dan rintihan sekolah-sekolah swasta ini.

Saya pernah menulis persoalan sekolah swasta dan negeri ini dalam sebuah artikel yang isi garis besarnya mempersoalkan tentang sekolah swasta dan negeri. Mengapa dalam mengelola pendidikan, pemerintah harus memilah-milah negeri dan swasta.

Baca juga: Disparitas Timur dan Barat Pendidikan Tinggi di Indonesia Menyongsong Dunia Metaverse

Di sisi lain, dikotomi antara sekolah swasta dan negeri ini pun cukup mencolok dalam hal penempatan guru negeri. Padahal sekolah swasta dan negeri sama-sama mendidik anak-anak dari bangsa ini.

Apabila pemerintah mau saja serius meningkatkan kualitas pendidikan agar merata di seluruh negeri, samakan aturan pengelolaan dan penyelenggaraan sekolah baik swasta maupun negeri.

Tinggal saja pengawasan diperketat untuk yang swasta agar dana-dana pendidikan yang digelontorkan pemerintah benar-benar difungsikan untuk pendidikan dan bukan untuk hal-hal yang lain.

Kita mesti berguru pada Kuba yang mampu mengentaskan buta huruf dalam dua tahun saja dan mampu menjadi negara yang paling maju pendidikannya di antara negara-negara Amerika Latin.

Pemerintah Kuba di bawah rezim Fidel Castro mengubah secara total wajah pendidikan Kuba.

Kini pendidikan mereka terbaik di antara negara-negara Amerika Latin.

Pemerintah memang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa.

Untuk bangsa Indonesia, ini secara jelas termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.

Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk membiayai pendidikan bagi seluruh anak bangsa di negeri ini secara merata tanpa ada perbedaan.

Bukan saja itu, ke depan perlu ada kebijakan baru dari Kemendikbud mengenai proses pengangkatan PPPK tenaga honorer bidang pendidikan.

Sampai dengan saat ini, pengangkatan CPNS atau pun PPPK selalu diprioritaskan untuk sekolah-sekolah negeri. Sementara yang swasta pemerintah seolah-olah menutup mata.

Guru-guru di sekolah swasta agar setelah mereka diangkat mereka bisa ditugaskan ke sekolah-sekolah swasta tempat asal dimana para guru itu telah mengabdi lama.

Sampai dengan saat ini RUU Sisdiknas masih dalam proses finalisasi dan masuk dalam prolegnas 2022. Namun menurut beberapa pihak, RUU ini masih diskriminatif dan telihat tidak berkeadilan.

Terutama masih adanya pasal-pasal yang memuat dikotomi negeri dan swasta. Seharusnya dikotomi ini sudah dihilangkan. Apalagi akibat pandemi hampir dua tahun ini, telah memporak-porandakan pendidikan kita.

Kita sudah tahu bersama, pandemi telah mengakibatkan siswa-siswa mengalami ketertinggalan pembelajaran (learning loss). 

Siswa kehilangan kompetensi yang dipelajari sebelumnya, tidak mampu menuntaskan pembelajaran di jenjang kelas, sehingga mengalami efek majemuk karena tidak menguasai pembelajaran pada setiap jenjang.

Karena itu, agar pendidikan nasional bisa kembali pulih, kesampingkan dulu dikotomi negeri dan swasta. Sebab yang terdampak pandemi bukan saja siswa di sekolah negeri atau juga hanya siswa yang ada di sekolah swasta unggulan maupun non unggulan.

Semuanya terdampak tanpa kecuali. Karena itu pemerintah tidak boleh lagi bermain-main. Bila pemerintah tidak serius membenahi sistem pendidikan pasca pandemi, kita akan kehilangan beberapa generasi emas bangsa ini.

Sistem zonasi yang diterapkan saat ini pun memberatkan para siswa. Hal ini membuat peluang anak-anak yang tidak berkesempatan masuk ke sekolah-sekolah negeri pasti memilih sekolah-sekolah swasta non unggulan. Sebab kita tahu, sekolah-sekolah swasta unggulan mempunyai sistem seleksi yang lebih ketat dari sekolah negeri.

Oleh sebab itu, agar pendidikan kita bisa lebih sebaiknya dikotomi sekolah swasta dan negeri harus dihentikan. Sebab sekolah swastalah yang menampung siswa-siswa yang tidak masuk ke sekolah negeri.

Sekolah swasta di daerah-daerah terpencil justru menampung siswa-siswa dari keluarga-keluarga kurang mampu.

Sekolah-sekolah swasta yang sudah unggul diupayakan agar tetap mempertahankan keunggulannya sambil pemerintah terus mengupayakan sekolah-sekolah swasta lainnya dan juga sekolah-sekolah negeri untuk bisa mengejar ketertinggalan mereka dan menjadi unggul pula.

Bila itu bisa terwujud, niscaya pendidikan yang berkeadilan seperti yang kita cita-citakan bersama bisa terwujud. Semua anak, siapa pun dia, dari keluarga kaya maupun miskin dapat mempunyai kesempatan memperoleh pendidikan yang terbaik.

Nilai positifnya bila pemerintah memberi perhatian yang sama kepada semua sekolah, maka sekolah swasta unggulan pun tidak akan terlalu mahal sehingga semua anak dari keluarga mana pun mempunyai kesempatan yang sama untuk bersekolah di sana.

Pertanyaan terakhir, apakah pemerintah sungguh-sungguh mau menghilangkan dikotomi negeri dan swasta, swasta unggulan dan swasta non unggulan? 

Hanya niat dan kehendak yang tulus berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia-lah yang membuat pemerintah memberi perhatian yang sama kepada semua sekolah tanpa memilah-milah ini sekolah pemerintah, ini sekolah swasta.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun