Lihat saja di masa pandemi ini. Di kota-kota besar yang juga merupakan pusat-pusat pendidikan, sekolah berbasis daring (online) tidak menjadi kendala berarti. Sementara di timur Indonesia banyak kendala yang ditemui.
Karena itu, learning loss akibat pandemi covid-19 paling banyak dialami oleh anak-anak di Indonesia Timur. Belum lagi penguasaan teknologi yang minim pun turut memberi andil terjadinya disparitas timur-barat ini.
Ada masalah sinyal internet yang belum merata. Ada masalah tentang alat teknologi yang diperlukan untuk memperlancar pembelajaran daring tersebut.
Dalam hal penguasaan teknologi, jangankan siswa, guru-gurunya pun masih gagap ketika dihadapkan pada alat-alat komunikasi yang dipakai guna menunjang lancarnya pembelajaran daring.
Bagaimana dengan metaverse?
Memang dunia metaverse sangat menjanjikan bagi siapa saja dalam dunia virtual, lebih lagi untuk dunia pendidikan apalagi pendidikan tinggi.
Dunia pendidikan tinggi harus menjadi bagian terdepan dalam menyongsong masyarakat dan peradapan pasca-pandemi, yang salah satu realitasnya ditandai dengan kehadiran metaverse.
Unika Atma Jaya - salah satu contoh bagus untuk pendidikan tinggi, telah menyatakan diri sebagai kampus berwawasan yang berkelanjutan, dengan cara menyiapkan generasi transformatif yang mampu menghadapi perubahan di masa depan.
Di masa depan, metaverse akan membuat seluruh aktivitas dalam dunia pendidikan dapat dilakukan dalam dunia virtual.
Sekolah-sekolah akan dibangun di dunia virtual, kelas-kelas akan terdapat di dunia virtual, pembelajaran atau kuliah pun dilakukan secara virtual.
Intinya, metaverse atau meta semesta ini membuat kita dapat melakukan apa pun tanpa harus bertemu secara langsung.