Sunyoto Usman, salah satu sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM) mengatakan tujuan dari klitih ini sebenarnya hanya sebagai aktivitas orang keluar malam mencari kegiatan untuk mengatasi kepenatan.
Meski demikian fenomena klitih ini telah berkembang ke aktivitas negatif yang melibatkan para pelajar yang salah memanfaatkan waktu luang mereka dengan keluyuran dan akhirnya tawuran di malam hari.
Walaupun klitih adalah label tindakan dan karena terjadi di Yogyakarta maka lebih khas dengan nama klitih tetapi secara teori merupakan bagian dari kenakalan remaja.
Karena klitih merupakan bagian dari kenakalan remaja, maka penanganannya pun harus lebih bersifat konseling dan melibatkan psikolog.
Seperti yang kita tahu, kenakalan remaja merupakan penyimpangan sosial yang menunjuk pada bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai norma-norma hidup di dalam masyarakat.
Bahkan Kartini Kartono menyebut para remaja yang nakal sebagai anak cacat sosial.
Ada beberapa bentuk kenakalan remaja yang coba dieksplor di sini agar kita bisa memosisikan klitih ini di dalamnya.
Pertama, kenakalan biasa. Kenakalan remaja dalam bentuk ini bisa berupa berbohong, pergi ke luar rumah tanpa pamit, keluyuran, dan begadang.
Kedua, kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan. Kenakalan yang dikategorikan dalam kelompok kedua ini antara lain, berkelahi dengan teman, berkelahi antar sekolah, membuang sampah sembarangan, membaca buku porno, melihat gambar porno, menonton film porno, mengendarai motor tanpa SIM, dan ngebut-ngebutan.
Ketiga adalah kenakalan khusus. Bentuk kenakalan yang masuk dalam kelompok ini adalah minum minuman keras, hubungan seks di luar nikah, mencuri, mencopet, mebodong, aborsi, memperkosa, berjudi, menyalahgunakan narkoba, dan membunuh.
Dari klasifikasi sederhana di atas, bisa ditarik benang merahnya bahwa klitih ini sudah masuk dalam kenakalan khusus. Dan ini memprihatinkan.